General

Pengamat: Bakal Ada Kejutan Lawan Elektabilitas Prabowo di Pilpres 2024

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image

Perbincangan soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 kian hangat, terutama selepas dirilisnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja sejumlah pejabat oleh lembaga-lembaga survei.

Pengamat politik pakar hukum dari Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional (LPHSN) Ahmad Rifai menilai, pembahasan soal Pilpres 2024 ini masih terlalu dini untuk dibicarakan ke tengah publik. Terlebih, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang masih melanda Indonesia.

“Ini terlalu dini. Dari sisi sensitivitas ekonomi saat ini, memang itu belum sepantasnya untuk membicarakan masalah kekuasaan,” kata Rifai kepada Asumsi.co, Rabu (24/02/21).

Ia menambahkan, bagi orang-orang yang memikirkan kekuasaan semata, mereka terkesan tidak peduli kalau rakyat saat ini tengah menderita secara ekonomi, maupun sosial akibat pandemi serta bencana yang terus melanda negeri ini.

“Bagi pihak yang berkepentingan bahkan cenderung memikirkan kekuasaan, hasil survei elektabilitas sebagai capres ini bakal dimanfaatkan untuk mencari simpati kepada rakyat yang tengah dilanda kesulitan di masa pandemi,” ungkapnya.

Survei LSI Bukan Jaminan Elektabilitas Prabowo Terus Perkasa

Rifai menyikapi hasil survei LSI yang mencatat elektabilitas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto unggul apabila pemilihan presiden dilakukan sekarang.

Dalam simulasi semi terbuka, Prabowo memiliki elektabilitas sebesar 22,5 persen, diikuti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (10,6 persen) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (10,2 persen). Menurutnya, hasil survei tersebut tidak menjamin elektabilitas Prabowo akan terus perkasa hingga mendekati pelaksanaan Pilpres 2024.

“Hari ini mungkin hasil survei tinggi, tapi tidak menjamin terus perkasa lagi ke depannya. Ini karena sudah menggunakan pendekatan kekuasaan, artinya survei dilakukan saat beliau menjabat menteri bukan setelah nanti misalnya mau maju pilpres, mundur dari posisinya di pemerintahan,” jelas dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti  menilai tidak berlebihan jika Pilpres 2024 mulai menjadi pembahasan saat ini. Menurutnya, wajar jika hal tersebut sudah mulai menjadi diskusi lembaga survei karena tahapan dari Pilpres sesungguhnya sudah akan dimulai pada tahun depan.

“Kalau cuma sekadar membahas dan mendiskusikan survei saja sih, tidak apa-apa. Nggak ada masalah karena tahapan Pilpres itu sudah harus mulai 2022. Jadi, menurut saya jangan dilihat 2024-nya, tapi persiapan dan prediksi-prediksi kandidatnya sudah harus mulai diangkat saat ini,” tuturnya.

Bakal Ada Kejutan Lawan Elektabilitas Prabowo

Pengamat politik The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta, Arya Fernandes menilai survei LSI ini tentu dibutuhkan oleh Prabowo dan sejumlah nama lain yang berpotensi maju di Pilpres 2024 sebagai kalkulasi elektoral masing-masing.

“Terutama, bagi yang disebut-sebut sebagai capres karena dia bisa menghitung kemungkinan-kemungknan politik, seberapa besar peluang dia maju, kemudian besar peluang dia dicalonkan partai dan mengetahui siapa kompetitornya,” tutur Arya.

Meski demikian, menurutnya hasi survei ini masih akan sangat fluktuatif. Hal ini berkaca dari Pilpres 2004 dan 2014 yang menunjukkan dua capres saat itu, konsisten unggul di survei pada satu tahun terakhir sebelum pelaksanaannya.

“Saat Pak Jokowi maju di Pilpres 2014, serta Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) maju, titik penentunya kan setahun menjelang Pilpres. Intinya, angka-angka itu sangat cair, masih bisa berubah. Saya rasa masih akan ada kejutan lain yang tidak diperkirakan orang terjadi melawan elektabilitas Pak Prabowo yang unggul saat ini,” ungkapnya.

Share: Pengamat: Bakal Ada Kejutan Lawan Elektabilitas Prabowo di Pilpres 2024