General

Ketika Prabowo, Jokowi, dan Sandiaga Berebut Perhatian Istri Gusdur

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Bakal calon presiden Prabowo Subianto baru saja mengunjungi ke kediaman istri mendiang Abdurahman Wahid atau Gus Dur, Shinta Wahid di Ciganjur pada Kamis, 13 September 2018. Prabowo didampingi anggota dewan pembina Partai Gerindra Fuad Bawazier, Wakil Ketua Umum Sugiono, dan pengusaha Maher Algadri.

Disambut oleh putri Gus Dur, Yenny Wahid, Prabowo masuk ke rumah dan menyapa Shinta Wahid, yang kemudian membungkukkan badan untuk memberi salam dan mencium tangan Shinta yang duduk di kursi roda.

Sebelum Prabowo, bakal calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno juga sudah mengunjungi kediaman Shinta Wahid. Seperti halnya Prabowo, kala itu Sandiaga pun mencium tangan Shinta sebagai rasa hormat.

Tak hanya mereka berdua, bakal calon presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari lebih awal juga telah mendatangi kediaman mantan Presiden RI ke-4. Selain untuk memperingati ulang tahun almarhum Gus Dur secara terang-terangan Jokowi meminta restu Sinta Wahid beserta seluruh keluarganya untuk melenggang ke perhelatan Pemilihan Presiden 2019 nanti.

“Yang terakhir, memang saya memohon doa restu kepada Ibu Sinta,” ujar Jokowi, di kediaman Gus Dur, Jalan Warung Sila V, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat sore, 7 September 2018.

Usaha Merebut Suara NU

Gus Dur sendiri merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus mantan Ketua NU. Perlu diketahui, NU selama ini dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan jumlah anggota terbesar di Indonesia.

Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengtakan bahwa Lembaga Survei Indonesia melalui exit poll pada 2013 merilis data bahwa dari 249 juta penduduk Indonesia yang mempunyai hak pilih, sekitar 36 persen atau 91,2 juta di antaranya mengaku sebagai warga NU. Pihaknya pun yakin bahwa jumlah warga NU lebih besar dari yang dicatat oleh LSI.

“Jika diasumsikan umat Islam yang ada di Indonesia itu setengah lebihnya adalah warga NU, maka jumlahnya tidak 91juta. Tapi sekitar 120 juta. Jumlah itu akan kita buktikan pada 5-10 tahun mendatang melalui Kartanu,” kata Hilmi.

Belum lagi sejarah NU di tangan Gus Dur dikenal sebagai organisasi yang berani. Di mana saat Soeharto mendukung adanya Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1990, Gus Dur justru menolak untuk bergabung. Menurut pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, ICMI hanya untuk membuat kekuasaan Soeharto makin menguat. Oleh sebab itu, dirinya justru membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas yang dihentikan pertemuannya oleh pemerintah.

Jejak Rekam Gusdur yang Bersih

Setelah menjabat sebagai Ketua NU hingga tiga kali kepengurusan, Gus Dur mendirikan PKB atas berbagai desakan. Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dari hasil itu, awalnya PDIP-P mengira calonnya Megawati Soekarnoputri akan terpilih jadi Presiden.

Nyatanya, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sebab masih ada partai lainnya. Seperti Akbar Tanjung yang saat itu menjadi Ketua Partai Golkar sekaligus Ketua DPR yang menyatakan dukungannya kepada Gus Dur, hingga pada 20 Oktober 1999, dalam rapat MPR, Gus Dur kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Namun halang rintang dan berbagai isu terus menerjang pria kelahiran Jombang, Jawa Timur. Ia diserang dengan kabar kasus korupsi Bulog. Namun, Rizal Ramli yang menjabat sebagai Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur, mangatakan bahwa kasus itu hanya bentuk pembunuhan karakter.

Rizal yang sempat menjabat sebagai Menko Kemaritiman menyatakan bahwa lengsernya Gus Dur merupakan konspirasi dari elit politik. Perlu diketahui, konflik antara DPR dan Gus Dur bermula dari langkah Gus Dur memecat Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara Investasi dan Pemberdayaan BUMN Laksamana Sukardi. Konflik antara Gus Dur dan DPR semakin membuncah saat Gus Dur menerbitkan Dekrit tentang pembubaran MPR/DPR serta pembekuan Partai Golkar.

Hingga akhirnya ia dihentikan oleh MPR melalui Sidang Istimewa dalam situasi gejolak politik yang cukup panas dan genting. Di mana para pendukung Gus Dur melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan Istana, dan adanya barisan polisi dan tentara yang berjaga-jaga.

Namun ketika situasi memanas, Gus Dur justru memilih keluar sendiri dari Istana dengan mengenakan celana pendek, kaos, dan sandal jepit.  Seakan ingin menunjukkan tak ada satupun kekayaan negara yang ia bawa pulang. Sekaligus sebagai bentuk keinginan untuk meredam amarah kedua kubu, kubu yang mendukungnya maupun yang menolaknya.

Setelah meninggal dunia pada 30 Desember 2009, Gus Dur masih terus dikenang, bahkan kedua pasangan capres dan cawapres yang akan bertanding di laga Pemilihan Presiden 2019 seakan berburu restu dan perhatian dari keluarga sang mendiang.

Share: Ketika Prabowo, Jokowi, dan Sandiaga Berebut Perhatian Istri Gusdur