Politik

Reshuffle Kabinet Jokowi, Gimana Jatah Partai Oposisi?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi: Asumsi.co

Keberadaan partai oposisi yang berada di luar pemerintahan ikut masuk dalam perbincangan isu reshuffle kabinet Presiden Joko Widodo. Bagaimana nasib partai-partai oposisi, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga Partai Demokrat?

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali merespons isu reshuffle yang muncul usai terjadinya peleburan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta pembentukan Kementerian Investasi. Mardani menyebut bahwa PKS tetap konsisten menjadi oposisi.

“Pertama, PKS akan istiqamah jadi oposisi. Kedua,dasar reshuffle hendaknya berbasis data akurat dan adil. Pesan untuk Pak Jokowi, walau angkat Menteri hak prerogatif Presiden, tetap prinsip tata kelola dan efektivitas Pemerintahan mesti jadi pertimbangan,” kata Mardani saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (15/4/21).

Mardani menyebut jangan ada politik dagang sapi lagi dalam reshuffle kali ini. Apalagi, kata Mardani, ini sudah periode kedua Jokowi sehingga mesti bisa menempatkan tokoh yang kompeten di kursi menteri.

“Ketiga, Pak Jokowi punya visi dan misi yang perlu dikejar. Pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, reformasi birokrasi hingga penanganan COVID-19 menjadi pekerjaan utama. Siapa dan kementerian mana saja, monggo saja diputuskan.”

Senada dengan Mardani, politikus PKS lainnya, Nasir Djamil, menegaskan bahwa PKS tetap akan berdiri sebagai oposisi. PKS, menurutnya, akan konsisten mengkritik dan mengontrol kinerja pemerintah.

“Biarlah PKS di luar pemerintahan. Sebab kehadiran kami di luar pemerintahan adalah aspirasi kader dan simpatisan serta para pemilih yang ingin adanya check and balance terhadap pemerintah yang berkuasa,” kata Nasir saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (15/4).

Menurut Nasir, partai yang berada di luar pemerintahan, namun konstruktif, aspiratif dan subtantif, akan sangat membantu pemerintah yang berkuasa.

“Adapun soal adanya wacana ingin “bongkar muat” dalam kabinet, itu haknya Presiden Jokowi. Yang penting jangan khianati rakyat dengan cara menempatkan orang yang tak kredibel dan tidak punya kapasitas serta integritas,” ujarnya.

Bagaimana dengan Demokrat?

Partai Demokrat (PD) menyebut bahwa pihaknya tak akan ditawari Presiden Jokowi masuk ke kabinet dalam reshuffle kali ini. Menurut Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief, pihaknya pernah diajak bergabung ke kubu Jokowi, namun tak ada kejelasan.

“Tidak mungkin ada tawaran atau ada utusan. Karena set up politik rezim sekarang memaksa Demokrat dan PKS menjadi oposisi. Demokrat pernah diajak Pak Jokowi duduk di kabinet awal pemerintahan kedua,” kata Andi kepada wartawan, Rabu (14/4).

Menurut klaim Andi, Demokrat sempat diajak masuk ke kabinet Jokowi pada awal periode kedua pemerintahan Jokowi. Namun, Andi Arief mengatakan, Jokowi malah mengkhianati ajakannya itu sendiri.

“Sekali lagi diajak, bukan meminta. Namun yang mengkhianati ajakan itu, ya, Pak Jokowi. Kami mengartikannya bahwa kami ditakdirkan mengambil peran menjadi oposisi,” ucapnya.

“Namun Partai Demokrat menganggap Pak Jokowi yang pernah khianati janji itu hal biasa dalam politik, meski bagi kami, yang memiliki standar etika politik, tidak mengenal cara itu. Kami memahami, mungkin saja saat itu terjadi perubahan pemikiran atau munculnya banyak tekanan.”

Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai baik PKS maupun Demokrat tampaknya tak akan masuk koalisi pemerintah. Keduanya, lanjut Ujang, akan lebih memilih untuk menjadi oposisi.

“Walaupun memang rentan dikerjai. Yang mungkin masuk kabinet itu PAN. Saat ini PAN belum masuk pemerintahan dan tidak juga menjadi oposisi. Dan berharap bisa gabung pemerintah. Dan jika gabung, PAN mungkin akan dapat jatah satu menteri,” kata Ujang kepada Asumsi.co, Kamis (15/4).

Share: Reshuffle Kabinet Jokowi, Gimana Jatah Partai Oposisi?