Isu Terkini

Presiden Jokowi Didesak Beri Amnesti untuk Baiq Nuril

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana Baiq Nuril Maknun, mantan guru di SMAN 7 Mataram yang menjadi korban pelecehan seksual tetapi justru divonis bersalah oleh MA dengan dasar penyebaran konten bermuatan asusila.

Nuril dijerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan divonis MA dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Padahal, sebelumnya, di tingkat pengadilan negeri, Baiq dinyatakan bebas.

Setelah mengajukan PK sejak 4 Maret 2019 lalu, MA melalui Ketua Majelis Hakim Margono dengan anggota majelis Desniyati dan Suhadi, akhirnya tetap memutuskan menghukum Nuril pada Kamis (04/07/19). Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Baiq Nuril terbukti mentrasmisikan konten asusila seperti yang diatur dalam UU ITE.

Presiden Jokowi Didesak Beri Amnesti untuk Baiq Nuril

Amnesty Internasional Indonesia dan SAFENet menyesalkan penolakan MA terhadap PK yang diajukan Baiq Nuril tersebut. Keduanya berharap Presiden Joko Widodo bisa segera dan secara proaktif memberikan amnesti kepada Nuril, yang yang sebenarnya merupakan korban pelecehan seksual.

Amnesty dan SAFEnet menilai alasan penolakan tersebut menunjukkan perspektif hukum Majelis hakim sidang PK tidak lengkap dalam menimbang keadilan bagi Nuril dan justru menyalahkan korban pelecehan seksual yang berusaha mengungkapkan kejahatan yang terjadi terhadapnya. Penolakan PK membuktikan sulitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan.

Lebih lanjut, Amnesty dan SAFENet menilai Nuril bukan saja direndahkan, tetapi dengan mudah dianggap sebagai sumber atau pelaku kejahatan. Ke depan, keduanya yakin penolakan PK ini justru dapat membuat para korban kekerasan seksual semakin takut bersuara.

“Sekaranglah saat yang tepat bagi Presiden Jokowi sebagai pemegang otoritas tertinggi negara untuk menghadirkan keadilan bagi seorang warganya, dengan memberikan amnesti,” kata Aviva Nababan dari Amnesty Internasional Indonesia dalam keterangan resmi yang diterima Jumat (05/07).

Baca Juga: Baiq Nuril (Lagi-lagi) Jadi Korban UU ITE dan Gerakan #SaveIbuNuril

“Langkah ini tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya. Presiden, disertai pertimbangan DPR RI, dapat secara proaktif memberikannya jika melihat terjadi ketidakadilan terhadap seorang warga negara. Hal ini penting untuk dilakukan oleh Presiden sebagai upaya untuk memberikan dukungan kepada korban-koran pelecehan seksual lain di Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus kriminalisasi yang tidak seharusnya mereka alami.”

Menurutnya, secara paralel, DPR RI juga harus segera memberi pertimbangan kepada Presiden mengenai perlunya amnesti sesuai Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Selain mendesak agar amnesti diberikan ke Nuril, SAFEnet dan Amnesty juga mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk menghapus pasal-pasal karet di UU ITE termasuk Pasal 27-29 UU ITE. Pasal-pasal ini telah banyak digunakan untuk melawan ekspresi yang sah dalam standar hak asasi manusia internasional dan keberadaannya akan menggerus kebebasan berekspresi di Indonesia.

Seperti diketahui, dalam putusan PK, MA menyatakan Nuril pantas menerima ganjaran kurungan karena telah merekam dan/atau mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya percakapan mesum dengan seorang pimpinan sekolah menengah atas di kota Mataram, sehingga membuat malu keluarga yang bersangkutan.

MA menilai bahwa Nuril salah karena mentransmisikan konten asusila. MA mengamini putusan kasasi dengan menyatakan tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan tersebut, dan bahwa pertimbangan hukum putusan judex juris itu sudah tepat.

Dengan penolakan PK, itu berarti Baiq Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan atas perbuatan merekam aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempat dirinya bekerja.

Seperti diketahui, Nuril yang saat kasus terjadi bekerja sebagai guru honorer di sebuah SMAN 7 Mataram, NTB, merekam perbincangan mesum dengan kepala sekolah yang saat itu merupakan atasannya karena tidak nyaman. Hal itu juga sekaligus untuk memiliki bukti guna menampik tuduhan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan kepala sekolah tersebut.

Rekaman itu kemudian menyebar dan Nuril dilaporkan oleh bekas atasannya dengan tuduhan pelanggaran UU ITE, khususnya Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE. Setelah dinyatakan bebas pada putusan pengadilan pertama di PN Mataram, Penuntut Umum mengajukan Kasasi ke MA.

Lalu, Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, kemudian membatalkan Putusan PN Mataram dan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Baiq Nuril dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan melalui Putusan Kasasi MA RI nomor 547 K/Pid.Sus/2018. Nuril kemudian berusaha mendapatkan keadilan dengan mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019 yang putusannya justru menguatkan putusan kasasi itu.

Share: Presiden Jokowi Didesak Beri Amnesti untuk Baiq Nuril