Foto: Istimewa
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) periode 2007-2020 Hamli, memaparkan hasil riset BNPT pada 2020. Ia menyebutkan, dari hasil riset tersebut, perempuan ternyata lebih berpotensi terpapar paham radikalisme ketimbang laki-laki.
Seperti apa hasil risetnya?
Apa penyebabnya?
Hamli menyebut perempuan mudah mendapatkan pengaruh dari lingkungan sekitar. Namun, ia tak menjelaskan lebih rinci berapa persentase perempuan yang terpapar radikalisme dari lingkungan sekitar ini.
“Sekarang ada fenomena ibu-ibu yang nganterin anaknya, itu banyak yang kena di kumpulan ibu-ibu, makanya offline dan online itu juga harus menjadi konsentrasi karena finishing (penyebaran paham radikalisme) tetap di offline,” kata Hamli dalam diskusi webinar dari The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR) bertajuk Intoleransi dan Ekstremisme di Media Sosial, Minggu (14/2).
Radikalisme mudah tersebar di internet
Faktor penyebab radikalisme
Motivasi paling besar terhadap aksi radikalisme adalah berkaitan dengan agama, yakni sebesar 45,5 persen. Diikuti solidaritas komunal, balas dendam, separatisme, dan lainnya.
“Ideologi agama menjadi sangat penting, kita harus melakukan sesuatu terhadap isu ini, karena paling banyak sebabkan orang melakukan tindakan intoleransi.”
Eks teroris: blokir situs terkait radikalisme
Mantan pimpinan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas: “Saya melihat kurang tegasnya pemerintah maksudnya kurang banyak memblokir, saya harap Kominfo rajin blokir situs, media sosial atau apa saja konten yang berisi radikalisme atau yang mengarah terorisme, itu harus segera diblokir,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Strategi lain pencegahan: online dan offline
Pakar Terorisme Noor Huda Ismail menilai pencegahan secara daring (online) harus dibarengi dengan penanganan secara luring (offline). Pasalnya, muara penyebaran paham radikalisme juga banyak dilakukan melalui cara-cara offline.
“Bagaimana lawan narasi online? Ditutup, itu betul, tapi kalau yang saya pilih adalah critical voice orang yang sudah pernah terlibat terorisme itu, baik online dan offline itu yang kami jadikan untuk melawan narasi tersebut,” katanya.