General

Polemik UU MD3 Berlanjut, Rapat Paripurna Dibuka Dengan Interupsi

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pada hari ini (5 Maret) menggelar rapat paripurna Pembukaan Masa Persidangan ke-IV Tahun Sidang 2017-2018 di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta. Dalam rapat yang dimulai pada pukul 10.00 WIB ini, suasana nampak lebih riuh dari biasanya karena sebelum Ketua DPR RI Bambang Soesatyo membacakan pidato pembukaan, terdengar interupsi dari beberapa fraksi terkait Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau yang biasa disebut UU  MD3.

Salah satu interupsi datang dari Ketua Fraksi NasDem, Johnny G. Plate. Menurutnya, keputusan hasil revisi UU MD3 yang menuai polemik di masyarakat perlu ditinjau kembali.

“Masyarakat yang kami jumpai memohon dengan hormat agar Pimpinan DPR segera berkonsultasi kepada presiden mencari jalan untuk mencabut kembali keputusan paripurna terkait UU MD3,” kata Johnny.

Adapun bagian dalam UU MD3 yang jadi polemik adalah Pasal 245. Di Pasal itu tertulis bahwa kalau sebuah instansi hukum hendak meminta keterangan saksi dari anggota DPR, maka hal itu hanya bisa dilakukan setelah melalui persetujuan Presiden dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Publik menilai hal ini menjadi cara DPR untuk menjadikan dirinya instansi yang kebal hukum.

Selain Pasal 245, Pasal 122 juga jadi bahan kritikan. Pasal ini mengatur bahwa MKD berhak mengambil langkah hukum kalau-kalau ada orang/kelompok/badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR.

Presiden Joko Widodo pun sampai saat ini masih enggak jelas menerima UU MD3 atau tidak. Awalnya ada kabar Presiden Jokowi enggak akan ngasih tanda tangan hasil dari revisi UU MD3 yang udah disahkan pada 12 Februari lalu itu.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga bilang, bahwa sampai saat ini pimpinan baru DPR juga belum dilantik. Dan hal itu, menurut Fahri, adalah karena pemerintah belum belum memberikan kepastian terkait UU MD3.

“Undang-undang itu tergantung pemerintah, kalau pemerintahnya setuju, cepat, enggak ada perbedaan, pasti cepat. DPR juga ingin undang-undang itu cepat, kan yang selama ini undang-undangnya cepat itu kalau pemerintahnya setuju,” kata Fahri dikutip Republika.co.id pada 5 Maret.

Anggota Fraksi PDIP Henry Yosodiningrat pun menilai bahwa hasil revisi UU MD3 sebenarnya sudah sesuai dengan proses dan mekanisme yang berlaku. Saat pengesahan, kata Henry, pihak pemerintah juga awalnya udah menyetujui.

“Dalam pengesahan UU MD3 kita sama-sama tahu telah dilakukan pengesahan DPR bersama dengan pemerintah. Pihak pemerintah diwakili Menkumham, artinya UU sudah tidak ada persoalan karena sah secara hukum tinggal diundangkan,” kata Henry.

Share: Polemik UU MD3 Berlanjut, Rapat Paripurna Dibuka Dengan Interupsi