Peran besar ulama di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 memang sangat besar. Hal itu setidaknya sudah terlihat jelas di awal-awal deklarasi ketika calon presiden Joko Widodo menggandeng Ma’ruf Amin, sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengklaim didukung barisan ulama. Jokowi tentu punya misi mengamankan suara mayoritas Islam di Indonesia dengan menjadikan Ma’ruf sebagai cawapres. Begitu pula pasangan Prabowo-Sandi yang sejak jauh-jauh hari mengklaim bahwa mereka didukung para ulama.
Suara-suara dukungan ke masing-masing pasangan pun sudah terlihat jelas belakangan. Misalnya saja putri Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, yang memutuskan sikap politiknya dengan memilih mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf. Keputusan itu disampaikan Yenny pada acara Konferensi Pers Konsorsium Kader Gus Dur di Jalan Kalibata Timur I, Jakarta Selatan, Rabu, 26 September kemarin. Pada kesempatan itu, Yenny juga berbicara atas nama 9 konsorsium kader Gus Dur.
“Ada banyak kelompok-kelompok lain di luar sana. Bahwa keluarga Gus Dur, saya wakili dalam sifat politiknya. Ibu saya sendiri tidak akan ikut-ikutan karena beliau ibu bangsa, beliau tugasnya ‘menjewer’ kalau ada yang bandel dari kedua kubu,” kata Yenny. Yenny pun menggambarkan sosok pemimpin yang didukungnya harus dekat dengan masyarakat. Selain itu, pemimpin tersebut juga harus bisa menjalankan roda perekonomian dengan baik sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Pemimpin yang kami cari adalah yang mau gerak. Pemimpin yang dekat dengan masyarakat. Pemimpin yang sederhana cara berpikirnya. Bahwa bangsa ini harus dipenuhi hak kebutuhan dasarnya,” ujarnya. Menurut Yenny, Gusdurian, menginginkan pemimpin yang bisa menghadirkan keadilan sosial dengan menghadirkan kebutuhan dasar bagi mereka yang jarang tersapa. Maka dari itu, pasangan Jokowi-Ma’ruf diharapkan bisa memenuhi hal itu. “Oleh karena itu dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, dengan ini kami menyatakan mendukung pasangan nomor satu, biiznillah. Biiznillah Presiden Jokowi akan kembali memimpin negeri ini,” ucap Yenny.
Sementara itu, dari kubu Prabowo-Sandi, ada Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang beberapa waktu lalu menggelar Ijtima Ulama II di Grand Cempaka Hotel, Jakarta Pusat, Minggu, 16 September. Pertemuan tersebut mengukuhkan dukungan terhadap pasangan Prabowo-Sandi.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berharap dukungan dari Ijtima Ulama tersebut bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap pemenangan Prabowo-Sandi yang diusung koalisi Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat itu. “Saya kira dukungan dari ulama, dari para kiai, para ustaz yang mempunyai jemaah, yang mempunyai murid, yang mempunyai santri-santri tentu sangat signifikan. Dan kami juga kalau memang itu sebuah dukungan, tentu kami sangat berterima kasih,” kata Fadli Zon.
Perlu diketahui bahwa dukungan GNPF untuk Prabowo bukanlah hal baru. Coba saja lihat sejumlah tokoh aksi 212 ini bahkan sudah mengusulkan nama Prabowo pada Ijtima Ulama I pada 27-29 Juli 2018. bahkan, waktu itu ada usulan nama Salim Segaf Al-Jufri dan Abdul Somad Batubara jadi bakal cawapres Prabowo.
Pada akhirnya dua nama usulan tersebut ditolak. Meski begitu, para tokoh GNPF tetap saja masih memberikan dukungannya untuk Prabowo di Pilpres 2019. Ketua GNPF Ulama Ustaz Yusuf Muhammad Martak mengungkapkan bahwa Ijtima Ulama II mendukung Prabowo-Sandi usai keduannya menandatangani pakta integritas.
“Telah terselesaikannya dengan baik Ijtima Ulama dan tokoh nasional II dan ditandatanganinya pakta integritas oleh paslon, yaitu yang terhormat Bapak Prabowo Subianto dengan Sandiaga Salahudin Uno. Takbir!” kata Ketua GNPF Yusuf Muhammad Martak saat konferensi pers.
Sebenarnya sejauh apa peran dan keberadaan ulama di masing-masing kubu bisa mendongkrak elektabilitas dan mendulang perolehan suara di Pilpres 2019 nanti?
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, posisi ulama memang sangat strategis dan akan banyak membantu. Hal itu jelas lantaran ulama merupakan tokoh penting dan punya pengaruh besar di tataran masyarakat Indonesia, terutama kalangan Islam.
“Itu otomatis, kehadiran ulama itu otomatis bisa mendongkrak elektabilitas karena ulama itu kan diidentifikasikan sebagai tokoh agama yang memiliki pengikuti santri yang cukup banyak. Jadi begitulah ulama yang kita pahami dalam konteks Indonesia,” kata Adi kepada Asumsi.co, Kamis, 27 September.
Menurut Adi, biasanya ulama itu dinisbahkan atau diasosiasikan dengan pemimpin-pemimpin pondok pesantren tertentu yang memiliki kapasitas keilmuan Islam yang cukup mantap. Selain itu ulama juga memiliki jumlah santri yang cukup banyak dan loyal.
“Oleh sebab itu, ketika salah satu ulama atau ustad itu mendukung salah satu capres, biasanya ia akan diikuti secara otomatis oleh santri plus keluarga besarnya, jadi komunal bentuk dukungannya.”
Makanya kemudian, lanjut Adi, ketika salah satu pesantren mendukung salah satu capres Jokowi atau Prabowo, biasanya itu diikuti oleh hampir semua santrinya dan keluarga santri. Bagi Adi, hal itu biasa dalam sistem politik di Indonesia.
“Apa yang disampaikan ulama, apa yang difatwakan ulama, kitab-kitab politik, bahkan kitab-kitab pribadinya seringkali diikuti. Tanpa diminta sekalipun oleh sang ulama,” ujar Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Menurut Adi, sejauh ini narasi besar soal ulamanya tentu tertuju pada sosok Kiai Ma’ruf Amin. Setidaknya ada beberapa hal, pertama Kiai Ma’ruf memang murni ulama, apalagi beliau adalah Rais Aam PBNU, Ketua MUI, dan seterusnya.
“Yang paling penting karena NU adalah ormas terbesar di Indonesia, pengikutnya paling banyak, tentu di atas kertas NU ini akan solid untuk mendukung Kiai Ma’ruf, apalagi hari ini Yenny Wahid sudah sepakat kan mendukung Jokowi-Ma’ruf,” kata Adi.
Apalagi, menurut Adi, NU ini berafiliasi dengan Kiai Ma’ruf, dan kemungkinan juga ketua-ketua, atau kiai-kiai yang ada di pesantren itu akan mengarahkan dukungan ke Kiai Ma’ruf. Hal itu tentu bisa seolah ingin menegaskan bahwa betapa kuatnya sosok Kiai Ma’ruf
Adi pun melihat perbandingan dukungan ulama yang didapat Prabowo-Sandi. Menurut Adi, Ijtima Ulama itu irisan ulamanya masih belum bisa ditebak secara menyeluruh. Sehingga garis dukungannya sebesar apa juga belum bisa diprediksi.
“Satu per satu nya itu siapa ini ulama (di kubu Prabowo-Sando) apakah mereka punya basis atau tidak, kan begitu. Ijtima Ulama yang mendukung Prabowo-Sandi ini kalau dibaca satu per satu masih belum muncul apakah mereka ini memiliki basis massa atau tidak,” kata Adi.
Hal yang paling mungkin terjadi, menurut Adi, adalah keberadaan ormas FPI yang mungkin jadi salah satu basis massa Prabowo-Sandi. “Kalau yang lain kan enggak ada tuh, iya kan. Misalnya Tengku Zulkarnain itu ada enggak punya santri? Kan enggak ada.”
Beda halnya jika melihat barisan ulama yang ada di belakang Kiai Ma’ruf yang dinilai Adi jumlahnya cukup banyak. Minimal basis-basis pesantren di Banten dan Jawa itu akan mengarahkan dukungannya ke Jokowi-Ma’ruf.