Kesehatan

Riset WHO: Bekerja Terlalu Lama Bisa Mematikan

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash

Jam
kerja yang panjang membunuh ribuan orang setiap tahunnya. Hal ini berdasarkan
hasil riset global yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Senin (17/5/2021).
Selain itu, kondisi pandemi Covid-19 diprediksi memperparah tren kematian
gara-gara work from home (WFH) yang terus meningkat.

Kasus
Kematian Terbanyak Laki-laki dan Asia Tenggara

Riset WHO dalam makalah jurnal
Environment International menunjukkan bahwa 745 ribu orang meninggal karena
stroke dan penyakit jantung akibat jam kerja yang panjang pada tahun 2016.

Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan
Iklim dan Kesehatan WHO, Maria Neira mengatakan, angka kasus hilangnya nyawa
orang secara global akibat jam kerja tak kenal waktu ini dilaporkan terus
meningkat hampir 30 persen dari tahun 2000.

Secara keseluruhan, kata dia, riset
menyatakan bekerja selama 55 jam atau lebih dalam satu minggu memicu risiko
stroke sebesar 35 persen dan penyakit jantung iskemia sebesar 17 persen dibandingkan
jam kerja 35 sampai 40 jam per minggu.
 

“Bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya
kesehatan yang serius,” kata Neira dikutip dari 
VOA dan Reuters.

Baca juga: Baekhyun “EXO” Divonis Hipotiroidisme, Seberapa Bahaya Penyakit Ini? | Asumsi

Ia
menuturkan, hasil riset ini disampaikan sebagai peringatan kepada para
perusahaan supaya lebih banyak memperhatikan pekerjanya, dalam aspek kesehatan
mereka.

“Dengan informasi ini kami ingin
mempromosikan lebih banyak tindakan, lebih banyak perlindungan terhadap
pekerja,” ucapnya.

WHO dan Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO) melakukan riset lanjutan baru-baru ini yang menyoroti jenis
kelamin pekerja yang meninggal karena bekerja terlalu keras. Riset itu
menyebutkan bahwa 72 persen korban adalah laki-laki.

“Kematian baru terjadi jauh di
kemudian hari, bahkan beberapa dekade kemudian, dari saat menjalani jam
kerja,” imbuh Neira.

Dalam riset WHO, masyarakat yang tinggal
di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat, termasuk di dalamnya Tiongkok,
Jepang dan Australia, merupakan negara-negara yang paling terpengaruh dalam
kasus ini.

Meski riset hanya melaporkan selama
periode tahun 2000 hingga 2016, Neira mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 yang
membuat orang melakukan aktivitas bekerja dari rumah
 (work from home/WFH) bakal membuat
situasinya lebih buruk.

Jam Kerja
Tak Kenal Waktu Picu Penyakit Mematikan

Neira menilai WFH di masa pandemi
menyebabkan jam kerja semakin tidak teratur, bahkan mendorong tren peningkatan
waktu kerja.
 “Setidaknya
9 persen orang bekerja dengan jam kerja yang panjang,” ucapnya.

Ia mengakui di awal masa pandemi,
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dan jajaran stafnya bekerja
dengan jam panjang.
 Belakangan,
WHO tengah memperbaiki kebijakan bekerja di masa pandemi ini sehubungan adanya
hasil penelitian tersebut.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Perkantoran Jakarta Meningkat, WFH Kembali Diserukan | Asumsi

Pejabat teknis WHO Frank Pega
menambahkan, pembatasan jam kerja sangat disarankan untuk diterapkan para
pelaku usaha ke pekerja di masa krisis ekonomi akibat situasi wabah.

“Benar-benar pilihan cerdas untuk tidak
menambah jam kerja yang panjang dalam krisis ekonomi,” tandasnya.

Menyikapi riset ini, Ketua Tim Mitigasi
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi mengatakan,
hasil riset ini merupakan peringatan dari WHO terkait adanya tren WFH yang
membuat para pelaku usaha terkesan memperkerjakan karyawannya tak kenal lelah.

“WFH dengan jam kerja panjang ini di
satu sisi kita memang jadi terhindar dari penularan virus cuma pergerakan tubuh
atau olahraga jadi berkurang,” kata Adib saat dihubungi
 Asumsi.co melalui
sambungan telepon, Selasa (18/5/21).

Ia mengamini jam kerja yang tak kenal
waktu, terlebih di masa pandemi bisa memicu peningkatan risiko penyakit yang
tidak bisa dibilang ringan.

“Risiko obesitas bisa meningkat
karena jadi lebih banyak ngemil, pola makan tidak teratur yang tidak diimbangi
olahraga, waktu kerja, dan waktu istirahat. Buat yang terus-terusan memandangi 
laptop, kesehatan saraf mata dan persendian
juga jangan disepelekan,” ungkapnya.

Jam kerja panjang yang terus-menerus,
tanpa istirahat yang cukup disertai waktu libur, kata dia, bahkan bisa memicu
penyakit kardiovaskuler mematikan, seperti yang disampaikan riset WHO.
 

“Peringatan ini benar, karena nanti
kecenderungannya kita akan berhadapan pada kondisi bukan hanya Covid-19 saja,
tapi penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol, dan jantung. Benar
kata WHO, kasus kematian karena jam kerja panjang bisa terus meningkat kalau
kita tidak bisa mengimbanginya,” terangnya.

WFH Butuh 2
Jam Istirahat

Selain penyakit fisik dan organ dalam,
menurut Adib, bekerja dengan jangka waktu panjang, bahkan seharian, bisa
mengganggu kesehatan mental.

Baca juga: Di INTM Isu “Eating Disorder” Jadi Ramai, Lantas Apa Itu “Eating Disorder”? | Asumsi

“Mengganggu mental health pasti lah. Quality of life jadi berkurang. Dalam
kehidupan kan penting membangun kejiwaan yang sehat serta relationship
yang baik. WHF dengan waktu yang panjang sampai seharian bikin hidup jadi tidak
berkualitas,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, ia mengharapkan riset WHO
ini menjadi peringatan bagi para pekerja supaya bisa menjaga kesehatannya
masing-masing.

“Terlalu mementingkan pekerjaan
tanpa peduli sama kesehatan diri sendiri itu juga bisa dibilang egois lho.
Bekerja di rumah harus sama jam kerjanya, seperti di kantor. Jangan sampai
sudah lewat tengah malam, masih mengurusi pekerjaan,” terangnya.

Ia menyarankan supaya bisa tetap sehat
jiwa dan raga, para pekerja harus bisa membagi waktunya saat jam istirahat
untuk tetap berolahraga.

Adapun waktu istirahat untuk WFH dengan
dinamika jam kerja yang berbeda dari biasanya, semestinya memiliki waku
istirahat yang sedikit lebih lama.

“Setidaknya, setiap bekerja di rumah
sempatkan atau minta ke bosnya, 2 jam istirahat. Bisa lapor kapan mulai
istirahat dan selesainya jam berapa. Saat waktunya kerja lagi, jadinya
terawasi. Ini dibagi 1 jam untuk makan yang cukup, minum air putih, relaksasi
diam sejenak tidak memikirkan pekerjaan dulu lalu 1 jam berikutnya olahraga
ringan. Selalu ingat juga waktu 6 jam untuk tidur malam,” tuturnya.

Share: Riset WHO: Bekerja Terlalu Lama Bisa Mematikan