General

Selain Oso dan La Nyalla, Ini Sejumlah Pihak yang Dikaitkan Dengan Mahar Politik di Pilkada 2018

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Isu mahar politik atau politik uang terus bermunculan menjelang perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 ini. Setelah beberapa hari lalu publik dihebohkan dengan pengakuan La Nyalla Mattalitti soal mahar politik dan Oesman Sapta Odang yang diduga meminta mahar politik, lalu siapa lagi pihak yang pernah dikaitkan dengan isu itu?

Sejauh ini sudah ada beberapa kasus mahar politik yang muncul ke publik jelang kontestasi Pilkada 2018. Siapa aja pihak-pihak yang sejauh ini diduga terlibat dan yang jadi korban dalam modus mahar politik?

Yang pertama, seperti dilansir Detikcom, Rabu (27/09/2017), Dedi Mulyadi sempat mengaku diminta uang Rp 10 Miliar sebagai mahar politik oleh oknum di Partai Golkar. Isu itu muncul saat partai berlogo pohon beringin itu masih dipimpin Setya Novanto, yang saat ini mendekam di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang kedua, ada La Nyalla Mattalitti yang sebelumnya berencana maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2018. La Nyalla mengaku dimintai uang senilai Rp 40 Miliar oleh Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Yang ketiga, dugaan mahar politik terjadi di Pilkada Cirebon. Brigjen (Pol) Siswandi mengaku gagal dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena diminta mahar. Seperti dikutip dari Kompas.com, Sabtu (13/01), Siswandi mengaku dimintai mahar oleh PKS di detik-detik akhir pendaftaran bakal calon wali kota dan wakil wali kota Cirebon.

Meski begitu, timnya ogah memenuhi permintaan tersebut. Mahar yang dimaksud adalah permintaan uang agar rekomendasi parpol keluar untuk seorang calon kepala daerah.

Yang terakhir, isu mahar politik muncul saat konflik terjadi di internal Partai Hanura, Senin (15/01) kemarin. Seperti berita yang kita muat hari ini (16/1), kubu Sekretaris Jenderal Partai Hanura, Sarifuddin Sudding menuding ketua umum mereka, Oesman Sapta Odang meminta mahar politik kepada sejumlah calon kepala daerah.

Hal itu diungkapkan Wakil Sekjen Hanura, Dadang Rusdiana. Berdasarkan pernyataan Dadang, praktik mahar politik tersebut sudah terjadi di beberapa wilayah seperti Purwakarta, Garut, Luwu, dan Tarakan.

Isu mahar politik yang bermunculan dalam proses pencalonan kepala daerah di Pilkada Serentak 2018 itu pun membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) prihatin. Seperti diketahui, isu mahar politik ini bahkan muncul langsung dari mereka yang gagal diusung oleh parpol.

“Pengakuan ini membuat perhelatan pilkada serentak di 171 daerah tersebut memanas bahkan sejak tahap pencalonan,” kata Koordinator ICW, Donal Fariz Nasution dalam jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta, sebagaimana dinukil dari Kompas.com, Selasa (16/01).

Sejumlah dugaan mahar politik tersebut diyakini hanya sebagian kecil saja yang terungkap ke publik. Donal yakin ada banyak kasus mahar politik yang melibatkan pentolan partai terhadap calon kepala daerah di Pilkada 2018 ini.

“Kasus mahar ini seperti gunung es. Tampak kecil di permukaan, tapi sangat besar di bawah permukaan,” jelas Donal.

Untuk menindaklanjuti sederet dugaan mahar politik tersebut, ICW bakal berkoodinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terlebih, sanksi soal partai politik yang meminta imbalan atau mahar politik sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pilkada.

Nah, sebagai sanksinya, calon yang terbukti memberi mahar politik bisa didiskualifikasi. Sementara untuk parpol, nantinya bisa dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama, bahkan oknum di parpol yang menerima imbalan bisa dipidana.

Share: Selain Oso dan La Nyalla, Ini Sejumlah Pihak yang Dikaitkan Dengan Mahar Politik di Pilkada 2018