Isu Terkini

Ratusan Pekerja Pabrik Positif COVID-19, Bagaimana Fungsi Pengawasan Pemerintah?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Lagi-lagi, pabrik jadi sumber penularan COVID-19. 238 pekerja di pabrik PT LG Electronics Indonesia dikonfirmasi positif COVID-19 (25/8).

Awalnya, pihak perusahaan melakukan pelacakan dan tes usap kepada 600 pekerja setelah seorang pekerja dinyatakan positif dan meninggal dunia. Hasil tes usap pun menunjukkan bahwa sepertiga di antaranya positif dan pabrik berhenti beroperasi selama 14 hari ke depan.

Sebelumnya, klaster-klaster penularan COVID-19 juga kerap bermunculan di pabrik. 77 pekerja di pabrik rokok Sampoerna, Surabaya, Jawa Timur dikonfirmasi positif COVID-19 pada Mei lalu. Ada pula 34 karyawan pengepakan udang PT Panca Mitra Multi Perdana di Situbondo, Jawa Timur (8/8), 42 karyawan pabrik rokok PT Secco Nusantara di Probolinggo, Jawa Timur (24/8), dan 43 pekerja di sebuah pabrik di Tangerang (24/8).

Menanggapi maraknya klaster penularan COVID-19 di pabrik, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menyampaikan bahwa situasi ini tak lepas dari minimnya fungsi pengawasan pemerintah ke perusahaan yang melakukan pelanggaran.

Di satu sisi, pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi menerbitkan surat keputusan tentang protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19 di tempat kerja. Di sisi lain, pemerintah tidak secara tegas memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar aturan.

“Kami beberapa kali melakukan pengaduan ke dinas dan kementerian, tetapi hanya dicatat sebagai data. Tidak ada tindak lanjut dari laporan itu. Banyak terjadi pelanggaran karena memang tidak ada keseriusan untuk melakukan perlindungan,” ujar Nining kepada Asumsi.co (26/8).

Walaupun taat mengenakan masker, perjalanan dari dan ke tempat kerja dan aktivitas selama bekerja membuat buruh di pabrik mau tak mau berinteraksi dengan satu sama lain. “Ketika berangkat bekerja, di lingkungan pabrik itu kan bisa sampai ada ratusan dan ribuan orang. Walaupun mereka menggunakan masker, tapi masih saling berinteraksi.”

Tak semua perusahaan menggelar tes usap untuk seluruh pekerjanya. Kadang, dari ratusan atau ribuan pekerja, misalnya, perusahaan hanya melakukan tes untuk sebagian. Tak sedikit pula pekerja yang mesti menanggung biaya tes sendiri.

Sementara itu, waktu kerja yang dibatasi selama pandemi membuat upah mereka ikut dipotong. Mereka pun tak mampu mengeluarkan uang untuk melakukan tes usap secara mandiri. “Bagi buruh, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja kesulitan, apalagi jika harus membayar tes yang bisa sampai jutaan rupiah.”

Pemerintah diminta untuk secara tegas melakukan pengendalian dan pengawasan protokol kesehatan yang diimplementasikan perusahaan-perusahaan. Menurut Nining, banyaknya pabrik yang jadi klaster penularan virus COVID-19 menjadi pertanda tidak efektifnya protokol kesehatan yang selama ini diterapkan.

“Protokolnya bagaimana selama ini? Ini yang seharusnya dipertanyakan,” ujarnya.

Sementara itu, selain melakukan tes usap kepada pekerja-pekerjanya, pihak LG menyatakan juga akan memperketat protokol kesehatannya. “Perusahaan akan melakukan penyemprotan disinfektan di seluruh gedung demi keamanan dan keselamatan pekerja-pekerjanya,” ujar perusahaan dalam pernyataannya kepada Channel News Asia (25/8). “Hanya pekerja yang dinyatakan negatif yang akan kembali bekerja pekan depan.”

Share: Ratusan Pekerja Pabrik Positif COVID-19, Bagaimana Fungsi Pengawasan Pemerintah?