Budaya Pop

Selamat Jalan Bondan Winarno, Sang Pahlawan Kuliner Nusantara!

Haifa Inayah — Asumsi.co

featured image

Legenda kuliner Indonesia, Bondan Winarno dikabarkan tutup usia pada hari ini, Rabu (29/11) di RS. Harapan Kita, Jakarta. Bondan meninggal di usia 67 tahun, dan seperti dilansir dari Detik.com, Bondan meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya. Informasi ini pertama kali muncul di timeline Twitter presenter acara Kelana Rasa, Arie Parikesit.

“Mendapat berita duka cita yang bikin lemes mendadak, guru dan teman kita semua Pak Bondan Haryo Winarno meninggal dunia tadi pagi jam 9.05 WIB di RS Harapan Kita Jakarta, jenazah akan dibawa ke rumah duka JL Bangsawan Raya Sentul City siang ini. Mohon doa untuk beliau dan keluarga,” cuit Arie.

Nama Bondan Winarno bukan nama yang asing bagi para pecinta Kuliner Indonesia. Pria kelahiran Surabaya ini kerap kali muncul di layar kaca sebagai pembawa acara “Wisata Kuliner” yang ditayangkan di stasiun televisi Trans TV. Dalam acara itu, Bondan mengadakan perjalanan ke pelosok Indonesia untuk mencicipi makanan khas di berbagai daerah. Dari acara ini pulalah jargon “poko’e maknyooos!” mulai terkenal, hingga kini menjadi kata yang lumrah digunakan oleh masyarakat untuk mengekspresikan nikmatnya makanan yang baru saja dicicipi.

Bicara soal Bondan Winarno tak bisa dilepaskan dari kecintaannya pada sajian kuliner khas nusantara. Dengan pembawaannya yang santai dan sederhana, Bondan kerap kali mendatangi rumah makan-rumah makan yang terletak di pelosok negeri. Dalam salah satu episode Wisata Kuliner di tahun 2014 misalnya, Bondan melakukan perjalanan ke Surabaya, Jawa Timur, untuk mencicipi makanan khas Surabaya, “Sego Sambel mak Yeye” yang berlokasi di jalan Wonokromo. Tempat ini, walaupun ramai dikunjungi pembeli, merupakan warung tenda yang dibangun diatas trotoar di pinggir jalan. Di kesempatan lain, Bondan menepi ke Siduardjo untuk mencicipi Kupang Lontong, makanan tradisional yang terbuat dari kerang, di daerah yang belakangan terkenal dengan wisata lumpurnya itu.

Ada dua kesamaan dari dua lokasi diatas, yaitu tempatnya yang sederhana dan hidangannya yang mempromosikan kuliner lokal. Dua karakteristik inilah yang akhirnya identik dengan nama Bondan Winarno dan petualangan kulinernya. Kunjungan Pak Bondan ke berbagai lokasi kuliner tradisional nusantara ini tidak hanya mempromosikan kembali santapan lokal yang terancam perkembangan zaman, namun juga “menaikkan level” makanan sekelas warung kaki lima yang sederhana menjadi tak kalah dengan restoran-restoran mewah yang kerap kita temukan di mall terkenal.

Kecintaan Bondan kepada masakan tradisional Indonesia juga ditranslasikan melalui bukunya, “Seratus Makanan Tradisional Indonesia Maknyus” yang terbit di tahun 2013. Dalam buku ini, Bondan me-review seratus makanan Indonesia terenak yang pernah dia coba sepanjang petualangan kulinernya. Bondan mengakui, untuk memilih “hanya” seratus menu dari khazanah perkulineran Indonesia yang kaya bukanlah perkara mudah, karena masakan Indonesia, menurutnya, termasuk ke dalam kategori “dangerously delicious”. Membaca buku ini seperti mengingatkan kita untuk kembali mencintai kuliner lokal, karena sejatinya, kuliner Indonesia adalah masterpiece dari tanah yang kaya akan rempah dan citarasa, dua komoditi yang mengundang negara-negara Eropa ke nusantara ratusan tahun lalu.

Terima kasih pak Bondan, atas kontribusi-mu dalam mempopulerkan kearifan lokal Indonesia lewat kuliner. Selamat jalan dan salam maknyos!

Share: Selamat Jalan Bondan Winarno, Sang Pahlawan Kuliner Nusantara!