Isu Terkini

Revolusi Putih di Jawa Barat, Akankah Sukses?

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

“Negara merdeka yang maju, negara merdeka tidak boleh ada anak-anak yang kelaparan. Tidak boleh ada anak-anak kita yang kekurangan gizi. Untuk pertama kali gubernur di DKI sudah diterapkan. Sekarang Revolusi Putih. Anak-anak sekolah dikasih susu,” kata Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat berkampanye untuk calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat (Jabar) di Depok, pada awal April lalu.

Pada kesempatan itu, Prabowo meminta cagub-cawagub Jabar, Sudrajat-Syaikhu, melakukan kebijakan Revolusi Putih jika terpilih nanti.

Apa sih Revolusi Putih itu?

Awalnya, Revolusi Putih merujuk pada rangkaian reformasi di Iran pada 1963, yaitu sebuah revolusi mengenai urusan pertanahan, pekerja di bidang industri, hingga pemberian hak suara perempuan. Namun, bukan revolusi semacam itu yang dimaksud Prabowo dalam hal ini.

Revolusi Putih yang diinginkan mantan Danjen Kopassus itu lebih kepada pemikiran Prabowo, yang menurutnya, untuk membangun karakter bangsa yang sehat dan kuat. Kata “putih” dalam hal ini identik dengan warna susu, minuman yang mengandung nutrisi penting dan bermacam-macam vitamin.

Wakil Sekretaris DPD Gerindra Jawa Barat Tobias Ginanjar mengatakan, Revolusi Putih itu adalah gerakan agar masyarakat rutin mengonsumsi susu. “Gerakan yang membangun kesadaran masyarakat, untuk menjadikan susu sebagai konsumsi rakyat Indonesia setiap harinya,” kata Tobias kepada Asumsi.

Dimulai di Lokasi Peternakan Milik Prabowo

Prabowo disebut sudah sejak lama memulai gerakan ini di lingkungan rumahnya yang memiliki lokasi peternakan di kawasan Hambalang, Bogor, Jawa Barat, di mana ia memberikan susu gratis untuk masyarakat sekitar.

Mengapa? Karena menurut Direktur Industri Minuman, Direktorat Jenderal Industri Argo, Abdul Rochim, tingkat konsumsi susu nasional masih rendah, baru mencapai sekitar 16,62 kg per kapita per tahun. Angka ini masih jauh di bawah negara-negara di Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia (36,2 kg), Myanmar (26,7 kg), Thailand (22,2 kg), dan Filipina (17,8 kg).

Dikampanyekan Pada pilgub DKI Jakarta 2017

Dalam kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta pada 2017 lalu, Partai Gerindra mempromosikan Revolusi Putih ini, yang kemudian mulai dijalankan pada awal 2018. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilaporkan menyediakan subsidi untuk dua produk pangan, yakni susu dan ikan beku.

Sebelumnya, adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan, program Revolusi Putih ini juga akan disediakan bagi siswa-siswi di sekolah negeri dan swasta yang tidak mampu.

“Ini adalah program dari Pak Prabowo, Revolusi Putih. Pada semua murid dan pelajar di DKI dari sekolah negeri dan sekolah swasta yang tidak mampu akan dapat makanan gratis. Berupa susu, kacang hijau, dan telur rebus. Itu nanti setiap hari sekolah,” kata Hashim setelah bertemu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota pada Oktober tahun lalu.

Revolusi Putih di Pilgub Jawa Barat, Akankah Sukses?

Jika salah satu program kampanye Partai Gerindra membawa isu Revolusi Putih di Pilgub Jakarta tahun lalu berhasil mengantarkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menuju kursi nomor satu di ibu kota, apakah demikian halnya di Pilgub Jabar tahun ini?

Pengamat politik dari Universitas Jendral Achmad Yani, Dr. Arlan Sidha, mengatakan, “Selama ini Revolusi Putih yang dikumandangkan Prabowo, sejak tahun 2009, ketika itu masih sebatas gerakan sehat. Artinya Gerindra harus mempertajam dan mensosialisasikan Revolusi Putih yang dimaksud, jangan sampai hanya dipahami oleh Prabowo sendiri.”

Komentar Arlan bukan tak beralasan, pasalnya isu gizi bukan hal yang terlalu populer di kalangan pemilih Jawa Barat.

“Partai Gerindra sebaiknya lebih memilih isu lain yang bisa menarik millennial voters, seperti misalnya ekonomi kreatif, lingkungan, dan budaya. Karena tiga hal tersebut adalah yang paling menonjol di Jawa Barat,” kata Arlan.

Tak Didukung Menkes

Meski demikian, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengaku tak sependapat dengan program Revolusi Putih. Menurutnya, program bagi-bagi susu kepada anak-anak itu tidak akan optimal.

“Saya agak enggak setuju. Susu kalian tahu dari mana? Dari sapi. Cukup enggak sapi kita? 250 juta penduduk mesti dapat dari mana,” kata Nila pada Oktober 2017 lalu kepada media.

Nila mengatakan, mencukupi gizi anak-anak di Indonesia tidak harus melalui susu. Ada makanan lain yang memiliki gizi sama dengan susu, tetapi pasokannya jauh lebih berlimpah untuk mencukupi kebutuhan seluruh anak di Indonesia, misalnya seperti ikan.

Share: Revolusi Putih di Jawa Barat, Akankah Sukses?