General

Riset: Gen Z Lebih Suka Konten Merek yang “Receh”, Kenapa?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Tangkapan Layar YouTube Head & Shoulders

Perusahaan konsultan bidang kehumasan Hill+Knowlton (HK) Strategies Indonesia, merilis survei yang menyatakan merek-merek yang ada di Indonesia perlu terus mengimprovisasi pendekatan digital mereka terhadap segmen konsumen Gen Z.

Gen Z Segmen Terbesar Indonesia

Riset berjudul “Laporan Persamaan Generasi Muda” ini mengungkapkan, Gen Z menilai situasi lockdown atau kuncitara yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 membuat mereka lebih banyak berinteraksi di media sosial, hingga terjadinya peningkatan sikap individualisme anak muda.

“Lahir di era pengaruh internet di mana-mana menjadi faktor munculnya sifat unik yang membedakan Gen Z, dengan generasi sebelumnya yakni pengaruh dunia digital pada kehidupan mereka,” demikian disampaikan Marianne Admardatine, CEO di HK Strategies Indonesia dalam laporan survei tersebut. 

Sebagai segmen konsumen terbesar di Indonesia, Gen Z mendorong para pemilik merek lebih fokus pada platform digital yang dipersonalisasi, jika ingin terkoneksi dengan kelompok demografi kritis ini.

Adapun survei dilakukan kepada lebih dari 500 anak muda Indonesia, berusia 16 hingga 24 tahun dari seluruh negeri. Hal ini dilakukan untuk memahami sikap Gen Z dalam merespons situasi pandemi, serta  mendorong eksistensi merek harus terlibat dengan mereka dengan sebaik-baiknya.

Studi ini menunjukkan beberapa aspek mulai dari segi kebebasan sebagai anak muda yang menunjukkan perbedaan mendasar dalam karakteristik Gen Z di Indonesia.

“Mereka adalah generasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, agregasi  budaya, fluiditas dan kontradiksi,” lanjutnya.

Gen Z, kata dia, merupakan generasi yang terbagi namun mereka saling terhubung pada saat yang sama oleh persamaan yang disebutkannya tadi.

Generasi “Receh”

Admardatine mengatakan, soal ketertarikan Gen Z terhadap iklan sebuah merek, gaya penyampaian bercerita (storytelling) masih menjadi alat utama, meski diterapkan pada platform digital daripada interaksi tatap muka. 

Platform media visual seperti Instagram, Twitter, YouTube dan Facebook, TikTok, Line, Telegram, Discord, dan Wattpad menjadi yang paling disukai oleh mereka.

“Kami telah menemukan bahwa konten kreatif yang disnggap paling efektif dalam menangkap perhatian generasi ini diantaranya meme lucu alias “receh”, parodi, video slapstick,copywriting sinis dan lainnya,” jelas dia.

Hasil survei menunjukkan tayangan iklan bernuansa “receh” mengandung parodi yang paling berkesan bagi Gen Z, ialah yang dilakukan oleh merek sampo Head & Shoulders yang dibintangi aktor Joe Taslim.

Di dalam iklan tersebut, memperlihatkan sosok Joe yang sedang syuting iklan produk tersebut beberapa dianggap salah menyebutkan kata “shoulders” oleh kru.

Studi ini juga menunjukkan bahwa Gen Z sebagai generasi receh menjadikan platform digital dan media sosial sebagai “wadah” subkultur dari hasrat pribadi.

“Seperti musik, seni, olahraga, makanan, dan perjalanan. Selain itu yang topik diminati antara lain soal ketertarikan seperti tujuan hidup, inklusivitas, hingga perdamaian,” terangnya.

Jika merek ingin memanfaatkan subkultur ini untuk melibatkan pasar, mereka disarankan untuk memahaminya dan menginvestasikan waktu (daripada uang) untuk menjadi bagian dari “gerakan” yang diminati anak muda.

Merek Harus Jaga Relevansi Konten Anak Muda

HK Strategies Indonesia juga menyarankan merek agar menjaga konsumen yang lebih muda, senantiasa terhubung secara sosial melalui kegiatan digital yang dapat dinikmati bersama.

“Contohnya termasuk Netflix Party, Zoom, dan Instagram Live yang semuanya telah mendapatkan momentum dengan memungkinkan anak-anak muda untuk nongkrong online,” ucapnya.

Pemuda Indonesia dinyatakan dalam riset tersebut sebagai generasi yang cepat mengadopsi perubahan digital dengan minat yang bervariasi.

“Mereka merupakan penduduk asli digital sejati. Merek harus menemukan berbagai cara untuk meningkatkan kehadiran digitalisasi, serta menyesuaikan konten (iklan maupun promosi) agar relevan dengan basis audiens muda di Indonesia,” tandasnya.

Kenapa Gen Z Suka Konten Receh?

Founder dan Chairman MarkPlus, Inc Hermawan Kartajaya mengatakan, secara kepribadian Gen Z memiliki karakter yang lebih dinamis terhadap tren. Sehingga, mereka menyukai konten-konten ringan yang dibalut nuansa humor.

Generasi ini, lanjutnya, juga sangat terpapar dengan teknologi, bahkan juga mengalami berbagai revolusi dalam teknologi. Paparan teknologi ini tentu memengaruhi selera konten yang dianggap cocok oleh mereka.

“Mereka suka konten harus disajikan secara fun di dunia maya yang singkat, tapi menarik. Salah satunya memasukan unsur humor ini memang cocok untuk konteks anak muda. Di ranah merek, sekarang itu trennya omnichannel,” jelas Hermawan saat dihubungi Asumsi.co via telepon, Jumat (23/4/21).

Omnichannel, lanjutnya, merupakan strategi konten lintas saluran yang digunakan merek untuk meningkatkan pengalaman konsumen. Dalam hal ini, konten dan konteksnya harus diperhatikan untuk menjangkau segmen yang diinginkan. 

“Kayak iklan lucu sampo itu cocok ditayangkan di media sosial atau kanal YouTube dan memang kurang pas di televisi. Jadi cocok menyasar segmen Gen Z, yang tidak lepas dari interaksi dunia maya,” imbuhnya.

Ketua Perhimpunan Manajemen Sumber Daya Manusia/Indonesian Society of Human Resources (PMSM) Indonesia, Pambudi Sunarsihanto mengatakan, para milenial memiliki attention span (rentang perhatian) yang lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya. 

“Perhatian yang cepat “tercuri” oleh sesuatu yang baru ini tentu membuat gaya komunikasi dan cara hidup mereka berbeda,” ucapnya saat dihubungi terpisah.

Share: Riset: Gen Z Lebih Suka Konten Merek yang “Receh”, Kenapa?