Isu Terkini

Sejarah Lapas Sukamiskin, yang Penghuninya Suka Pelesiran

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Nama Lapas Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat, tak asing bagi masyarakat Indonesia. Hari-hari ini, setidaknya, kita tahu bahwa ia dihuni banyak koruptor besar, dan sebagian di antara mereka suka pelesiran.

Terbaru, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov kembali berulah. Ia kedapatan sedang berada di sebuah toko bangunan di kawasan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, pada Jumat (14/06). Padahal, terpidana kasus korupsi KTP Elektronik itu disebut meminta izin keluar lapas untuk berobat ke Rumah Sakit Sentosa.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly pun langsung mengambil tindakan tegas dengan memindahkan Setnov ke Lapas berpengamanan maksimum Gunung Sindur, Bogor.

“Kami harus kasih buat pertobatan,” kata Yasonna tentang keputusannya, usai menghadiri dan menerima Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Tahun 2018 dari BPK RI di gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (18/6) seperti dilansir Antara.

Itu bukanlah satu-satunya ulah sang mantan Ketua Umum Partai Golkar selama menjalani hukuman pidana di Lapas Sukamiskin. Sebelumnya, ia ramai jadi sorotan lantaran terlibat masalah sel palsu, hingga terciduk sedang makan di restoran Padang di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada 29 April 2019.

Terlepas dari kenakalan kambuhan plus bakatnya buat ditemukan orang, Setnov bukanlah narapidana Sukamiskin pertama yang kedapatan pelesiran saat menjalani masa tahanan. Ada pula eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Gayus Tambunan, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Wali Kota Bogor Rachmat Yasin, mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad, hingga terpidana kasus korupsi Sistem Komunikasi radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan Tahun 2009 Anggoro Widjojo.

Lapas Sukamiskin di Masa Lampau

Lapas Sukamiskin atau dulunya Penjara Sukamiskin merupakan salah satu bangunan bersejarah yang sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Ia dibangun pada 1918 dengan rancangan arsitek bernama Prof. CP Wolff Scjoemaker. Bangunannya bergaya arsitektur Eropa dan berbentuk trapesium.

Jika dilihat dari atas, bangunannya mirip kincir angin, karena pembagian blok mengikuti arah mata angin, ke mana bilah “kincir” menunjuk: Blok Utara, Blok Selatan, Blok Barat, dan Blok Timur. Setiap blok memiliki dua lantai yang saling berhubungan melalui bangunan bundar paling tinggi di tengah sebagai porosnya.

Pada 1924, penjara yang berlokasi di Jalan A.H. Nasution Nomor 114, Arcamanik, Bandung, ini mulai difungsikan sebagai tempat hukuman bagi kaum intelektual yang dianggap melakukan kejahatan politik karena bertentangan dengan penguasa Belanda. Istilahnya, “Straft Gevangenis Voor Intelectuelen”.

Penjara Sukamiskin memiliki nilai sejarah terutama karena Presiden RI Pertama, Ir. Sukarno pernah dikurung di sana, dalam Kamar No. 1 Blok Timur Atas.

Sukarno mendekam di penjara setelah divonis subversif terhadap pemerintah kolonial Belanda di pengadilan Bandung (landraad) pada Agustus 1930. Kini sel yang pernah ditempati Bung Karno, saksi bisu kelahiran buku Indonesia Menggugat itu pun dijadikan sebuah museum dan diberi tulisan “Bekas Kamar Bung Karno”.

Dalam catatan “Keadaan Dipendjara Sukamiskin, Bandung,” Bung Besar berkata, “Rambutku dipotong hampir gundul, dimilimeter dalam bahasa Belandanya. Hampir segala apa yang saya bawa dari rumah tahanan (Penjara Banceuy, Kota Bandung)–semuanya diambil (petugas),” tulis Bung Karno.

Sukarno menyebut kamar huniannya di Sukamiskin itu sebagai “bilik ketjil 1,5 x 2,5 M”. Apa saja kegiatannya di sana? Setiap siang, ia wajib bekerja di percetakan penjara –kini posisinya di bangunan paling selatan kompleks penjara. “Saya mesti berbaris ke tempat.. membuat kitab tulisan. Di sanalah saya meladeni satu dari mesin garis dan mesin potong yang besar-besar. Tiap hari saya kerjakan berpuluh-puluh rim kertas, memedat barang, memuat dan membongkarnya.”

Ketika pekerjaan sudah tuntas, barulah ia bisa mandi, kemudian beristirahat di kamarnya. “Mandi yang lamanya ditentukan enam menit. Makan, makan nasi merah dengan sambal yang sederhana.”

“Pukul sembilan (malam) cahaya (kamar) mesti digelapkan dengan tidak dapat disangkal lagi. Hari ini sudah bekerja dan besoknya bekerja keras lagi, saya mesti lekas tidur.”

Aktivitas yang padat membuat Bung Besar tak leluasa bergerak di Sukamiskin. Apalagi untuk sekadar menjalani kegiatan rutinnya seperti menulis, membaca, dan merumuskan gagasan. Napi yang mendekam di penjara memang dibolehkan berekreasi di dalam penjara pada waktu tertentu, termasuk membaca. Sayangnya, menurut Sukarno, buku yang tersedia di perpustakaan hanya buku-buku tentang olahraga, perdagangan, dan kitab-kitab agama.

“Saya tak dapat belajar dengan baik karena badan sudah payah (setelah bekerja seharian). Otak seolah-olah dapat penyakit kekurangan darah, sehingga tidak banyak yang dapat diterima dan dipikirkan. Otakku merasa lekas benar penuh, lekas payah.”

Bung Karno menutuskan bahwa penjara Sukamiskin jauh lebih parah ketimbang penjara Banceuy, tempatnya ditahan saat masih menjalani persidangan di pengadilan. Menurutnya, di penjara Banceuy ia masih bisa mempelajari sejarah lewat buku dan surat kabar meski tetap harus melalui syarat yang berat.

“Hanyalah ini: Sukamiskin ialah tak lebih dari suatu rumah kurungan dan saya tak lebih dari orang hukuman, seorang manusia yang mesti menyembah larangan dan suruhan, manusia yang mesti melepas kemanusiaannya.”

“Segalanya di sini (Sukamiskin) dikerjakan dengan suruhan komando: makan, pulang-balik ke tempat kerja, makan, mandi, menghisap udara, keluar-masuk bilik kecil, semuanya dikerjakan seperti serdadu berbaris. Orang hukuman tak lain dari seekor ternak.”

Secara fisik bentuk bangunan Sukamiskin tidak banyak dirombak sejak ditangani pemerintah Indonesia, kecuali beberapa bangunan tambahan untuk kantor sipir dan ruangan Kepala Lapas, serta patung seorang ibu menggendong anak di halaman depan gedung.

Bangunannya yang kokoh dan dilengkapi dinding tinggi dan kuat seolah menegaskan bahwa penjara ini muskil ditembus tahanan yang ingin kabur. Dan memang tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan penjara ini pernah dibobol oleh tahanan, apalagi mengingat Sukamiskin juga dilengkapi sejumlah menara pengawas bagi petugas jaga yang memantau semua blok.

Cara menyiasati keketatan itu, seperti ditunjukkan Setnov dan para pendahulunya, adalah dengan surat rekomendasi berobat dan sedikit trik.

Share: Sejarah Lapas Sukamiskin, yang Penghuninya Suka Pelesiran