Isu Terkini

Polemik Guru Honorer yang Demo di Depan Istana Negara

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Permasalahan tenaga honorer kembali jadi polemik seiring aksi demonstrasi yang digelar guru honorer di depan Istana Negara Jakarta, Selasa 30 Oktober hingga Rabu 31 Oktober 2018. Ribuan karyawan honorer kategori dua (K2), yang mayoritas adalah guru, melakukan aksi demonstrasi menuntut agar diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Seperti apa respon pemerintah?

Aksi itu sendiri diikuti para guru yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia. Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK21) Titi Purwaningsih menegaskan bahwa mereka menolak konsep pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian (P3K) dan tetap mendesak agar mereka bisa diangkat menjadi CPNS.

“Kami menolak konsep pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan mendesak agar diangkat menjadi CPNS,” kata Titi di tengah aksi yang berlangsung di Taman Pandang, di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 31 Oktober seperti dikutip dari Antara.

Tak hanya itu saja, Titi berharap pemerintah menghargai apa yang sudah dilakukan para guru honorer dalam mencerdaskan anak bangsa selama ini. Untuk itu, pemerintah pun diminta berpihak kepada nasib para guru honorer.

Sementara itu, koordinator lapangan aksi, Nurbaiti, mengungkapkan bahwa pihaknya saat itu terpaksa tidur di sekitaran Istana lantaran tidak adanya kepastian dari pemerintah. Pada kesempatan itu, ia pun tak henti-hentinya mendorong semangat para guru honorer untuk terus berjuang tanpa lelah.

Nurbaiti pun menegaskan bahwa FHK2I harus tetap solid memperjuangkan harapan mereka untuk menjadi CPNS dan tak lagi berkutat sebagai guru honorer dengan pendapatan tak seberapa. “Kami tidak bisa lagi bekerja, jika tidak diberikan gaji yang cukup,” ujarnya.

Perlu diketahui, berdasarkan penjelasan Nurbaiti, para guru honorer tersebut selama ini hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 400.000 hingga Rp 500.000 per bulan. Tentu, lanjut Nurbaiti, nilai gaji sebesar itu tak cukup dan tak sesuai dengan beban kerja yang ditanggung.

Perlu diketahui, pada 2 Oktober 2018 lalu, Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan saat ini setidaknya ada 736 ribu guru honorer di Indonesia. Sementara itu, dalam seleksi CPNS tahun ini, pemerintah hanya akan menerima 112 ribuan guru melalui CPNS. Sementara, hanya 80 ribuan guru honorer K-II yang memenuhi syarat untuk mengikuti CPNS.

Lalu, sisanya terhambat oleh usia maupun pendidikan yang disyaratkan dalam UU ASN yakni 35 tahun. Oleh karena itu, Muhadjir menyatakan pemerintah akan memperjuangkan nasib para guru honorer tersebut dengan Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK).

Muhadjir mengatakan bahwa PPPK sendiri tak mendapat uang pensiun. Namun, katanya, PPPK akan dikelola gajinya agar mendapat jaminan hari tua. Pihaknya dan BKN akan berkerjasama dengan yayasan dana pensiun untuk menanganinya. Penggodokan CPPPK sendiri sudah selesai di Kemendikbud dan tinggal menunggu di Kemenkeu.

“Di Mendikbud sudah tuntas tinggal di Kemenkeu. Jadi [CPPPK dilaksanakan] setelah CPNS,” kata Muhadjir nasib para honorer K2 tersebut.

Apa Respons Presiden Jokowi?

Ternyata Presiden Jokowi sendiri tak memberikan respons apapun terkait aksi guru honorer yang mendesak untuk segera diangkat menjadi CPNS tersebut. Seperti diketahui, sepanjang hari Selasa, Jokowi tetap bekerja seperti biasa. Pagi harinya, ia menghadiri acara Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta.

Kemudian, pada sore harinya, Jokowi meninjau posko evakuasi pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Posko evakuasi itu sendiri berada di Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Lalu pada malam harinya, sekitar pukul 22.00 WIB, ketika sebagian guru honorer sudah terlelap tidur di sebrang Istana, Jokowi justru memilih blusukan ke pasar di wilayah Bogor untuk mengecek harga sembako. Kemudian esok harinya, Jokowi pun tak memberi jawaban meski ditanya wartawan soal demo guru honorer dan hanya tersenyum lalu langsung pergi meninggalkan wartawan.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin mengatakan bahwa masalah honorer ini sudah mengemuka sejak 2004 lalu. Menurut Syafruddin, pemerintah sudah memberikan perhatian besar kepada para honorer.

“Masalah honorer ini sudah mengemuka dari tahun 2004 dan pemerintah sudah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap para honorer tersebut, baik THK1 maupun THK2,” kata Syafruddin di Jakarta, Jum’at, 2 November 2018.

Secara hukum (de jure) sebenarnya permasalahan Tenaga Honorer Kategori 2 (THK 2) sudah selesai dan harus sudah diakhiri pada tahun 2014 sebagaimana diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2012, namun demikian dalam realitanya masih ada persoalan khususnya bagi sekitar 439 ribu lebih THK 2 yang tidak lulus seleksi di tahun 2013.

Sjafruddin menjelaskan bahwa sampai tahun 2014 pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang cukup masif dan progresif dengan mengangkat secara otomatis 900 ribu lebih THK 1 dan sekitar 200 ribu THK 2 menjadi PNS.

“Jadi apabila rujukannya hukum karena kita adalah negara hukum, maka permasalahan honorer seharusnya sudah selesai tahun 2014 seiring dengan diangkatnya kurang lebih 1,1 juta THK 1 dan THK 2 menjadi PNS,” ucap Syafruddin.

Untuk itu, lebih lanjut diterangkan bahwa dampak dari kebijakan tersebut saat ini adalah komposisi PNS didominasi oleh Eks THK 1 dan THK 2. Dari 4,3 juta lebih PNS, sebesar 26 % terdiri dari Eks THK 1 dan THK 2 yang sebagian besarnya diangkat secara otomatis tanpa tes.

Share: Polemik Guru Honorer yang Demo di Depan Istana Negara