Isu Terkini

Pecandu Narkoba Harusnya Dipenjara atau Direhabilitasi?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief akhirnya menjalani rehabilitasi. Kabag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol Sulistyo Pudjo menyatakan penyelidikan terhadap Andi Arief tidak bisa dilanjutkan. Penyidik tidak punya cukup bukti sehingga Andi direhabilitasi.

“Yang bersangkutan ditangkap oleh Bareskrim Polri, Kemudian penyidik menyatakan tidak bisa diteruskan ke langkah penyelidikan dan harus rehabilitasi,” ujarnya di Kantor BNN, di Cawang, Jakarta Timur, Kamis, 7 Maret 2019.

Lebih lanjut, Pudjo mengatakan setiap orang yang kedapatan menyalahgunakan obat-obat terlarang, maka tahap berikutnya adalah penyelidikan. Lantaran Andi terbukti sebagai pemakai, namun kurang bukti dan kurang saksi, jadi proses berikutnya yang bakal dijalani adalah penyembuhan atau rehabilitasi.

“Bahwa yang bersangkutan tidak cukup bukti. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaannya ‘assesment’ urin-nya ternyata positif, tapi tidak cukup bukti akhirnya tidak bisa ditingkatkan kestatus penyelidikan,” ujarnya.

Pudjo mengatakan pihaknya telah memberikan rekomendasi tempat rehabilitasi untuk Andi, yakni di BNN Lido, Bogor dan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), Cibubur. Berdasarkan keputusan yang diambil, Andi akhirnya direhabilitasi di RSKO. BNN kemudian memberikan surat pengantar ke RSKO untuk dilakukan rehabilitasi, baik rehabilitasi inap atau jalan.

Mungkin, keputusan rehabilitasi terhadap Andi Arief tersebut membuat masyarakat masih ada yang bertanya-tanya, sebaiknya pecandu narkoba itu dipenjara atau direhabilitasi?

Jokowi dan Menkumham Canangkan Program Rehabilitasi

Jauh sebelumnya atau setahun setelah menjabat, Presiden Joko Widodo meminta BNN untuk melakukan akselerasi dalam proses rehabilitasi pecandu narkotik. Menurut Jokowi, jika BNN tak melakukan percepatan ini, jumlah pecandu narkotik akan semakin meningkat. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memang tampak semangat untuk mengaungkan program rehabilitasi terhadap pecandu narkoba ketimbang memenjarakannya.

“Tahun ini, 2015, coba disiapkan tempat rehabilitasi, agar rehabilitasi bisa lebih cepat. Paling tidak, tahun ini BNN harus bisa menangani 100 ribu pecandu, dan tahun depan bisa meningkat menjadi 400 ribu,” kata Jokowi dalam sambutan di acara Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Nasional Penanganan Ancaman Narkoba Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Februari 2015.

Saat itu, Jokowi mengungkapkan bahwa BNN hanya mampu merehabilitasi 18 ribu pecandu narkotika per tahun. Sementara menurut Jokowi, yang harus direhabilitasi mencapai 4,5 juta pecandu. “Paling tidak BNN perlu waktu 200 tahun untuk merehabilitasi seluruh pecandu. Itu pun dengan catatan tak ada penambahan pecandu,” ucapnya.

Dari data BNN, tercatat 4,2 juta orang yang terseret masalah penyalahgunaan narkoba pada 2011. Sebanyak 1,1 juta jiwa di antaranya berada pada kategori kecanduan dan harus segera direhabilitasi. Jokowi meminta BNN dan seluruh pemerintah daerah mengoptimalkan seluruh gedung pemerintah sebagai tempat rehabilitasi. “Gedung daerah yang bisa digunakan untuk rehabilitasi, gunakan saja,” ujarnya.

Sejalan dengan Presiden Jokowi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly juga menekankan program rehabilitasi. Ia menganggap memasukkan pengguna narkoba ke penjara tidak memecahkan masalah pemberantasan obat-obatan terlarang itu. Yasonna mengatakan seharusnya pengguna narkoba lebih baik direhabilitasi ketimbang dimasukkan ke dalam penjara.

Lebih lanjut, menurut Yasonna, kebiasaan mengonsumsi narkoba dari para pengguna bisa hilang sepenuhnya. “Pengguna kalau artis kan ketahuan masuk keluar masuk (penjara), nah yang tidak ketahuan ini kan masuk-keluar gimana? Maka rehabilitasi, rehab itu adalah satu pendekatan yang harus dilakukan. Sebaiknya pengguna itu direhab. Kita serahkan kepada keluarga dan negara juga harus memberikan anggaran” kata Yasonna di Lapas Narkotika Cipinang, Cipinang, Jakarta Timur, Senin 17 Desember 2018.

Yasonna mengatakan dengan menyembuhkan pengguna, Yasonna yakin hal tersebut dapat menekan pemakaian narkoba di Indonesia karena tidak ada lagi permintaan terhadap narkoba. Ia menjelaskan maraknya narkoba di Indonesia karena ada potensi pasar yang besar, sehingga hal itu membuat narkoba bisa masuk ke Indonesia dari luar negeri.

“Makin hari tercandu, bandar-bandar internasional akan masuk, karena untungnya sangat besar akan masuk dengan segala cara. Selagi permintaannya besar tidak akan terkoreksi, mereka pasti masuk barangnya. Mau kita tangkap berkali-kali,” ucap politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.

Pecandu Narkoba Harus Direhabilitasi

Pada dasarnya, rehabilitasi bagi pengguna narkoba merupakan suatu keharusan berdasarkan ketentutan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Dalam hal ini berdasarkan UU, maka negara bertanggung jawab untuk memulihkan para pengguna narkoba melalui rehabilitasi.

Maka dari itu, sudah seharusnya tak boleh ada kendala apa pun untuk program rehabilitasi, termasuk mengenai infrastruktur atau fasilitas pemulihan para pecandu narkoba. Dengan demikian seharusnya penerapan rehabilitasi pengguna narkoba adalah suatu keharusan kepada setiap pengguna, sehingga rehabilitasi tidak boleh digantungkan kepada kemampuan bayar dari masing-masing pengguna narkoba.

Selain itu, masyarakat juga harus berani untuk bersikap tegas apabila mendapati ada oknum aparat yang meminta uang dengan jumlah yang besar agar pengguna dapat direhabilitasi. Masyarakat dapat melaporkan oknum tersebut ke lembaga pengawas kepolisian seperti Divisi Propam atau Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Apabila yang meminta adalah hakim, maka dilaporkan ke Komisi Yudisial.

Sementara itu, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional atau BNN Komisaris Jenderal Anang Iskandar juga pernah menegaskan bahwa para pecandu narkoba memang seharusnya direhabilitasi, bukan dipenjara. Hal ini sesuai dengan amanat UU yang mewajibkan para pecandu narkoba wajib menerima perlindungan dari negara.

“Oleh karena itu pemakai harus menjalani rehabilitasi bukan dimasukkan dalam penjara. Cara penjara itu tidak efisien. Keluar nanti dia tetap cari itu barang lagi kan, pengguna itu termasuk pelaku dan korban jadi inti masalahnya yang harus diselesaikan,” kata Anang di Jakarta, Kamis, 20 September 2018.

Lebih lanjut, menurut Anang jika pecandu narkoba menjalani hukuman rehabilitasi, hal itu akan banyak mendapatkan keuntungan baik dari sisi pecandu, keluarga dan negara. “Kalau untuk pengguna yang pasti kan bisa sembuh, keluarganya dapat menghemat energi karena mereka tidak usah urusi si pecandu. Sedangkan untuk Negara bisa menghasilkan generasi yang sehat dan bisa menekan demand atau permintaan narkoba, karena kan penggunanya jadi berkurang,” ucapnya.

Share: Pecandu Narkoba Harusnya Dipenjara atau Direhabilitasi?