Isu Terkini

Perilaku Misogini Dalam Perundungan Atlet Panahan Korea Selatan An San

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Atlet panahan Korea Selatan, An San menjadi bahan perundungan warganet hanya karena model rambutnya yang pendek. Padahal, dia telah mengharumkan negaranya dengan memboyong tiga medali emas di Olimpiade Tokyo 2020.

Dinilai dukung feminisme

Melansir Channel News Asia, perundungan terhadap An San di forum digital diketahui didominasi oleh warganet laki-laki. Mereka mengomentari gaya rambutnya karena menunjukkan kalau atlet tersebut merupakan sosok yang mendukung feminisme.

Bahkan, banyak dari warganet pria yang merundungnya menuntut An San meminta maaf dan mengembalikan medali Olimpiade yang diperolehnya dari kompetisi tersebut.

Dukungan dari politikus dan aktivis perempuan di Negeri Ginseng seketika menyeruak untuk An San. Mereka justru sangat mengapresiasi sosoknya yang berhasil mencetak skor 680 untuk kualifikasi tunggal putri di Olimpiade Tokyo.

Anggota parlemen perempuan Korsel, Jang Hye-yeong menilai aneh munculnya perundungan terhadap atlet yang mengangkat Korsel meraih prestasi tingkat global ini.

“Kami menghadapi hari yang aneh di mana panahan Korea sekarang menjadi yang terbaik di dunia, namun martabat nasional terlempar ke tanah karena seksisme,” ujarnya.

Meski demikian, ia memahami selama seksisme masih menjamur di masyarakat negara tersebut, orang seperti An San bakal dihina. “Serta diminta untuk dicabut medalinya hanya karena Anda berambut pendek,” lanjutnya lewat unggahan di medsos. 

Aktivis hak-hak perempuan Kwon Soo-hyun pun menyayangkan aksi perundungan ini. Ia mengaku sedih dengan sikap warganet yang melemparkan sikap tak bijak yang menghakimi pilihan personal seorang perempuan.

“Ini tentang pilihan dan tubuh mereka sendiri, padahal itu seharusnya bukan urusan siapa pun. Insiden ini sekali lagi menunjukkan skala seksisme dalam masyarakat kita,” tuturnya.

Muncul petisi dukungan

Persoalan ini pun memicu munculnya petisi dari warganet perempuan di Korsel yang mendukung An. 6.000 foto perempuan dengan rambut pendek diunggah di media sosial. 1.500 pernyataan dukungan juga disampaikan para pendukung An di situs Asosiasi Panahan Korsel.

Alih-alih meredam, sikap dukungan ini malah kian memancing kemarahan warganet yang melontarkan pernyataan bernuansa misogini yang menuding An sebagai figur yang anti-laki-laki.

“Kami tidak melatih dan memberi makan Anda dengan uang pajak sehingga Anda dapat melakukan tindakan feminis,” kata warganet pria yang meninggalkan komentar di akun Instagram An.

Direktur Eksekutif Yayasan Hivos Asia Tenggara sekaligus aktivis gender, Tunggal Pawestri mengaku ikut mengikuti isu soal perundungan terhadap An San. Bahkan, ia juga mencatat respons An dalam menyikapi perundungan ini. 

Ia tak heran dengan sikap An yang terlihat santai dalam merespons perundungan ini dengan menyatakan kalau alasan memilih rambut pendek demi kenyamanan penampilannya saat berlaga di panggung Olimpiade.

“Saya juga mengamati respons dia kalau penampilannya rambut pendek lebih nyaman, namanya juga atlet banyak pergerakan dan gerah. Dia bilang kan, gitu alasan pilih rambut pendek. Sebenarnya kalau bicara seksisme dan misogini bukan hanya di Korsel. Di hampir semua negara ada sikap seperti ini. Kalau Korsel dibilang negara yang paling patriarki mungkin kurang bijak juga mengatakan ini karena banyak negara Asia yang juga parah sikap patriarkinya,” terang Tunggal kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Jumat (30/7/21).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, misogini memiliki arti kebencian terhadap wanita. Melansir parapuan, kebencian itu bisa terjadi dalam perbuatan hingga perkataan. Seiring berkembangnya waktu, misogini juga lebih popular dikenal dengan istilah seksisme dan chauvinism.

Bernuansa politis

Tunggal Pawestri menilai alasan An jadi bahan perundungan karena adanya pagelaran besar Olimpiade Tokyo 2020 yang menjadi ajang adu unggul, baik atlet perempuan dan atlet laki laki. 

Hasilnya, Olimpiade ini memperlihatkan kalau atlet lelaki dan perempuan tidak ada bedanya dan bisa sama-sama berprestasi di cabang-cabang olahraga yang selama ini, terkesan hanya bisa dikuasai laki-laki.

“Apalagi banyak perempuan yang jagoan dan bisa menonjol. Bagi banyak orang yang memegang teguh nilai-nilai patriarki dan hanya melihat perempuan sebagai objek atau merasa perempuan enggak boleh unggul, tentu mereka merasa terancam. Inilah yang membuat perundungan An San naik, tapi justru malah semakin menonjolkan dia sebagai “iklan” sosok perempuan yang mengubah persepsi bagi kelompok patriarki. An ini mendobrak semuanya. Dia atlet yang juga bisa berpengaruh dan dapat menyampaikan pesan yang diterima banyak orang, termasuk juga ke aktivis perempuan yang akhirnya melahirkan petisi mendukungnya,” terangnya.

Sementara itu, Pakar Hubungan Internasional Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja menilai persoalan misogini yang memicu aksi perundungan terhadap An San lebih disebabkan karena kultur sebagian masyarakat di sana.

Meski demikian menurutnya, Korsel bukanlah negara dengan kelompok laki-laki ekstrem dalam menunjukkan sikap masogini. Sebab Korsel merupakan negara yang tercatat pernah memiliki presiden perempuan. 

“Sebenarnya itu lebih ke kultur di dalam negeri Korea Selatan, tapi bukan artinya mereka adalah negara yang keras menolak feminisme. Korea Selatan sudah pernah punya Presiden perempuan lho, Park Geun-hye. Jadi, sebenarnya ada kesempatan setara bagi perempuan di negara itu untuk tampil di politik, bahkan untuk bekerja,” katanya saat dihubungi terpisah.

Dinna menduga aksi perundungan dan sikap anti feminisme yang dialamatkan ke An San karena bernuansa politis. Momen Olimpiade ini, kata dia dijadikan media untuk melampiaskannya.

“Misalnya, di dalam negeri Korea Selatan ada perdebatan soal penggunaan pajak untuk atlet, atau soal pengelolaan atlet, dan seterusnya yang kemudian dikaitkan dengan sosok An San ini,” pungkasnya.

Share: Perilaku Misogini Dalam Perundungan Atlet Panahan Korea Selatan An San