Budaya Pop

Pengharaman Uki Eks NOAH Pada Musik Bukan Tafsir Tunggal: Beda Guru, Beda Ilmu

Irfan — Asumsi.co

featured image
Nainoa Shizuru/ Unsplash

Mohammad Kautsar Hikmat atau yang sebelumnya dikenal sebagai Uki Noah boleh jadi sudah mundur dari ingar bingar industri hiburan tanah air. Namun bukan berarti berita tentangnya surut begitu saja. Nama Uki kini kembali diperbincangkan. Bukan karena karya barunya, tetapi justru karena pernyataan kontroversialnya: Musik haram.

Pernyataan Uki soal keharaman musik ia sampaikan dalam sebuah channel YouTube bernama Belajar Sunnah. Dalam video berdurasi kurang lebih dua menit itu, Uki menceritakan rasa sesalnya sempat berkecimpung lama di dunia musik.

Menurut dia, pengalaman hidupnya di musik alih-alih membanggakan justru membuatnya jengah. Menurutnya, musik adalah sesuatu yang haram dan jadi pintu buat kemaksiatan. Dengan begitu apa yang ia hasilkan selama ini pun haram.

“Terus kalau saya bilang dengan uang ini saya bisa sedekah banyak, tapi kita melakukan yang haram, nggak bisa,” ucap Uki.

Ia pun menyebut dengan menutup diri dari musik maka otomatis pintu maksiat pun tertutup. Soalnya, Uki beranggapan musik membuka pintu pada potensi barang haram lain seperti minum minuman yang memabukan, bercampur dengan lawan jenis, atau rokok yang ia nilai haram.

“Jadi dengan menutupnya pintu musik dan industri musik, kalian itu menutup banyak hal yang sifatnya mudarat,” ujarnya.

Uki juga mengingatkan agar kawan-kawan musisi berbalik pikir. Menurutnya, jika musik itu adalah pintu maksiat, maka musisi adalah pembuka maksiat itu sendiri.

“Jadi saya mengingatkan diri saya sendiri, buat para musisi juga, jangan mau jadi pintu maksiat untuk orang lain memasuki maksiat itu sendiri. Tutup erat seeratnya. Jangan mau kita jadi pintu maksiat,” ucap dia.

Pernyataan Uki lantas memantik perbincangan di publik. Banyak yang menilai, Uki yang baru pada 2019 memutuskan hengkang dari Noah karena alasan agama, masih berapi-api dalam mensyiarkan keyakinannya. Beberapa lagi menilai Uki berpendapat terlalu jauh sampai menyebut “tutup industri musik”.

Bukan hal baru

Pernyataan Uki bukan hal baru dalam kancah musik Indonesia. Sebelumnya, gelombang yang lebih panas pernah menyapu kancah musik Indonesia pada 2014. Saat itu, di waktu yang relatif berdekatan, serombongan musisi independen mulai menanggalkan gitarnya dan mengikuti sejumlah kajian yang berafiliasi pada metode salafi.

Berubahnya haluan para musisi independen ini menghentak bukan hanya buat para fans tetapi juga lingkungan sesama musisi. Apalagi mereka yang telah berubah haluan ini tak cukup hanya mendalami agama. Mengelompokkan diri dengan nama The Strangers –logonya menyerupai logo band Amerika, The Strokes–, mereka juga berkampanye, mendakwahkan paham-paham mereka yang di antaranya keharusan memelihara janggut, mengenakan celana di atas mata kaki, hingga bicara soal keharaman musik.

Bahkan, di 2014, kelompok musisi independen yang telah anti-musik ini menyelenggarakan kajian bertajuk “Semua Suka Musik”. Menghadirkan Ustadz Ahmad Zainuddin Lc –seorang ulama berkebangsaan Indonesia lulusan Arab Saudi– sebagai pembicara, kajian ini dimoderatori oleh Reda Samudera (sebelumnya vokalis band rock n roll, Speaker First) dan Fani (eks-vokalis band mods revival, Innocenti). Sementara eks-musisi yang diminta testimoninya adalah Alfi Chaniago (sebelumnya di The Upstairs) dan Andri Ashari (dikenal sebagai vokalis band indie legendaris, Rumahsakit).

Baca Juga: Setel Lagu di Tempat Usaha Kena Royalti, Apa Kata Musisi dan Empunya Ritel? | Asumsi

Dalam video berdurasi dua jam lebih ini Ahmad Zainuddin berpandangan bahwa ada dawuh dari Nabi Muhammad SAW yang tegas mengharamkan musik. Dalam redaksinya, alma’adzif (diartikan sebagai alat musik) diharamkan bersama zina, khamr (minuman keras), dan sutera (buat laki-laki). Dengan begitu, keharaman musik sudah tidak bisa ditawar lagi.

“Dalam hadist (perkataan Nabi Muhammad yang diverifikasi lewat sejumlah jalur periwayatan) menggunakan kata “yastahilun” (yang artinya) menghalalkan. Berarti asal hukumnya apa? Haram. Jelas,” kata Ahmad.

Pendapat Berbeda

Namun, pendapat Ahmad dan kelompoknya bukanlah pendapat tunggal. Banyak juga pendapat ulama lain yang menyebut diperbolehkannya musik.

Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH Taufik Damas misalnya menyebut asal hukum musik adalah mubah. Yang artinya dikerjakan atau tidak, maka tidak ada konsekuensi pahala dan dosa.

Mengutip laman Nahdlatul Ulama, Kiai Taufik berpandangan selama dia bermain musik tidak melanggar agama dan dengan tujuan yang baik maka tidak ada masalah atas itu.

“Kita pun tidak bisa menyangkal fakta bahwa sebagian besar manusia juga menyukai musik,” kata Kiai Taufik.

Kiai Taufik tak memantik ada perbedaan pendapat ulama dalam menghukumi musik. Namun dalam dunia Islam sendiri, pendapat soal musik dibolehkan oleh cendekiawan seperti Imam Al-Ghazali dan seorang sufi Dzun Nun Al-Mishri atau Jalaludin Rumi yang mahsyur.

“Jadi tidak mudah kita mengklaim bahwa musik itu haram. Adapun secara individual orang menolak musik, itu silakan. Tapi ketika kepada orang lain kita terlalu rigid dan kaku, itu jangan. Toh faktanya, dosa itu bentuknya banyak. Apalagi kalau kita kembali kepada diri sendiri, kita ini pasti berdosa. Hanya saja dosanya berbeda-beda,” ucap dia.

Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh Muhammadiyah. Mengutip laman Suara Muhammadiyah, menari, menyanyi dan memainkan musik pada dasarnya mubah. Larangan timbul karena suatu yang lain, misalnya dilakukan dengan cara yang tidak dibenarkan agama.

Muhammadiyah memandang seni suara adalah ekspresi indah manusia, dengan demikian tidak dapat dikatakan bertentangan dengan agama. Namun demikian perlu diperhatikan bagaimana suatu seni itu disajikan.

Apabila musik menarik kepada keutamaan, maka hukumnya sunnah. Namun, apabila musik hanya sekadar untuk main-main belaka, maka hukumnya makruh. Akan tetapi, apabila mengandung unsur negatif maka haram.

Apabila musik menarik kepada maksiat maka hukumnya haram.

“Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya musik itu diperbolehkan secara kondisional yang berarti juga diharamkan secara kondisional,” tulis Muhammadiyah.

Beda guru, beda ilmu

Dengan melihat ragam pendapat tadi, maka bisa disimpulkan kalau ada kekayaan pendapat mengenai musik. Hal yang sama juga berlaku pada hal-hal lainnya.

Lagi pula, musisi yang kemudian memilih untuk mendalami agama bukan hanya Uki dan kelompoknya. Jauh sebelumnya ada nama Harry Mukti dan Gito Rollies.

Banyak juga musisi yang berguru pada metode ke-Islaman lain seperti Sakti (eks-Sheila on 7), Yukie (PAS Band), atau eks kawan satu band Uki sendiri, Reza. Mereka berafiliasi pada kelompok Jamaah Tabligh. Kelompok ini tidak mengharamkan musik secara eksplisit. Ada juga Komunitas Musisi Mengaji, ruang sejumlah musisi untuk tetap mendalami agama Islam tanpa meninggalkan profesi mereka di musik.

Nurul Annisa Hamudy dan Moh. Ilham A Hamudy dalam “Hijrah Movement in Indonesia: Shifting Concept and Implementation in Religiosity” menilai fenomena hijrah (istilah kekinian yang menggambarkan pertobatan seseorang) saat ini memang kerap membentuk pemahaman tekstual dan bentuk aturan pasti dasar pemahaman mereka yang melakukan hijrah. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa semua masalah agama telah ditentukan dalam agama teks.

“Agama menjadi kaku seperti matematika; tidak fleksibel lagi. Islam jadi lebih dimanifestasikan dalam ajaran yang praktis, tidak terlalu filosofis, dan tidak rumit.,” tulisnya.

Baca Juga: Usia 30-an dan Pencarian Musik yang Berhenti | Asumsi

Namun demikian, bukan berarti lantas kita menjadi antipati pada agama dan mereka yang mendalami agamanya atau berkeinginan menjadi muslim yang lebih baik. Yang terbaik adalah sama-sama belajar tentang Islam secara perlahan, dengan niat yang murni, dan dibimbing oleh guru-guru agama yang mumpuni.

“Dengan demikian, efek yang tidak diinginkan, seperti pemadatan identitas “aku berhijrah” terhadap mereka yang tidak hijrah, sudah tidak ada lagi di hubungan masyarakat. Karena tujuan sebenarnya dari memeluk Islam adalah memiliki keutamaan yang baik bagi sesama manusia,” tulisnya.

Share: Pengharaman Uki Eks NOAH Pada Musik Bukan Tafsir Tunggal: Beda Guru, Beda Ilmu