Isu Terkini

Pemerintah Aceh Sebut Miftahul Jannah Sebagai Pejuang Syariat Islam

Habil Razali — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Atlet judo tuna netra Indonesia, Miftahul Jannah (21) didiskualifikasi wasit pertandingan Asian Para Games 2018. Hal itu terjadi setelah dia enggan mengikuti instruksi wasit agar bertanding tanpa penutup kepala. Penggunaan penutup kepala melanggar aturan keselamatan olahraga para judo saat pertandingan. Padahal, pada hari Senin, 8 Oktober 2018 perempuan asal Aceh itu semestinya akan bertanding melawan wakil dari Mongolia, Oyun Gantulga. Wakil Mongolia itu akhirnya memenangi duel judo kelas 52 kg putri blind judo tanpa bertanding.

Miftahul Jannah yang mengenakan jilbab saat hendak bertanding itu, didiskualifikasi oleh wasit karena dianggap melanggar aturan soal penutup kepala yang tercantum di Artikel 4 Poin 4 aturan keselamatan dari Federasi Judo Internasional (IJF). Aturan tersebut berbunyi “Kepala tidak boleh ditutup terkecuali untuk balutan yang bersifat medis, aturan yang satu ini harus dipatuhi”.

Sebenarnya Tahu Aturan

Miftahul Jannah dalam sebuah konferensi pers mengaku tahu betul soal peraturan yang tidak boleh mengenakan penutup kepala dengan alasan keamanan. Namun ia memiliki keinginan yang kuat untuk tetap teguh pada pendiriannya menggunakan jilbab.

“Walaupun saya sudah tahu aturan ini, namun saya ingin mencobanya. Mungkin ada peluang untuk mendobrak aturan itu. Namun, setelah mendengar hasil technical meeting, ya sudah saya mengambil komitmen tidak akan ikut bertanding jika jilbab Miftah harus dibuka,” kata Miftahul Jannah dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/10/2018), dilansir Bola.com.

Miftahul Jannah juga mengaku sempat menangis tapi lega setelah memutuskan tetap tak mau melepas jilbabnya. Menurutnya, itu adalah keputusan terbaik. “Lebih banyak lega. Saya juga bangga karena sudah bisa melawan diri sendiri, melawan ego sendiri. Saya punya prinsip tak mau dipandang terbaik di mata dunia, tapi di mata Allah,” tuturnya.

Sudah Membujuk

Sementara Penanggung jawab tim para-judo Indonesia, Ahmad Bahar, mengaku pihaknya sudah mencoba berbagai cara untuk membujuk Miftahul Jannah agar melepas hijabnya. Namun, Miftahul tetap pada pendiriannya untuk tidak melepas hijab dan memilih mundur dari pertandingan. “Kami sebenarnya sudah mencoba memberikan pengertian agar dia mau melepas jilbab pada saat hanya bertanding setelah itu dipasang lagi, akan tetapi dia tidak mau,” kata Ahmad Bahar.

Sehari setelah didiskualifikasi dari pertandingan, pada hari Selasa (9/10) Miftahul Jannah bertemu dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Keduanya makan siang bersama dan bermain catur di rumah dinas Menpora, Jalan Widya Chandra III, Jakarta Selatan. Pada kesempatan itu, Imam Nahrawi mengatakan akan memindahkan Miftahul dari cabang judo ke catur setelah Asian Para Games 2018. Kepada Nahrawi, Miftahul juga menjelaskan dirinya lebih tertarik pada catur. Namun, karena di Bandung, lokasi kuliah Miftahul, tidak ada catur untuk disabilitas, dia masuk judo.

Selain itu, Miftahul Jannah juga mendapat hadiah umrah gratis dari Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini yang terharu dengan sikap dan pendirian teguhnya.

“Pejuang Syariat Islam”

Setelah didiskualifikasi dari pertandingan, nama Miftahul Jannah malah semakin dikenal karena tekadnya yang memilih meninggalkan arena daripada melepas hijab. Oleh karenanya, perempuan asal Desa Padang Baru, Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh ini mendapat apresiasi dari tanah kelahirannya.

Bahkan Pemerintah Aceh memposisikan Miftahul Jannah sebagai pejuang syariat Islam. Apalagi Provinsi Aceh merupakan daerah satu-satunya di Indonesia yang mempunyai keistimewaan memberlakukan syariat Islam. Tak hanya itu, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah memerintahkan Kepala Kantor Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta untuk segera melakukan pendampingan terhadap Miftahul Jannah. “Pastikan adik kita Miftahul Jannah tidak merasa sendiri, apalagi sampai larut dalam kesedihan. Katakan, seluruh rakyat Aceh bersamanya,” kata Nova Iriansyah.

Dia juga menyebutkan, jika ibu Miftahul Jannah ingin ke Jakarta, maka Pemerintah Aceh siap untuk memfasilitasinya. “Pokoknya, dik Miftah jangan sedih, kita semua bangga dengan keputusannya, ” kata Nova.

Menyambut Layaknya Pejuang

Nova Iriansyah juga menyebutkan, kepulangan Miftahul Jannah ke Aceh nantinya akan dilakukan penyambutan layaknya seorang pejuang di Bandara Sultan Iskandar Muda. Dalam penyambutan, direncanakan Pemerintah Aceh bakal menyiapkan acara doa dan peusijuek sebagai penghormatan terhadap Miftahul Jannah yang sudah memperlihatkan citra ideal syariat Islam yang selama ini berlaku di Aceh. “Kita akan sambut Miftahul Jannah layaknya menyambut seorang pejuang,” kata Nova Iriansyah.

Pemerintah Aceh juga memastikan Miftahul Jannah akan mendapat apresiasi lainnya, termasuk memberi beasiswa. Saat ini perempuan yang disapa Miftah itu sedang kuliah di Universitas Pasundan (Unpas) Bandung. Menurut Nova, apa yang dilakukan oleh Miftahul Jannah adalah watak dan karakter perempuan muslimah Aceh sejati. “Kita akan dukung beasiswa untuk dik Miftah, ini apresiasi atas keteguhan hatinya untuk tidak membuka hijab, ” tutur dia.

Share: Pemerintah Aceh Sebut Miftahul Jannah Sebagai Pejuang Syariat Islam