Isu Terkini

16 Tahun Merdeka Dari Indonesia, Apa Kabar Timor Leste?

Abdul Qowi Bastian — Asumsi.co

featured image

Tahu enggak kalau kebebasan pers Timor Leste itu ternyata lebih baik dari Indonesia, lho?

Iya, dalam Indeks Kebebasan Pers yang baru dikeluarkan oleh Reporters Without Borders (Reporter Sans Frontiers/RSF) pada awal Mei ini, negara yang baru merdeka pada 2002 lalu, menempati peringkat ke-95 dari total 180 negara. Sedangkan Indonesia berada di posisi 124.

Apa indikasinya? Menurut pengamatan RSF, sejauh ini belum ada jurnalis yang dipenjara akibat profesinya, meski pernah terjadi ancaman yang diterima para kuli tinta itu di negara tersebut.

Tapi, bukan berarti kehidupan di negara yang dulunya merupakan sebuah provinsi di Indonesia itu lebih aman dan stabil. Buktinya, dalam kurang dari setahun, Timor Leste bakal kembali mengadakan pemilihan umum (pemilu) untuk kedua kalinya. Kok bisa?

Pasalnya, pemilu parlemen yang digelar Juli 2017 lalu berakhir kebuntuan. Sehingga, warga Timor Leste akan mengikuti kembali pemilu pada Sabtu, 12 Mei. Bagaimana ceritanya? Simak di sini:

Pemilu Parlemen 2017 Menemui Jalan Buntu

Dalam pemilu parlemen pada Juli 2017, partai politik Front Revolusi untuk Timor Leste Merdeka (Fretilin) mendapatkan suara 29,7 persen, atau hanya unggul 0,2 persen suara dari Partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (CNRT). Pemilu tersebut menghasilkan perdana menteri baru, yaitu Mari Alkatiri, seorang Muslim di tengah negara berpenduduk mayoritas Katolik.

Alkatiri menggantikan perdana menteri pendahulunya, Rui Maria de Araujo. Alkatiri merupakan perdana menteri Timor Leste pertama pada periode 2002-2006. Ia sempat mengungsi saat negara itu diinvasi oleh Indonesia pada 1975.

Pasca pemilu 2017 lalu, Fretilin kemudian membentuk pemerintahan minoritas dengan beberapa partai kecil lainnya. Namun, selang beberapa hari setelah pemilu Juli 2017, Presiden Francisco Guterres (Lu-Olo) meminta PM Alkatiri, sekutu politiknya, agar membentuk pemerintahan untuk lima tahun ke depan.

Sayangnya, situasi menemui jalan buntu setelah koalisi oposisi yang dipimpin CNRT menolak meloloskan program kebijakan Presiden Guterres. Pasalnya, inilah kali pertama CNRT kalah dalam pemilu sejak kemerdekaan.

Selisih di parlemen yang beranggotakan 65 orang ini membuat PM Alkatiri menuding oposisi berupaya melakukan kudeta. Sebagai akibatnya, Presiden Guterres membubarkan parlemen pada akhir Januari 2018 agar rakyat bisa memilih dalam pemilu berikutnya.

Timor Leste menganut sistem semi-presidensial. Dalam sistem ini, presiden memiliki wewenang terbatas untuk membubarkan parlemen jika diperlukan.

Akibatnya saat ini, pemerintahan Timor Leste tidak dapat beroperasi secara normal. Banyak proyek yang terbengkalai sembari menanti terbentuknya pemerintahan yang lebih stabil.

Fretilin sendiri awalnya merupakan gerakan perjuangan untuk kemerdekaan Timor Timur dari Indonesia. Setelah pada 20 Mei 2002 ketika Timor Leste mendapatkan kemerdekaannya, Fretilin berubah menjadi sebuah partai politik yang berusaha mendapatkan kuasa dalam sistem multi-partai. Saat ini Fretilin menaungi Perdana Menteri Mari Alkatiri.

Sementara itu, CNRT adalah partai politik yang didirikan oleh mantan presiden Xanana Gusmao pada Maret 2007.

Seberapa Penting Pemilu Parlemen Kali Ini?

Seorang guru sekolah di daerah Manlueana di Dili, Abel Da Costa, tak peduli siapa pun yang menang, asalkan negara tersebut memiliki pemerintah.

“Kami hanya menunggu pemerintahan yang stabil agar kami bisa meminta tolong,” kata Da Costa, pria berumur 66 tahun yang ingin memperbaiki gedung sekolahnya, kepada The Diplomat.

Permasalahan dari ketiadaan pemerintah yang hadir bagi rakyatnya ini termasuk budget yang tak kunjung turun bagi guru dan dana bagi pembangunan negeri.

Selain itu, terjadi kerusuhan oleh pendukung Fretilin dan CNRT pada pekan lalu yang mengakibatkan 16 orang terluka dan sejumlah kendaraan dibakar di jalan.

Timor Leste, yang dulu pernah dijajah Portugal hingga 1975, memiliki sejarah yang berdarah-darah. Pada 2006, misalnya, belasan orang terbunuh akibat konflik politik yang menyebar ke jalanan di ibu kota Dili.

Pembentukan pemerintahan baru yang mapan diharapkan dapat membawa angin segar bagi negara yang juga pernah berada di bawah kuasa Indonesia selama 24 tahun itu.

Apa Saja Tantangan Timor Leste?

Timor Leste tengah menghadapi tantangan berat untuk meningkatkan perekonomian yang lesu, yang saat ini bergantung banyak pada minyak dan gas bumi.

Negara berpenduduk 1,2 juta orang ini memiliki angka pengangguran dan kemiskinan yang tinggi. Angka pengangguran Timor Leste meningkat dari 15,000 menjadi 20,000 per tahunnya. Sekitar 40 persen warganya hidup dalam garis kemiskinan.

Salah satu penyebabnya adalah turunnya produksi dari ladang minyak dan gas, serta merosotnya harga komoditas.

Isu ini menjadi jualan bagi para politisi untuk meraup suara dalam pemilu, tapi menurut pengamat politik internasional, apakah gas bisa dimanfaatkan dalam jangka panjangnya?

Associate Professor of Innovation and Entrepreneurship dari Federation University Australia, Jerry Courvisanos, mengatakan pemerintahan Timor Leste berikutnya perlu strategi baru yang sesuai dengan garis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), mendorong investasi dari sektor swasta, dan mengembangkan ekspor non-minyak seperti agrikultur dan kopi.

Share: 16 Tahun Merdeka Dari Indonesia, Apa Kabar Timor Leste?