Isu Terkini

Ketika Petasan Menjadi ‘Barang Haram’ Saat Lebaran di Banda Aceh

Habil Razali — Asumsi.co

featured image

Belasan remaja tampak sibuk mengatur posisi petasan berukuran tiga sentimeter. Benda yang meletup itu diletakkan di badan jalan aspal di Desa Jijiem, Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie, Aceh. Jarak masing petasan terpaut sekitar satu meter.

Di jalanan, pengendara yang melintas memperlambat lajunya dan agak menjauh. Di kejauhan, dari corong masjid, sayup-sayup terdengar kumandang takbir hari raya. Takbir terdengar lebih kuat saat mobil pawai takbir keliling melintas.

Ketika jalanan mulai sepi dari pelintas, korek api mulai dinyalakan serentak. Kemudian dengan cepat, api menyambar ke tunam petasan. “Duaaarrr,” ledakan menghentak beberapa kali. Cahaya dari ledakan menerangi jalanan dalam beberapa detik.

Kamis malam, 14 Juni 2018, belasan remaja itu tengah merayakan malam Lebaran dengan bermain petasan. Selain petasan yang meledak di tanah, mereka juga membakar petasan jenis roket. Ketika dibakar, isi petasan akan terlepas ke udara, kemudian meledak di atas.

Di Kabupaten Pidie, pemerintah setempat tidak melarang penggunaan petasan. Pedagang pun tampak bebas menjajakan petasan berbagai ukuran.

Dilarang di Banda Aceh

Berbeda di ibu kota Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh. Petasan laiknya barang haram yang sangat dilarang peredarannya. Pemerintah Kota Banda Aceh bahkan menyebut petasan menggangu pelaksanaan ibadah warga kota yang menerapkan syariat Islam itu.

Jauh-jauh hari sebelum lebaran, kepolisian dan Satpol PP berkeliling Kota Banda Aceh untuk melakukan razia petasan. Jika menemukannya, mereka akan menyita dan memperingatkan pemiliknya.

Pada Jumat, 8 Juni awal bulan ini, di kediaman Wali Kota Banda Aceh, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Banda Aceh menggelar rapat tentang pelarangan penggunaan petasan atau mercon selama lebaran.

Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengimbau agar warganya tidak menjual petasan atau membelinya. Menurutnya, petasan akan mengganggu pelaksanaan ibadah.

Dua hari sebelum dikeluarkan imbauan oleh Forkompinda, pada Rabu pagi, 6 Juni, Kepolisian Resor Kota Banda Aceh sudah mencuri start menyita petasan.

Sebelas kotak petasan diboyong dari sebuah ruangan. Petasan itu hasil sitaan dari seorang distributor di Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.

Mengandung Bahan Peledak

Kepala Kepolisian Resort Kota Banda Aceh AKBP Trisno Riyanto menyebutkan bahwa petasan tidak punya izin peredaran di Aceh. Dari sebelas kotak berisi ratusan petasan itu, kata dia, semuanya mengandung bahan ledakan besar.

“Di dalam mercon atau petasan ini mengandung bahan peledak. Hasil forensik dari semua yang dilakukan sampel, positif mengandung bahan peledak,” kata Trisno.

Kepolisian akan menerapkan undang-undang darurat pasal 1 ayat 1 UU RI No. 12 tahun 1951 tentang bahan peledak. Meski disita, kata Trisno, penjual petasan tidak dilakukan penahanan.

Di Aceh, kata Trisno, secara khusus melarang penjualan atau peredaran petasan dan mercon. Ke depan, pihaknya bersama Satpol PP akan gencar melakukan razia petasan.

“Kalau masih beredar di Banda Aceh, kita akan melakukan penindakan,” kata Trisno.

Dalam undang-undang darurat, kata Trisno, petasan yang diperbolehkan hanya berukuran di bawah 2 inci. “Meski ada yang diperbolehkan, namun di Aceh tetap tidak boleh karena tidak ada izin.”

Resah Anaknya Bermain Petasan

Mardiani, seorang warga Neusu, menyambut baik razia petasan. Menurut perempuan 41 tahun itu, dirinya sangat resah melihat anaknya bermain petasan.

“Kami bersyukur, selaku orangtua tentu resah jika mercon atau petasan masih dijual dengan bebas karena sangat berbahaya bagi anak-anak kami,” kata dia.

Larangan petasan saat perayaan hari besar—misal, Lebaran dan tahun baru—di Aceh disebabkan oleh kearifan lokal masyarakat setempat. Pada malam Lebaran, masyarakat Aceh biasanya melakukan pawai takbir keliling ataupun takbir di masjid hingga subuh tiba.

Pelarangan ini semakin gencar dilakukan setelah pemerintah Aceh menerapkan syariat Islam dan mulai memberlakukan Qanun Aceh tentang Hukum Jinayah tahun 2014. Sejak saat itu pula, setiap pelanggar syariat akan didera cambuk di muka umum.

Takbir terus berkumandang hingga dini hari. Letupan petasan sesekali menggelegar, disambut riuh tawa sejumlah remaja. Sementara di Kota Banda Aceh, petasan menjadi “barang haram” pada malam Lebaran.

Share: Ketika Petasan Menjadi ‘Barang Haram’ Saat Lebaran di Banda Aceh