Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mempertimbangkan untuk menghapus izin mendirikan bangunan (IMB) dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Menurutnya, IMB dan AMDAL telah merepotkan para pelaku usaha dan menghambat investasi, yang ujung-ujungnya mempersulit penciptaan lapangan kerja sehingga merugikan masyarakat.
“Idenya adalah mencari simplifikasi,” kata Sofyan di komplek Istana Kepresidenan (11/11).
Menurutnya, IMB dan AMDAL dapat digantikan dengan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) sebab prinsip dan subtansinya tidak banyak berbeda, AMDAL bagi wilayah yang telah memiliki RTDR ialah kesia-siaan.
Kebijakan ini mengacu Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No. 24 Tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang Berlokasi di Daerah Kabupaten/Kota yang telah memiliki RDTR.
Sofyan berencana mengkoordinasikan kajian kebijakan ini dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Koordinator Kampanye WALHI Edo Rahman mengatakan bahwa pemerintah harus meninjau kembali rencana penghapusan tersebut. RDTR punya konsep yang berbeda dengan IMB dan AMDAL, sehingga tak bisa menggantikan fungsi dua izin tersebut. “RDTR itu kan hanya mengatur detail-detail pemanfaatan ruang dan dilakukan oleh pemerintah, sementara AMDAL adalah tanggung jawab pemrakarsa pembangunan. Mereka harus saling melengkapi, bukan menghilangkan,” kata Edo (25/11).
Edo menyayangkan sikap pemerintah yang justru seperti berjalan mundur. “Negara-negara lain sudah konsisten agar pembangunan mereka mengedepankan perlindungan lingkungan. Tapi Indonesia kok malah menghilangkan instrumen itu,” kata Edo. “Sama saja kita ingin menghancurkan lingkungan hidup Indonesia,” lanjutnya.
Menurut Edo, pemerintah tak bisa hanya melihat manfaat jangka pendek. Permasalahan lingkungan bisa saja tak begitu terlihat kini, tetapi dampaknya dapat mematikan di masa depan. “Periode pemerintahan ini cuma lima tahun, sementara dampak ke lingkungan baru terasa lima sampai sepuluh tahun ke depan. Hanya memikirkan investasi sesaat, mengabaikan dampak yang akan timbul di masa mendatang,” katanya.
Apa itu AMDAL dan Bagaimana Prosedur Mengurusnya?
AMDAL adalah kajian untuk menilai kelayakan rencana suatu kegiatan dari sudut pandang lingkungan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 mengatur jenis-jenis usaha yang wajib memiliki AMDAL.
Melalui proses tersebut, AMDAL dapat membantu menekan dampak pencemaran lingkungan serendah mungkin. Perubahan-perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut dapat diperkirakan sebelum kegiatan dilaksanakan. Selain mencegah kerusakan, hasil kajian AMDAL juga dapat menyediakan informasi tentang cara memperbaiki mutu lingkungan.
AMDAL tak hanya bermanfaat bagi lingkungan dan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam prosedur pengajuan AMDAL, pelaku kegiatan mesti mengadakan sosialisasi untuk masyarakat setempat. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui dari awal kegiatan yang hendak dijalankan di daerahnya. Masyarakat pun bisa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Kriteria wajib AMDAL ditetapkan bagi kegiatan-kegiatan yang punya potensi berdampak tertentu pada lingkungan di sekitarnya, seperti jumlah penduduk terdampak, luas wilayah penyebaran, intensitas dan durasi dampak, dan lain-lain.
Hampir semua bidang kegiatan atau usaha perlu melalui studi AMDAL. Mulai dari pertanian, perindustrian, perumahan, energi dan sumber daya mineral, nuklir, hingga pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Setiap jenis kegiatan punya skala atau besarannya sendiri yang menentukan apakah kegiatan tersebut wajib melalui studi AMDAL.
Untuk reklamasi wilayah pesisir, misalnya, kegiatan yang harus melalui proses AMDAL adalah yang punya luas wilayah lebih dari 25 hektar. Sementara untuk pembangunan perumahan, misalnya, dibedakan lagi sesuai dengan jenis pemukiman, yaitu kota metropolitan, kota besar, kota sedang, hingga wilayah yang diperlukan untuk keperluan transmigrasi.
Untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan perlu melalui proses AMDAL, kegiatan tersebut mesti melalui proses penapisan (penyaringan) wajib AMDAL. Proses ini akan memeriksa apakah sebuah kegiatan termasuk dalam kategori wajib AMDAL atau tidak. Jika tidak, izin kegiatan tersebut tetap mesti memiliki izin UKL-UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup) atau SPPL yang diatur pada Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2010.
Dari proses penapisan, kegiatan yang telah ditetapkan wajib melalui proses AMDAL mesti melalui proses pengumuman rencana kegiatannya ke masyarakat setempat, proses pelingkupan, dan proses penyusunan serta penilaian.
Dengan menghapus AMDAL, pemerintah juga menghilangkan hak masyarakat setempat untuk bersuara dan terlibat dalam rencana pembangunan atau kegiatan lain di sekitar mereka. “Dalam proses penyusunan AMDAL kan ada kewajiban untuk melibatkan masyarakat. Jadi pemrakarsa harus melakukan sosialisasi dan konsultasi ke masyarakat. Kalau kemudian AMDAL hilang, otomatis partisipasi dan keberatan masyarakat jadi bisa tidak diperhitungkan,” jelas Edo.
AMDAL dan Permasalahan-permasalahannya
Selama ini, kasus pelanggaran AMDAL marak terjadi. Banyak pelaku usaha yang tetap membangun atau menjalankan kegiatannya walaupun tidak mendapatkan izin IMB dan AMDAL. Ada pula kasus-kasus penyelewengan dan manipulasi data, padahal lokasi pembangunan tersebut sebenarnya tak layak bangun.
AMDAL Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur I di Aceh, misalnya, kerap dinilai asal jadi. Walaupun secara administrasi perizinan telah lengkap, tetapi substansi dokumennya mengkhawatirkan. Hariadi Kartodihardjo, Profesor Kebijakan Hutan IPB, mengatakan bahwa pemrakarsa tak menyosialisasikan proses relokasi ke masyarakat setempat. Mitigasi satwa pun lewat begitu saja. Ada pula temuan kasus-kasus korupsi di bidang perizinan pembangunan PLTA tersebut.
Proses perizinan AMDAL Transmart di Cilegon juga diliputi korupsi. Walikota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi terbukti menerbitkan izin AMDAL pusat perbelanjaan ini setelah menerima uang suap sebesar Rp1,5 miliar. Pihak-pihak lain yang terlibat adalah Direktur Utama PT Krakatau Industrial Estate Cilegon Tubagus Donny Sugihmukti sebagai penyuap dan Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon Ahmad Dita Prawira sebagai penerima suap.
Hariadi Kartodihardjo mengatakan bahwa korupsi dalam proses perizinan AMDAL sering kali ditemukan terjadi pada fase perizinan, penyiapan kawasan, evaluasi, pengawasan, dan pengendalian.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan meliputi manipulasi peta, pemerasan, penunjukkan konsultan oleh pejabat tertentu, hingga penyuapan masyarakat dalam dalam konsultasi publik. “Pelaksana kegiatan atau usaha juga berpeluang melakukan kecurangan serta tidak memberikan informasi rencana kegiatan secara transparan kepada publik, dan pelaksana kegiatan lebih mementingkan dokumen lingkungan hidup sebagai persyaratan administrasi,” kata Hariadi, seperti dilansir Mongabay.
Guru Besar IPB, Arief Sabdo Yuwono, juga mengklaim bahwa studi AMDAL untuk beberapa wilayah sasaran pembangunan di Bogor jadi sebatas formalitas. “Seorang pejabat dapat menyetujui dokumen AMDAL yang jelek hanya karena usaha ini milik rekan walikota atau bupati,” tutur Arief, dilansir Sindonews. Ia menemukan banyak kasus Kepala Dinas Lingkungan Hidup atau Kepala Badan Lingkungan Hidup yang didesak menyetujui dokumen AMDAL oleh atasannya, padahal dokumen tersebut tak layak.
Edo pun tak memungkiri maraknya kasus korupsi dan manipulasi data yang terjadi dalam proses kajian AMDAL. Namun, solusinya bukanlah dengan menghapus AMDAL. Justru, menurutnya, pemerintah mesti mencari cara untuk memperbaiki sistem. Sebab, jika AMDAL dihilangkan sama sekali, kasus-kasus serupa justru akan semakin mudah lolos. Lingkungan dan masyarakat setempat pun jadi korban pertama.
“Kalau kemudian praktik penyusunan atau pembuatan AMDAL selama ini bermasalah, ya diperbaiki. Pemerintah kan juga mendapat pengaduan dari investor-investor. Mungkin dari segi pembiayaan investor merasa terlalu mahal dan semacamnya. Bagaimana sistem bisa mengurangi pungutan kepada investor dan mafia AMDAL,” kata Edo.
Ia juga menekankan pentingnya semakin tegasnya penegakkan hukum di ranah lingkungan, mengingat selama ini ia menilai implementasinya masih lemah. “Yang sebaiknya didorong adalah bagaimana kita menciptakan sistem yang bisa mengurangi mafia AMDAL, penegakan hukum yang seadil mungkin, dan tak pandang bulu,” ujarnya.