Budaya Pop

Skandal Ivy League dan Gengsi yang Membutakan

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Beberapa waktu lalu, masyarakat mendengar kabar mengejutkan tentang Maudy Ayunda karena ia diterima di dua universitas terbaik Amerika Serikat. Dari kedua universitas tersebut, salah satunya adalah Harvard University. Universitas ini merupakan satu dari tujuh universitas lain yang merupakan kampus berlabel Ivy League.

Ivy League, awalnya, adalah sebuah label yang disematkan pada delapan universitas swasta di kawasan Timur Laut Amerika Serikat. Di bawah naungan status Ivy League, kedelapan universitas ini mengadakan pertandingan olahraga antar sesamanya. Kedelapan universitas tersebut adalah Brown University, Columbia University, Cornell University, Dartmouth College, Harvard University, the University of Pennsylvania, Princeton University, dan Yale University.

Saat ini, konotasi Ivy League tidak lagi hanya berkutat dalam konteks olahraga. Istilah Ivy League bergeser menjadi sebuah label untuk universitas-universitas terbaik di Amerika Serikat yang memiliki standar akademik terbaik, proses penerimaan yang ketat, dan gengsi yang tinggi. Hal ini lah yang menyebabkan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Stanford University, dan University of California Los Angeles seringkali disalahartikan sebagai bagian dari Ivy League, meskipun mereka sebenarnya bukan anggota Ivy League.

Diduga Ada Kecurangan dalam Sistem Penerimaan Kampus

Meski Ivy League – dalam konteks di luar olahraga – dianggap sebagai sebuah label yang menawarkan kualitas akademis terbaik dan penerimaan yang ketat, ternyata tak membuat kampus-kampus kelas atas ini menutup mata dari sogokan. Pada hari Selasa (12/3) kemarin, sebagai bagian dari investigasi bernama “Operation Varsity Blues”, jaksa penuntut mengeluarkan tuduhan pada sekelompok orang kaya raya yang telah melakukan penyogokan dan berbagai macam kecurangan pada sistem pendaftaran masuk universitas-universitas bergengsi di Amerika Serikat agar anaknya dapat masuk ke kampus-kampus bergengsi tersebut. Beberapa kecurangan yang dilakukan seperti memalsukan anaknya agar masuk melalui jalur khusus atlet, menyogok penilai agar mengganti jawaban ujian pendaftaran masuk, dan membayar orang untuk mengerjakan soal ujian masuk tersebut.

Berdasarkan proses investigasi, FBI mengungkapkan bahwa tindak kriminal ini setidaknya sudah terjadi semenjak tahun 2011. Tidak sedikit universitas-universitas besar – termasuk Ivy League – yang terduga menerima sogokan ini. Beberapa kampus tersebut di antaranya adalah Georgetown, Yale University, Stanford University, the University of Texas, the University of Southern California, dan University of california Los Angeles. Pihak-pihak yang diduga terlibat pun berasal dari berbagai latar belakang. Ada dari orang tua anak yang didaftarkan, pelatih-pelatih atletik, dan dosen-dosen.

Ada Keterlibatan Artis Hollywood

Untuk bisa menyogok masuk ke universitas-universitas tersebut membutuhkan uang yang tidak sedikit. Hal ini lah yang membuat hanya orang kaya raya yang mampu melakukannya. Nama-nama orang tua yang tertuduh melakukan hal ini, seperti dilansir dari Gulf News, seperti Gregory dan Marcia Abbott, Diane Blake, Jane Buckingham, Elisabeth Kimmel, Marci Palatella, dan Robert Flaxman. Namun, dari nama-nama tersebut, yang paling mengejutkan adalah nama Mossimo Giannulli dan Lori Loughlin. Pasangan ini berkecimpung di dunia fashion dan industri film Hollywood. Anaknya, Olivia dan Isabella Jade Giannulli, pun menjadi sasaran warganet.

Dikabarkan kalau Loughlin dan suaminya membayar sebesar US$500.000 agar kedua anaknya tersebut diterima di University of Southern California (USC). Diduga, uang ini diterima langsung oleh Donna Heinel, karyawan atletik di USC. Dilansir dari Elle.com, dikabarkan kalau Isabella dan Olivia sudah mengundurkan diri dari USC. Belum ada konfirmasi dari pihak terkait mengenai hal ini.

Motivasi Gengsi dan Masa Depan yang Menjanjikan

Buat sebagian orang, mungkin sulit mencari alasan mengapa orang tua-orang tua yang sudah kaya raya ini memilih untuk mencurangi sistem agar anaknya masuk ke kampus terbaik. Jika berbicara tentang masa depan, hampir pasti anak-anak yang berasal dari keluarga kaya raya tidak akan kesulitan secara ekonomi. Namun, mengapa mereka begitu memaksa agar anaknya sekolah di universitas-universitas terbaik di Amerika Serikat – dan bahkan dunia?

Berdasarkan sebuah artikel Forbes yang ditulis oleh Evan Gertsmann, ia mengungkapkan alasan di balik hal ini. Pertama, Evan mengungkapkan bahwa ada kecenderungan orang-orang kaya raya ini menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang di antara anak-anak unggul lainnya. Artis-artis Hollywood dan pemimpin sebuah perusahaan memiliki pola pikir bahwa kualitas pendidikan terbaik adalah sesuatu yang harus dimiliki anaknya. Mereka tidak ingin anak-anaknya gagal mendapat tempat terbaik dan tidak bergaul bersama anak-anak unggul lainnya.

Kedua, Evan melihat bahwa orang-orang kaya raya ini masih termakan asumsi bahwa bersekolah di kampus terbaik, khususnya yang berlabel Ivy League, dapat membuat anak-anak ini mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih besar di masa depan. Kemampuan ekonomi yang mereka memiliiki memudahkan mereka untuk ‘berinvestasi’ dengan cara mencurangi sistem tersebut. Padahal, menurut Evan, asumsi ini salah besar. Sukses atau tidaknya seorang anak ditentukan kembali oleh pribadi masing-masing.

Share: Skandal Ivy League dan Gengsi yang Membutakan