General

Garuda Berkarya: Make-up Baru, Wajah Lama

Jeihan Farensyah Muhammad — Asumsi.co

featured image

Lolosnya Partai Berkarya sebagai salah satu partai politik (parpol) baru peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 menuai kontroversi. Bagaimana tidak, partai ini dinakhodai oleh Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), anak bungsu Presiden RI ke-2, Soeharto.

Majalah Tempo edisi 26 Februari menyebut Partai Berkarya hendak “membangkitkan Orde Baru. Mereka mengincar pencinta Orde Baru atau pemilih yang, karena kecewa terhadap hasil Reformasi yang telah berjalan 20 tahun ini, mengharapkan rezim Soeharto kembali melalui anak-anaknya”.

Tommy sebelumnya merupakan kader Partai Golkar, yang menjadi kendaraan politik Soeharto selama berkuasa di negeri ini 32 tahun. Ia pernah mencalonkan diri dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada 2009, namun kalah dan sama sekali tidak memeroleh suara. Di sinilah awal mula pendirian partai baru itu dicetuskan.

Tommy bukanlah pemain baru dalam politik Indonesia. Jaringannya luas, bisnisnya laku keras. Terlepas dari segala kontroversi yang mengintainya, Tommy patut diperhitungkan sebagai politisi ulung. Untuk bisa muncul ke permukaan dengan beban berat yang dipikulnya, pastilah Tommy sudah melewati berbagai aral melintang.

Ia pernah dihukum penjara 10 tahun setelah dinyatakan terbukti terlibat dalam pembunuhan Hakim Agung Syaifiuddin Kartasasmita pada 2001 lalu, namun bebas pada 2006 setelah mendapat potongan hukuman. Ia bisa melalui itu semua hingga akhirnya kini kendaraannya dinyatakan “laik jalan”.

Nama lain yang bercokol di jajaran kepengurusan Partai Berkarya adalah Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijanto. Sebelum digantikan Luhut Panjaitan pada 2015, Tedjo merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI dalam Kabinet Kerja. Ia bergabung dengan Partai Berkarya pada 2016 dan didapuk sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.

Ada juga nama Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai salah seorang pengurus Partai Berkarya. Jika nama Pollycarpus terdengar familiar, itu karena ia pernah didakwa karena terbukti membunuh aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, pada 7 September 2004. Mantan pilot itu harus mendekam di penjara selama 8 tahun 11 bulan karena menjadi dalam pembunuhan Munir di atas pesawat Garuda dalam penerbangan ke Belanda. Ia bebas pada 2014.

Hadirnya nama-nama lama, terutama Tommy, membuat partai ini tidak mungkin tidak dikaitkan dengan Golkar. Keduanya sama-sama berlogo beringin dan berwarna kuning, hanya saja Partai Berkarya belum sebesar Golkar. Bisa jadi, Berkarya adalah versi ideal dari Golkar ala Tommy Soeharto, di mana dia bisa mewujudkan keinginannya menjadi bagian dari elit partai, sesuatu yang tidak tercapai selama ia bergabung di sana.

(Mengaku) Memekikkan Semangat Anak Muda

Selain Partai Berkarya, ada 3 partai lain yang lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2019. Mereka adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda).

Tidak hanya PSI yang menjual semangat muda, Partai Garuda juga menawarkan hal yang sama.

“Kami Partai Garuda merupakan sekelompok anak muda yang memendam rindu agar pembangunan Indonesia jauh lebih baik lagi,” kata Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana, seperti dikutip harian Republika pada 15 Oktober 2017 silam.

“Melalui partai ini, kami harap pemuda Indonesia akan berperan lebih jauh lagi bila memiliki wadah.”

Ahmad Ridha, yang pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan bisa dibilang tidak muda-muda amat itu, pernah bekerja bersama Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) sewaktu ia masih memegang jabatan di TPI pada 2014. Tutut merupakan putri pertama Soeharto dan pendiri TPI.

Fakta ini lalu menimbulkan asumsi bermacam-macam yang mengarah pada dugaan keterlibatan Tutut dalam pembentukan partai, meskipun Ahmad Ridha secara terang-terangan telah membantahnya.

Bangkitnya Neo-Orba?

Kehadiran dua partai yang erat kaitannya dengan trah Cendana—walaupun Partai Garuda menyangkalnya—menimbulkan dugaan kuat bahwa gerakan kembali ke Orde Baru sedang dijalankan. Asumsi ini tidak bisa dianggap sembarangan karena terang bahwasanya pembentukan partai adalah sebuah bentuk daripada realisasi gagasan politik.

Sementara selain Berkarya dan Garuda, sudah ada Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Hanura, dan Partai Nasional Demokrasi (NasDem) yang juga bisa dikaitkan erat dengan Cendana.

Pertanyaannya kemudian, apakah partai-partai tersebut benar memiliki visi yang sama?

Ada satu skenario yang mungkin terjadi: partai-partai ini memang sengaja dibentuk untuk menghimpun (sisa-sisa) kekuatan Cendana agar bisa “bekerja sama” dalam membentuk satu koalisi besar yang meromantisasi kejayaan di masa Orde Baru. Kalau benar itu yang terjadi, kehadiran partai-partai baru tadi tidak lebih dari pemakaian make-up untuk mendempul wajah lama yang kusam dan bernoda.

Jeihan Farensyah adalah pemerhati politik dan budaya Prancis dan Indonesia

Share: Garuda Berkarya: Make-up Baru, Wajah Lama