General

Peran Pemuda dalam Membangun Politik yang Sehat

Rohmatul Izad — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Cara-cara berpolitik yang tidak sehat seringkali melahirkan tipikal kepemimpinan dengan hanya mengandalkan pencitraan yang jauh dari sikap idealisme yang tinggi. Kecenderungan ini hampir mudah ditemukan dalam melihat sepak terjang pemimpinan yang tidak memiliki rasa keberpihakan kepada rakyat. Padahal tujuan dari berpolitik tidak lain adalah untuk menentukan nasib rakyat dan stabilitas masyarakat menjadi lebih baik.

Kaum intelektual yang dianggap cerdas dan memiliki pemikiran yang jernih justru banyak ditemukan tidak ingin terlibat dalam urusan politik. Totalitas kesadaran yang dimiliki kaum intelektual muda, terutama menyangkut pemikiran dan pemahaman, lebih sering diproyeksikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan semata.

Sikap pesimistik yang mewarnai cara berpikir kaum intelektual terhadap masalah politik, adalah dampak dari keadaan politik kita yang masih belum sehat. Ujung dari biang keladi kebusukan politik terletak pada adanya budaya korupsi yang begitu menggurita hampir di setiap lini sistem perpolitikan kita.

Hal ini bisa dilihat misalnya, saat ini harga yang harus dibayarkan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, sama sekali tidak murah. Bahkan, biaya yang harus dikeluarkan jauh melebihi gaji yang ia peroleh selama ia menjadi pemimpin. Lagi-lagi, politik sebenarnya lebih berkaitan dengan masalah uang, jauh melebihi yang lainnya. Ini tidak hanya ironis, tetapi juga sangat berbahaya bagi kelangsungan sistem kepemimpinan di mana rakyat adalah tujuan yang sebenar-benarnya.

Ada satu anggapan bahwa jika kita sudah tidak percaya lagi dengan politik, maka hancur sudah masyarakat kita. Anggapan ini tentu saja dapat dibenarkan mengingat, berpolitik adalah cara bagaimana kita dapat menemukan sebaik-baiknya pemimpin dan seberapa berkualitaskan ia dapat merubah dan mensejahterakan masyarakatnya.

Jika pada saat yang sama keadaan perpolitikan kita justru diisi oleh orang-orang yang memiliki kecenderungan busuk yang hanya memikirkan uang dan kepentingan semata. Maka tidak ada cara lain kecuali, siapapun harus siap untuk terlibat dan sikap optimisme haruslah menjadi sesuatu yang lebih diprioritaskan. Ini adalah jalan terakhir dalam menentukan jalannya roda perpolitikan yang sehat.

Saat ini, tipikal kepemimpinan dan perpolitikan kita lebih banyak diisi oleh orang-orang tua. Mereka memang sudah sangat mapan, baik dari pengalaman, kondisi finansial dan cara perpikir mereka yang dianggap lebih holistik. Para pengurus partai politik dan pemimpin daerah rata-rata sudah lewat dari masa dewasa. Itu artinya, para pemuda, belum memiliki peran penting dalam praktik politik.

Biasanya, anak-anak muda masih terbatas berpolitik pada lingkungan kampus, di samping memiliki semangat yang luas biasa, mereka juga memiliki sikap idealisme yang begitu tinggi. Anak-anak muda lebih banyak terlibat dalam mengiringi perpolitikan kita, ketimbang terlibat secara langsung, karena disamping belum memiliki banyak pengalaman, cita rasa pemikiran mereka masih murni.

Kita sering mendengar bahwa antara teori dan praktik kadang bertolak belakang, meski tidak akan pernah ada teori tanpa praktik, tapi karena dua hal ini sudah sering dipertentangkan maka anggap saja itu sebuah kebenaran. Politik, sebagai sebuah sistem, dimanapun dan kapanpun pasti baik. Ini berbeda jika politik sudah masuk ke ranah praktik, karena siasat-siasat yang mainkan dalam berpolitik seringkali penuh teka-teki dan penuh dengan kerahasiaan.

Jadi transparansi itu sebenarnya sesuatu yang ada dipermukaan atau dibagian pinggiran, selebihnya, justru banyak berada di ruang ketertutupan dan kerahasiaan yang ditutup rapat-rapat bahkan ketika mulut politikus sudah mengucapkan jutaan kata-kata manis di hadapan publik dan rakyatnya. Begitulah politik, ia adalah satu-satunya perjudian yang disahkan, sebuah seni yang bisa mencekik aktornya kapan saja jika tidak piawai dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Tapi di luar itu semua, kita masih memiliki harapan, optimisme dan masa depan yang bisa kita rubah sesuai prinsip yang diyakini benar. Regenerasi, sebagai sebentuk evolusi dari keadaan politik, pasti akan terjadi, di mana pun dan di masa yang akan datang.

Lalu di mana peran intelektual muda? Bukankan mereka masih anak kemarin sore? Tanpa uang, tanpa pengalaman, dan pemikiran yang dianggap belum matang. Sebenarnya di sinilah problemnya, ada oposisi yang tidak sehat, ada pengkotak-kotakan yang salah kaprak, da nada kekeliruan yang sedari awal sudah menuntut pada kesesatan berpikir bahkan secara linier sekalipun.

Peran intelektual mudah seringkali diabaikan hanya karena mereka dianggap kurang ini kurang itu. padahal, hanya pemudalah yang secara kolektif dapat mengiringi setiap kebijakan politik yang boleh jadi sangat jauh dari nilai keberpihakan dan kepentingan terhadap rakyat. Jadi demo itu penting, bukan hanya untuk menghadang kebijakan brutal pemerintah, tetapi juga dapat dijadikan satu pertimbangan dengan memikirkan kembali apakah kebijakan itu layak diteruskan atau tidak.

Tidak hanya itu, peran pemuda juga sudah seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi roda perpolitikan kita. Mereka masih murni, cara berpikir mereka masih sangat sehat, dan yang lebih penting mereka mengerti di mana letak kebusukan politik di tengah kesadaran para politisi dengan sikap kepura-puraanya yang menggelikan.

Membangun politik yang sehat, sebenarnya bukan dimulai dari bagaimana merubah keadaan yang sudah sebegitu terlanjur buruk, tetapi melalui pemudalah hal ini dapat dimulai. Para intelektual muda, etnah ia seorang aktivis mahasiswa atau aktivis organisasi lainnya, sebenarnya lebih memiliki kepekaan terhadap kondisi ketimpangan sosial dan politik yang ada. Mereka dapat dianggap jauh dari sikap pragmatis dan mencari untungnya sendiri.

Bukan sesuatu yang tidak mungkin  jika pemuda dapat berperan lebih aktif dan lebih baik dari mereka yang sudah terlanjur dianggap mapan segala-galanya. Memotong generasi itu tidak mungkin, tetapi regeneras, dan kebutuhan akan pemuda yang kreatif, berjiwa tinggi dan semangat yang berapi-api, adalah sesuatu yang dibutuhkan bagi bangsa ini.

Politik sebenarnya bukan soal siapa dan kapasitas apa yang ia memiliki, tetapi lebih pada sikap individu yang memiliki semangat dan intergritas yang tinggi bagi pemenuhan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat, karena itu tidak ada yang lebih ideal dari politik kecuali bagaimana ia dapat diproyeksikan untuk kepentingan rakyat. Dan tentu saja, di atas semua itu, pemuda lah yang layak diapresiasi dan mendapatkan posisi yang sesungguhnya di area politik kita.

Rohmatul Izad adalah mahasiswa Magister Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Share: Peran Pemuda dalam Membangun Politik yang Sehat