Isu Terkini

Polemik Vaksinasi COVID-19 Mandiri, Tunda atau Lanjut?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Foto: Dado Ruvic/Reuters

Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/2/21) lalu, mengatakan bahwa demi mempercepat terwujudnya kekebalan komunitas (herd immunity) di masyarakat, vaksinasi mandiri bisa dilaksanakan pada akhir Februari atau selambatnya awal Maret 2021.

Skema vaksinasi mandiri atau vaksinasi gotong royong adalah program yang diminta khusus oleh pihak swasta agar bisa melakukan vaksinasi secara mandiri di luar program pemerintah. Tujuannya agar program vaksinasi bisa terlaksana secara cepat dan menyeluruh.

Namun, skema vaksinasi mandiri ini menjadi sorotan, lantaran dinilai melanggar berbagai prinsip di antaranya prinsip kesetaraan dan keadilan sosial. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan Sosial mendorong agar  vaksinasi COVID-19 menerapkan prinsip ekuitas, berdasarkan imbauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dalam hal ini, prinsip ekuitas adalah mengutamakan vaksinasi kepada petugas kesehatan dan kaum rentan, dan vaksinasi mandiri boleh dilakukan setelah kaum rentan mendapatkannya.

Tunda vaksinasi mandiri

Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda mengatakan bahwa pemerintah perlu menunda kebijakan vaksinasi mandiri karena ketersediaan vaksin COVID-19, baik secara global maupun domestik, masih sangat terbatas.

“Maka rekomendasi kami, tentunya untuk menunda skema vaksin mandiri ini. Pemerintah dapat fokus untuk upaya pengadaan bagi kelompok rentan dengan merek apapun yang sudah terbukti aman dan efikasinya sesuai dengan standar WHO,” kata Olivia dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan Sosial, di Jakarta, Minggu (21/2).

“Sekarang kita harus utamakan menekan tingkat kesakitan dan kematian akibat Covid-19 pada kelompok rentan. Itu tujuan utama vaksinasi ini,” ujarnya.

Menurut Olivia, pemerintah harus memperbaiki sistem pendataan dan strategi lainnya, serta mengutamakan pemeriksaan kesehatan gratis kepada lansia untuk menjangkau kelompok tersebut.

Selain itu, Olivia menilai pemerintah mestinya harus tetap fokus mengoptimalkan penanganan pandemi dengan strategi “3T” (testing, tracing, dan treatment), serta “3M” (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan).

Vaksinasi mandiri boleh saja asal adil dan setara

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko mengatakan bahwa vaksin mandiri sebetulnya boleh-boleh saja diterapkan, asal equal. Artinya ada keadilan bagi yang tidak mampu dan yang mampu.

“Prinsipnya boleh melakukan vaksin mandiri. Kalau yang tidak mampu, punya kesempatan yang sama. Jadi kalau yang tidak mampu itu, semua dibiayai oleh pemerintah, yang mampu dibiayai oleh swasta. Itu keadilan pertama,” kata Tri saat dihubungi Asumsi.co, Senin (22/2).

Keadilan kedua, lanjut Tri, artinya semua harus sama aksesnya. Kalau misalnya yang tidak mampu punya akses ke puskesmas, ke pelayanan kesehatan rumah sakit, sama juga dengan yang mampu. Kemudian harusnya vaksin mandiri menggunakan vaksin yang sama dengan vaksin gratis pemerintah, jangan sampai membingungkan masyarakat.

“Jadi pada prinsipnya harusnya vaksin mandiri, itu memberi peluang yang besar kepada yang mampu untuk menerima vaksin yang sama dengan yang tidak mampu. Kalau tidak sama, ya itu menjadi masalah bagi pemerintah. Oh yang ini dapat yang ini nggak.”

Lebih lanjut, Tri menilai vaksinasi mandiri dengan menggandeng swasta, akan meningkatkan kapasitas pemerintah dalam membeli dan pengadaan vaksin, mengingat kemampuan keuangan negara juga terbatas. Vaksinasi mandiri, menurutnya, akan memperluas cakupan orang yang divaksin.

Dengan begitu, jika vaksinasi mandiri terealisasi, Tri menyebut pemerintah perlu memikirkan dengan matang dan membuat regulasi yang komprehensif, agar tidak terjadi kisruh terkait pengadaan vaksin. Lalu, perlu juga dipikirkan proses pengawasannya agar nanti tidak ditunggangi oleh vaksin palsu.

Share: Polemik Vaksinasi COVID-19 Mandiri, Tunda atau Lanjut?