Bisnis

Prospek Investasi di GoTo, Seperti Apa Pertimbangannya?

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash/MayoFI

Gojek dan Tokopedia telah mengumumkan merger dan mengubah namanya
menjadi GoTo.  Mereka berencana
mencatatkan saham perdana alias IPO (initial public offering) di lantai
bursa.

Diketahui, secara valuasi, Gojek tercatat sudah masuk kategori
Decacorn. Pada tahun 2020 saja, Gross Transaction Value (GTV) Gojek
mencapai 22 miliar dollar AS. Dengan dua juta mitra driver yang terdaftar dan
100 juta pengguna aktif bulanan.  

Dengan adanya merger, valuasi GoTo mencapai nilai sekitar US$
17-18 miliar atau setara dengan Rp 247-261 triliun (kurs Rp 14.500/US$). 
Dengan besarnya nilai valuasinya menjadikan
masyarakat antusias untuk membeli saham GoTo.

Meski demikian, pendapat berbeda-beda perihal prospek investasi
di GoTo ini.

Baca juga: Merger Gojek-Tokopedia, Menakar Dampaknya Bagi Konsumen | Asumsi

Salah satu investor tanah air, Lo Kheng Hong, adalah salah satu
yang mengaku tak tertarik terhadap GoTo. Hal itu terungkap dalam acara
bincang-bincang yang diunggah di akun Instagram @lukas_setiaatmaja,
Selasa (18/5/2021) lalu. Dalam acara itu, ada peserta yang menanyakan tentang pendapat
mengenai prospek investasi di perusahaan teknologi, seperti Gojek atau
Tokopedia (GoTo), yang dalam waktu dekat dikabarkan akan IPO (initial public
offering
).  

Menjawab ini, Lo Kheng Hong mengaku, selalu menghindari membeli
saham yang baru IPO di lantai bursa. Sejumlah perusahaan teknologi semacam GoTo,
Traveloka, Bukalapak, dan sebagainya, ia tidak membelinya.

Menurutnya, sudah 20 tahun ia tidak membeli saham yang baru
mencatatkan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI)
. “Yang pertama, saya
sudah tidak membeli saham-saham IPO dalam 20 tahun lebih, karena tidak mungkin
pemilik perusahaan dan penjamin emisi [underwriter] mau menjual saham di
harga undervalue [di bawah pasar], harga murah. Pasti mereka mau menjual
harga IPO semahal-mahalnya. Jadi sudah 20 tahun lebih saya menghindari membeli
saham IPO,” kata Lo Kheng Hong dalam video yang diunggah di akun Instagram
@lukas_setiaatmaja,
dikutip Kamis (20/5/2021).

Ia menyebutkan, alasan lain belum tertarik dengan IPO perusahaan
teknologi dan sejenisnya karena valuasi perusahaan yang dinilai sangat tinggi.
Namun, tidak sejalan dengan kinerja perusahaan yang masih merugi. Hal inilah
yang membuat dirinya tidak berkeinginan untuk membeli saham sejenis.

“Mana mungkin saya beli perusahaan teknologi yang
valuasinya bisa 10 kali nilai buku, perusahaan masih rugi, untungnya masih
negatif, seperti Bank Jago [saham ARTO], perusahaan digital, mungkin PBV (price
to book value
) 90 kali. Saya ga ngikutin, masih rugi, aset juga masih Rp 1
triliun lebih, ya ga mungkin saya membeli,” kata dia.

Menurutnya, ia merupakan investor yang konservatif, yaitu
melihat labanya dahulu lalu membelinya.

“Saya
seorang investor yang konservatif, saya ga mau liat kinerjanya yang berlebihan
di masa yang akan datang. Jadi, saya mesti lihat labanya dulu, tunjukin ke
saya. Kalau sudah labanya besar, harganya murah, baru saya beli,”
terangnya.

Sementara itu, pengamat pasar modal, Ian Yosef, mengaku tidak
sependapat dengan investor berpengalaman Leng Kheng Khong. Menurutnya,
penggabungan dua raksasa perusahaan ini sangatlah bagus di masa depan. Bagi
para investor pemula dan masyarakat yang ingin membeli saham GoTo saat ini adalah
tepat.

Baca juga: Gojek dan Tokopedia Merger, Ini yang Perlu Diketahui | Asumsi

“Ini kan sebenarnya baru gabung, kalau gabung kan dari penjualan
saham kan, biasa perlu modal dan pembangunan. Ini baru pelepasan saham. Kalau
dilihat ke depannya untung. Kalau mau murah dari sekarang beli, tapi penuh
resiko,” kata Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia – ITB (PIKERTI – ITB) ini.

Menurut Ian, merger kedua perusahaan tersebut sangat menarik.
Gojek dengan layanan transportasi dan keuangannya, lewat GoPay, dan kepemilikan
sahamnya di Bank Jago, dapat menunjang bisnis e-commerce Tokopedia.

“Gojek bisa menyediakan layanan pengiriman jasa yang dibutuhkan
tokopedia, menyediakan pula alat transaksinya, hingga jasa keuangannya” katanya.

Bagi Tokopedia, bergabungnya Gojek juga memberikan keunggulan
dari sisi logistik. Jelas terlihat bahwa penggabungan keduanya adalah sebuah
simbiosis mutualisme.

Untuk itu, kata Ian, justru membeli saham GoTo saat IPO
sangatlah menguntungkan di masa depan, ketimbang menunggu perusahaan ini untung.

“Seharusnya sangat menguntungkan,” katanya

Share: Prospek Investasi di GoTo, Seperti Apa Pertimbangannya?