Covid-19

Pos Penyekatan Mudik Jebol, Imbas Inkonsistensi Pemerintah?

Irfan — Asumsi.co

featured image
Tangkapan layar YouTube

Tindakan brutal banyak dilakukan masyarakat untuk bisa lolos dari penyekatan larangan Mudik Lebaran 2021. Alih-alih mematuhi larangan mudik untuk mencegah Covid-19 meluas, masyarakat malah berbondong-bondong memaksakan kehendaknya. Alhasil terjadi sejumlah penjebolan sekat.

Di Jalur Pantura Kedungwaringin perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang, misalnya, ribuan pemudik motor berhasil memukul mundur barikade penjagaan Polisi. Dalam video yang direkam Minggu (9/5/2021) malam oleh Sindonews, tampak seorang Polisi berusaha menyuruh pemudik motor untuk putar balik. Namun perintah polisi ini ditanggapi oleh riuh penolakan.

Beberapa bahkan memaksa naik ke trotoar atau naik ke pembatas jalan dengan cara menggotong motornya. Terlihat juga aksi tarik menarik sepeda motor antara pemudik dengan polisi. Dari pantauan udara, kemacetan padat kendaraan roda empat dari arah Jakarta menuju Jawa Barat juga tak terhindarkan.

Berdasarkan laporan Kompas, hingga dini hari, antrean kendaraan pemudik yang hendak keluar dari Bekasi sudah mencapai 5 kilometer. Kewalahan dan kalah jumlah, Polisi pun memilih untuk membuka sementara penyekatan.

Keterpaksaan aparat membuka penyekatan juga terjadi pada Sabtu (8/5/2021) di Jalan Cikarang-Kota Bekasi. Dalam video viral yang beredar di media sosial terlihat ada banyak sekali pemudik pengendara motor yang lolos dari pos penyekatan bahkan jumlahnya hingga ribuan orang.

Ketika lolos, para pemudik tadi langsung tancap gas meningalkan pos penyekatan. Sedangkan para polisi hanya bisa melihat tanpa bisa berbuat banyak.

Kemudian, di salah satu sisi jalan lainnya, para polisi sibuk memindahkan barrier penyekat jalan. Salah satu polisi bahkan langsung meletakkan barrier di depan pemotor. Namun karena jumlah pemotor begitu banyak, para pemudik tadi lolos juga.

Baca juga: Ramai Ajakan Mudik Bareng di Medsos, Bertekad Jebol Penyekatan | Asumsi

Imbas Inkonsistensi Pemerintah

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut pemaksaan keinginan mudik dari masyarakat hingga menjebol pos-pos penyekatan sulit dimungkiri menjadi imbas dari ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan aturan. Menurutnya, rentetan tindakan tak berkomitmen pemerintah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

“Ada pengetatan, tapi di sisi lain ada pelonggaran. Gak boleh mudik, tapi ada WNA masuk, misalnya, atau pelonggaran di aspek lain. Ini menimbulkan potensi distrust, apalagi ini kan rakyat lagi susah, kalau semakin represif akan berbalik malah berbahaya,” kata Dicky kepada Asumsi, Senin (10/5/2021).

Di pandemi tahun kedua ini, apalagi menjelang hari raya, memang tak semestinya pemerintah membuat masyarakat hanya sekadar objek dari regulasi. Menurut Dicky, sedari awal perlu langkah terukur dan solutif. Perlu juga masyarakat diberi literasi agar terbangun persepsi risiko yang sama.

“Dan kepatuhan publik umumnya terjadi kalau situasi itu terbukti makin terkendali. Ini (penjebolan) adalah salah satu bukti nyata di lapangan yang disebut dengan kekuatan massa. Apalagi massa itu yang udah enggak peduli memikirkan virus lagi, tapi keinginan yang sudah lama (hendak dilakukan) dan keterbatasan karena tidak mendapat solusi efektif,” kata dia.

Adapun yang bisa dilakukan pemerintah saat ini, kata Dicky, paling meningkatkan respons antisipasi pascamudik. Setelah lebaran nanti, perlu respons cepat, kuat, dan terukur hingga bersiap dengan skenario terburuk. “Ini jauh lebih baik daripada pasif dan percaya diri berlebihan,” ucap Dicky.

Strategi komunikasi risiko harus dibangun dan dijaga kualitasnya untuk membangun persepsi risiko yang sama bagi semua pihak. Langkah ini diikuti dengan penguatan fasilitas kesehatan, komunitas, dan genom. Termasuk penguatan sistem rujukan, layanan faskes, ketersediaan alkes (alat kesehatan), dan SDM.

Di sisi lain, akselerasi vaksinasi terhadap kelompok lansia dan komorbid juga perlu dilakukan. “Literasi kenormalan baru yang mendukung 5M dan penyiapan opsi PSBB Jawa Bali dan Luar Jawa Terpilih juga mestinya segera disiapkan,” ujar dia.

Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, menyebut bila potensi terjadinya tsunami Covid-19 seperti di India terbuka lebar bila banyak yang masih ngotot mudik dan mengabaikan protokol kesehatan. Terlebih lagi di berbagai kota sudah berstatus zona oranye dan merah. Ini menunjukkan penularan di tingkat lokal makin meluas.  

Oleh sebab itu, pemerintah harus mengantisipasi dengan kebijakan larangan mudik yang tegas.

“Ditambah pula adanya ancaman varian baru COVID-19 dari Inggris, Afrika Selatan, dan India yang telah masuk ke Indonesia,” kata Riris.

Menurut Riris, potensi peningkatan kasus ada lantaran orang Indonesia gemar mencari pembenaran. “Misalnya, membenarkan mudik dengan alasan merasa dapat terhindar dari Covid-19 dengan dalih menerapkan protokol kesehatan,” kata Riris.

Dibantu Brimob

Dari kejadian Sabtu (8/5/2021), diperkirakan ada sekitar 500 pemudik yang lolos. Belum ada informasi berapa pemudik yang lolos pada aksi penjebolan sekat kedua. Namun, sebagai langkah antispatif, Polri kini menurunkan personel Brimob di posko penyekatan.

Dalam laporan CNN Indonesia di posko penyekatan Gerbang Tol Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/5/2021), diturunkannya personel Brimob karena tugas penyekatan yang berisiko. Nantinya personel Brimob akan menjaga proses pemeriksaan yang dilakukan oleh persone Polisi lainnya.

“Mereka hadir untuk memberikan rasa aman bagi petugas yang lakukan pemeriksaan,” kata Kepala Satuan Patroli Jalan Raya (PJR) Ditlantas Polda Metro, Kompol Akmal kepada CNN Indonesia.

Menurut Akmal, menjaga sekat perbatasan dari pemudik bukanlah perkara mudah. Beberapa kali barikade mereka dipaksa diterobos. Apalagi, baru-baru ini beredar sebuah rekaman video seorang pria yang mengajak warga untuk tetap mudik selama periode larangan mudik lebaran. Pria tersebut juga mengajak para pemudik untuk melawan dan menerobos sekat-sekat yang telah dibuat kepolisian.

Akmal membenarkan bahwa kehadiran Brimbob bersenjata lengkap juga terkait dengan keberadaan video provokatif tersebut, “Ya, salah satunya karena itu”.

Lebih lanjut, menurut Akmal, saat ini ada sekitar 400 personel gabungan dari TNI-Polri, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan yang berjaga di pos penyekatan Gerbang Tol Cikarang Barat. “Pagi ini, kekuatan kami yang turun kurang lebih 100 personil, tambah Satpol PP, TNI, Dishub, jadi kurang lebih sekitar 400 personel,” ucap dia.

Share: Pos Penyekatan Mudik Jebol, Imbas Inkonsistensi Pemerintah?