General

Polemik UU MD3 di Tangan Presiden, Diteken Atau Tidak Ternyata Enggak Ngaruh

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau yang simpelnya bisa kita sebut dengan UU MD3 masih jadi polemik. Selain isinya yang kontroversial karena terdapat pasal yang dinilai memberi hak imunitas secara berlebihan pada DPR, isi dari UU MD3 ini juga katanya membuat Presiden Indonesia Joko Widodo kaget, dan kemungkinan besar dirinya enggak bakal menandatangani UU tersebut. Nah lho?

Tapi menurut Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, UU MD3 itu tetap bakalan sah meskipun Presiden atau pihak pemerintah enggak mau meneken atau membubuhkan tanda tangannya. Sebab, kata Agus, UU MD3 tersebut sudah disahkan di Rapat Paripurna DPR pada 12 Februari kemarin. Jadi, meskipun Presiden Jokowi menolak ngasih tanda tangan, UU MD3 berlaku dengan sendirinya setelah 30 hari disahkan DPR.

“Memang aturannya dalam jangka waktu tertentu apabila Presiden tidak menandatangani, dianggap tidak menolak sehingga tetap masih bisa dilaksanakan,” kata Agus seperti dilansir dari Kompas.com pada 21 Februari.

Kabar Presiden Jokowi yang enggak mau tanda tangan itu disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly. Kata Yasonna, keengganan Presiden itu merupakan satu bentuk protes eksekutif terhadap sejumlah pasal dalam UU MD3.

Meskipun begitu, bentuk protes yang dilakukan Presiden Jokowi tetap enggak akan ngaruh terhadap perubahan UU MD3. Makanya, Sekretasi Jendral Partai NasDem Johnny G Plate bilang bahwa ada kegentingan yang mengharuskan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang UU MD3.

“Presiden bisa memilih alternatif yang lain apakah dengan Perppu, kalaupun dengan Perppu akan ditanya apa ada kegentingan memaksa bisa saja dijustifikasi ada kegentingan memaksa,” ujar Johnny dikutip Merdeka.com pada 21 Februari hari ini.

Selain itu, Ketua Fraksi NasDem ini juga ngasih beberapa saran untuk Jokowi. Ia ingin mantan Gubernur DKI Jakarta itu kembali membangun komunikasi dengan DPR untuk mencari solusi terhadap beberapa pasal yang dianggap kontroversial. Khususnya pasal 73 dan pasal 122 tentang pemanggilan paksa dan penghinaan terhadap parlemen.

“Bahwa memungkinkan membuka komunikasi dengan tingkat DPR untuk mengatasi ini maka belum terlambat juga bahwa kantor Presiden dengan pimpinan DPR mencari jalan mengatasi ini misalnya dengan mengembalikan itu kepada DPR perlu dibicarakan lagi di paripurna DPR memperbaiki Undang-Undang ini. Kan bisa juga,” sarannya.

Kalau menurut kalian, gimana ya nasib UU MD3 ini kedepannya? Kita pantau terus yuk!

Share: Polemik UU MD3 di Tangan Presiden, Diteken Atau Tidak Ternyata Enggak Ngaruh