Isu Terkini

Pentingnya Pembangunan Berkelanjutan Tahan Bencana di Indonesia

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Gempa bumi jelas menjadi momok yang menyeramkan bagi semua orang. Kapan terjadinya tidak bisa diprediksi. Begitu pun dengan besaran kekuatannya. Ketika terjadi, yang bisa dilakukan oleh manusia hanya merefleksikan diri dan bersiap untuk lebih mawas diri. Yang terbaru, gempa menggetarkan Sukabumi.

Sukabumi Dilanda Gempa

Pada Selasa, 8 Januari 2019, gempa bumi baru saja terjadi di Sukabumi. Gempa tersebut berkekuatan 5,4 Skala Richter. Episenternya berada di 93 kilometer selatan Kota Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, dan pada kedalaman 50 kilometer. Berdasarkan hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diketahui gempa disebabkan oleh subduksi Lempeng Indo-Australia. Apa itu subduksi?

Subduksi adalah penunjaman yang terjadi pada batas antar lempeng dan bersifat konvergen. Area yang menjadi tempat subduksi ini disebut dengan zona subduksi. Penunjaman ini terjadi akibat perbedaan massa jenis antara kedua jenis lempeng. Biasanya, lempeng yang lebih besar massa jenisnya menunjam ke bawah lempeng lainnya. Subduksi ini dapat terjadi di batas antar lempeng samudera dan benua, atau di antara sesama lempeng samudera. Ketika konvergen terjadi di zona subduksi, gempa bumi pun terjadi.

Pada kasus gempa yang terjadi di Sukabumi, lempeng-lempeng Indo-Australia ini bergerak secara konvergen ke satu sama lain. Gempa pun terjadi. Untungnya, tidak ada indikasi tsunami.

Selain Subduksi, Gempa Juga Dapat Disebabkan Beberapa Hal Berikut Ini

Subduksi memang menjadi salah satu penyebab terbesar gempa. Biasanya, gempa dari subduksi ini lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah gempa bumi tektonik. Meski begitu, gempa bumi tidak hanya terjadi karena adanya gerakan tektonik. Ada beberapa kategori gempa bumi lain yang tidak disebabkan oleh pergerakan lempeng.

Pertama, gempa bumi tumbukan, yaitu gempa bumi yang disebabkan adanya meteor dan asteroid yang jatuh ke bumi. Kedua, gempa bumi runtuhan, yaitu gempa bumi yang terjadi pada daerah pertambangan yang runtuh. Gempa bumi ini bersifat lokal. Ketiga, gempa bumi buatan, yang biasanya disebabkan adanya dinamit atau nuklir yang diledakkan. Terakhir, gempa bumi vulkanik. Gempa bumi ini terjadi disebabkan aktivitas magma di gunung berapi yang ingin meletus. Semakin aktif sebuah gunung api, akan semakin besar kemungkinan gempa bumi terjadi.

Indonesia, Negara Rawan bencana

Dari kategori gempa-gempa di atas, setidaknya ada dua yang begitu rawan terjadi di Indonesia, yaitu gempa bumi tektonik dan vulkanik. BMKG mencatat ada 11.577 kali gempa tektonik terjadi di Indonesia tahun 2018, lebih banyak 4.648 daripada tahun sebelumnya. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono, seperti dilansir kompas.com. “Artinya selama tahun 2018 telah terjadi peningkatan jumlah aktivitas gempa yang drastis di Indonesia, yaitu 4.648 kejadian gempa tektonik,” ungkap Rahmat, Sabtu (29/12/2018).

Selain tektonik, aktivitas vulkanik juga perlu diwaspadai. Setidaknya ada 68 gunung api aktif di Indonesia yang sewaktu-waktu dapat meletus. Pada akhir tahun 2018, publik Indonesia dikejutkan dengan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami di wilayah Banten dan Lampung.

Dari kondisi ini, terlihat jelas kalau Indonesia merupakan negara rawan bencana. Masalahnya, Indonesia seolah-olah tidak mempersiapkan hal tersebut. Ramson Siagian, anggota Komisi VII DPR, mengatakan kalau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tidak memiliki anggaran yang cukup untuk dapat membeli peralatan alat deteksi tsunami, yang seringkali terjadi setelah gempa. “Sebelum majukan rancangan anggaran, lembaga negara dibatasi plafon yang telah ditentukan. Plafon itu tak memungkinkan BPPT membeli peralatan,” ucap Ramson, Senin (1/10) yang lalu. Ia pun melanjutkan, “pemerintah kurang sensitif. Kita punya potensi gempa dan tsunami. Harus ada preventif, peralatan harus siap.”

Pembangunan ke Depan Harus Berorientasi Penanganan Bencana

Mengingat tingginya aktivitas tektonik dan vulkanik di Indonesia, ada baiknya prioritas pembangunan mulai difokuskan pada mitigasi bencana alam, khususnya gempa dan tsunami. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah seperti mewajibkan pendirian bangunan tahan gempa, mulai mengalokasikan dana yang lebih besar untuk mitigasi bencana, dan mendirikan lembaga yang secara komprehensif mengurus bencana. Mungkin kapasitasnya tidak harus setinggi kementerian, tetapi setidaknya memiliki wewenang penanganan bencana yang lebih luas dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dengan begitu, ketika bencana alam terjadi, angka korban dan kerusakan berada pada titik minim.

Share: Pentingnya Pembangunan Berkelanjutan Tahan Bencana di Indonesia