Dari sejumlah provinsi yang ada di Indonesia, DKI Jakarta hampir setiap hari menjadi penyumbang terbanyak kasus harian Covid-19 nasional. Peningkatan kasusnya pun cenderung meningkat dari hari ke hari. Kalaupun ada penurunan, jumlahnya belum signifikan.
Pada Minggu (27/6/2021) misalnya, DKI Jakarta mencetak rekor kasus Covid-19 harian dengan 9.394 kasus. Selang sehari di tanggal 28 Juni 2021, hanya ada sedikit penurunan menjadi 8.348 kasus. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari provinsi penyumbang kasus harian kedua terbanyak, yakni Jawa Barat. Di tanggal yang sama, provinsi terpadat di Indonesia itu mencatat ada 4771 kasus.
Temuan kasus positif di DKI Jakarta, sebetulnya berkelindan dengan tes masif yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Dalam siaran pers PPID DKI Jakarta, Minggu (27/6/2021), dalam sepekan terakhir ada 135.940 orang di DKI, yang di tes PCR. Jumlah ini berada di atas target tes WHO yang menargetkan 1000 ter PCR per sejuta penduduk dalam sepekan.
Namun di sisi lain, tingginya kasus ini perlu diiringi dengan sejumlah peningkatan kewaspadaan. Hal tersebut dilakukan agar transmisi virus ini tidak semakin parah. Apalagi, di tengah kehadiran varian virus baru yang disinyalir punya penularan lebih cepat kepada mereka yang tidak patuh protokol kesehatan.
Dalam beberapa catatan, DKI Jakarta memang cukup kewalahan menghadapi gelombang baru pandemi ini. Sama seperti daerah lain, DKI Jakarta juga dihantui oleh ancaman kolapsnya Rumah Sakit.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dilansir dari Kompasmenyebutkan, keterisian RS rujukan di DKI sudah di atas 90 persen. Masih dari Kompas, tingginya kasus harian Covid-19 di Jakarta juga membuat penjualan oksigen di kawasan Jakarta Pusat meningkat. Bahkan, dua hari lalu stoknya sampai kosong.
Apa Strateginya?
Di tengah situasi yang cukup mengerikan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengupayakan sejumlah cara. Beberapa di antaranya bahkan sudah mulai dikejar sejak satu pekan lalu. Seperti pengetatan wilayah perkantoran di Zona Merah, yang diwajibkan 75 persen pegawainya untuk bekerja dari rumah.
Pada pekan sebelumnya, Anies meminta perkantoran memberlakukan kerja dari rumah untuk 50 persen karyawannya. Namun ternyata, kondisi tak kunjung membaik dan malah memburuk. Sehingga Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 759 Tahun 2021, Tentang Perpanjangan PPKM Berbasis Mikro dikeluarkan dengan aturan baru yakni 75 persen bekerja dari rumah.
“Zona merah work from home (WFH) sebesar 75%, dan work from office (WFO) sebesar 25% dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat,” demikian isi Kepgub Anies.
Baca Juga: Beda Vaksinasi Anak di China, Amerika, dan Indonesia | Asumsi
Pemberlakuan pembatasan yang jadi bagian dari PPKM Mikro ini, dilaksanakan sejak 22 Juni sampai 5 Juli nanti.
Kini, DKI Jakarta mulai mempertimbangkan kebijakan karantina wilayah secara mikro. Dalam video yang disiarkan di YouTube Pusdalops BNPB, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali mengatakan lockdown mikro dipertimbangkan, terutama untuk daerah dengan zona oranye dan merah.
Berdasarkan data di corona.jakarta.go.id, jumlah RT yang masuk dalam kategori zona merah pada periode 28 Juni-4 Juli adalah 55 RT. Naik pesat dari periode sebelumnya yang hanya ada di 10 RT dari 30.687 RT di DKI. Suatu wilayah masuk dalam zona merah jika terdapat lebih dari lima rumah dengan konfirmasi kasus positif selama tujuh hari terakhir.
Sebanyak 55 RT dengan zona merah itu tersebar di lima kota administratif. Secara rinci, di Jakarta Pusat ada empat RT, Jakarta Barat enam RT, Jakarta Timur tujuh RT, Jakarta Selatan 17 RT, dan Jakarta Utara 21 RT.
Langkah lain adalah percepatan vaksinasi. Target DKI Jakarta adalah 7,5 juta penduduk usia 18 tahun ke atas, per Agustus 2021 sudah divaksinasi. Target hariannya adalah 100.000 dengan beberapa hari belakangan sudah melampaui target, bahkan dengan 150.000 vaksinasi per hari. Cakupan yang melampaui target ini seringkali didapat di hari kerja.
Penambahan Kapasitas Ruang Perawatan dan Isolasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian tempat tidur rumah rakit rujukan pasien COVID-19 di DKI Jakarta mencapai 93 persen. Sementara tingkat keterisian ruang ICU pasien COVID-19 di ibu kota sebesar 87 persen.
”Okupansi 93 persen, ICU 87 persen. Tapi kami terus meningkatkan dan mengupayakan penambahan tempat tidur ICU, Nakes, laboratorium, dan dukungan,” kata Riza dikutip dari Tirto.
Sebelumnya, DKI Jakarta sudah melakukan sejumlah penambahan ruang perawatan di Rumah Sakit. Yakni delapan ribu unit di awal bulan lalu, dan tambahan lagi 10 ribu unit pada Sabtu (26/6/2021).
Baca Juga: Singapura Bakal Hidup Berdampingan dengan Covid-19, Bagaimana Indonesia? | Asumsi
DKI Juga mengupayakan dukungan tenaga kesehatan profesional tambahan untuk ditempatkan di RS total Covid, dan penyediaan tenda-tenda berukuran besar untuk IGD dan Perawatan Covid. Sekda Marullah Matali menyebutkan, beberapa waktu belakangan pihaknya sudah menyiapkan tenda-tenda ini. Namun, tak dimungkiri saat ini pihaknya masih membutuhkan sejumlah tenda baru yang diharapkan bisa didapat lewat kolaborasi dengan beberapa pihak.
“Kemudian menambah kapasitas perawatan Covid di RS TNI dan Polri di DKI Jakarta, termasuk mengubah sebagian menjadi RS total Covid-19,” ucap Marullah.
Selain itu, untuk isolasi pasien dengan gejala ringan sampai sedang, Pemprov DKI Jakarta juga menyiapkan sejumlah rumah susun baru yang dialihfungsikan menjadi tempat isolasi. Beberapa yang sudah dibuka adalah Rumah Susun Nagrak, dan Rumah Susun Pasar Rumput. Terakhir, pihaknya juga tengah mempersiapkan Rumah Susun Daan Mogot, dan Pulo Gebang.
“Kami sedang menginventarisir beberapa tempat yang mungkin bisa digunakan untuk isolasi pasien Covid-19,” kata Sekda Marullah Matali.
Baca Juga: Invermectin Buat Covid Hendak Dikaji, Jangan Beli Sembarangan | Asumsi
Sementara untuk pasien Orang Tanpa Gejala (OTG), Pemprov DKI Jakarta berharap adanya penambahan hotel untuk isolasi di luar lokasi yang telah disiapkan oleh Pemda. DKI juga akan menggunakan Sasana Krida Karang Taruna yang ada di kelurahan, untuk isolasi pasien OTG di Jakarta.
“Mudah-mudahan ada tambahan hotel untuk isolasi OTG ke depan,” ucap dia.
Tidak Bisa Jakarta Saja
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, di tengah situasi genting seperti saat ini, lockdown merupakan opsi yang paling optimal untuk mengatasi kasus Covid-19. Meski begitu, Dicky mengatakan, lockdown tak bisa dilakukan hanya di Ibu Kota saja. Mengingat, peningkatan kasus ini sudah cukup mendominasi di Pulau Jawa.
“Karena ini kombinasinya di semua daerah, gak cuma Jakarta. Se-Jawa ini,” kata Dicky.
Selain lockdown, opsi yang bisa jadi pilihan adalah kerja dari rumah 100 persen. Hasilnya, nanti bisa dievaluasi dalam dua pekan ke depan. Menurutnya, ini dapat secara signifikan menekan penularan Covid-19, lantaran pergerakan masyarakat dibatasi.
“Itu harus dilakukan kalau memang pemerintah serius. Tapi harus se-Jawa, tidak bisa Jakarta saja,” imbuh Dicky.