Isu Terkini

Pasca Bom Makassar: Apa yang Bisa Pemerintah Lakukan?

Irfan — Asumsi.co

featured image
Unsplash/Esteshamul Haque Adit

Keberagamaan dan kedamaian Indonesia sekali lagi tercoreng.
Ledakan bom bunuh diri yang belakangan diketahui dilakukan oleh anggota
kelompok teror Jamaah Ansharu Daulah (JAD) di Gereja Katedral Makassar menjadi
bukti bahwa ancaman gerakan ekstrem masih ada di sekeliling kita.

Direktur Riset SETARA Institue, Halili Hasan
menilai, peristiwa bom bunuh di Makassar merupakan sinyal keras bagi seluruh
pihak, terutama pemerintah untuk tidak pernah kendor dalam melaksanakan
‘protokol’ penanganan ekstremisme-kekerasan, baik di ranah pencegahan maupun
penindakan. Ekstremisme-kekerasan yang didorong oleh stimulus ideologis tidak
akan surut hanya karena pandemi. Tidak juga karena semakin baiknya perangkat
instrumental serta institusional penanganan ekstremisme-kekerasan oleh negara.

“Di tengah konsentrasi tinggi pemerintah
dalam penanganan dampak pandemi, perhatian pada penanganan
ekstremisme-kekerasan tetap tidak boleh berkurang,” kata Halili kepada
Asumsi.co, Senin (29/3/2021).

Secara objektif harus diakui, pandemi menyerap
begitu banyak mobilisasi sumber daya pemerintah untuk penanganan dampak
pandemi, baik sumber daya finansial maupun non finansial. Sehingga, wajar jika
ada pelemahan perhatian pada penanganan ekstremisme-kekerasan. Namun sebenarnya
dari sisi intensi, political will, saat ini pemerintah sedang kuat-kuatnya
dalam isu intoleransi, radikalisme dan ekstremisme-kekerasan.

Sementara program deradikalisasi BNPT sebenarnya
sudah cukup efektif dalam menekan persebaran dan konsolidasi jaringan teror.
Tapi BNPT tidak seharusnya sendirian pada isu ini.

“Selain itu, daya jangkau BNPT kan spesifik soal
penanggulangan terorisme. Tapi soal penanganan enabling environment bagi
terorisme, seharusnya tidak hanya mengandalkan BNPT,” ucap dia.

SETARA juga mendesak pemerintah untuk melakukan
tindakan komprehensif dan terukur untuk memitigasi dan melakukan penegakan
hukum yang presisi sesuai dengan kerangka negara hukum. Hal itu untuk menjamin
keselamatan seluruh warga.

Dalam rangka mitigasi dan pencegahan, belum lama ini Presiden telah
menandatangani Peraturan Presiden No 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada
Terorisme (RAN-PE).

“Akselerasi penerapan Perpres tersebut
secara komprehensif dan terukur mendesak untuk dilakukan dalam rangka mencegah
berulangnya peristiwa seperti yang terjadi di Makassar,” ujar dia.

Menurut Halili, pencegahan juga perlu melibatkan
akar rumput mulai dari elemen masyarakat sipil hingga pemerintah Daerah. Halili
menyebut, peran sipil dan pemda cukup signifikan memupus lingkungan pemicu bagi
terjadinya ekstremisme serta membangun lingkungan yang toleran dan inklusif.
Sehingga seluruh anak bangsa dapat hidup berdampingan secara damai di tengah
perbedaan dalam kebinekaan.

“Penerimaan atas kebinekaan merupakan
prediktor utama bagi keberhasilan penanganan ekstremisme kekerasan dan bagi
penguatan kebinekaan,” ucap dia.

Koordinator Jaringan Gusdurian –sebuah jaringan
masyarakat yang bergerak di isu toleransi dan keberagaman– Alissa Wahid
menyebut kalau ledakan bom bunuh diri di Gereja Katerdal menjadi puncak gunung
es ideologi ekstrem di Indonesia. Bibit dari gerakan ini sudah disemai lama
oleh mereka yang anti pada perbedaan dan keberagaman.

Putri Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau
yang akrab disapa Gus Dur ini menyebut sudah saatnya semua pihak berperan pada
penyebaran gagasan agama yang ramah. Alissa yakin, kekerasan dan kebencian tak
pernah diajarkan oleh ajaran agama mana pun.

“Sudah saatnya menyebarkan gagasan agama
yang ramah, serta memoderasi kehidupan beragama kita agar sesuai dengan ajaran
agama yang menjadi rahmat bagi semesta,” kata Alissa, Senin (29/3/2021).

Menurut dia, peristiwa intoleransi khususnya
terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan jelas telah melanggar hak
konstitusional yang dijamin UUD 1945 Pasal 28E Ayat (1). Dalam aturan itu
menyatakan, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali. Dia pun meminta pihak keamanan untuk mengusut tuntas kasus ini.

Sementara untuk pemerintah daerah, Alissa
meminta pemda melakukan pengamanan dan pemulihan korban pasca peristiwa. Serta
memberikan jaminan kepada warganya untuk bisa beribadah dengan aman. 
“Meminta negara untuk lebih aktif mencegah
berkembangnya ideologi ekstremis di semua level kehidupan berbangsa dan
bernegara,” ujar Alissa.



Share: Pasca Bom Makassar: Apa yang Bisa Pemerintah Lakukan?