Politik

Parpol Calonkan Ketum Untuk Pilpres 2024, Memang Masih Punya Peluang?

Irfan — Asumsi.co

featured image
Unsplash/element5

Deretan nama-nama muda menghiasi tangga survei Calon Presiden Indonesia
yang digelar Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (21/3/2021).
Dari 206.983 responden seluruh nusantara, nama Gubernur DKI Anies Baswedan
berada di peringkat pertama, mengungguli belasan nama lainnya, dengan raihan
15,2 persen. Di bawah Anies, ada nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (13,7
persen) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (10,2 persen).

Namun, partai berkata lain. Setidaknya sampai saat ini. Pada 23 Maret 2021,
Partai Gerindra misalnya, melalui Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani, masih
berharap Ketua Umum Prabowo Subianto dimajukan kembali menjadi Presiden pada
Pilpres 2024. Dikutip dari medcom.id, Ketua MPR itu menyebut
keinginannya sebagai aspirasi keluarga besar Gerindra di seluruh Indonesia.

Untuk diketahui, di survei Indikator Politik Indonesia, Prabowo masih
mengantungi 9,5 persen. Ada selisih tipis di bawah Sandiaga Uno yang meraih 9,8
persen.

Pilihan untuk memajukan ketua umum partai pada Pilpres 2024 juga masih jadi
opsi Partai Golkar. Kepada Asumsi, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli
Kurnia menyebut, sampai saat ini, garis partai masih mencalonkan Ketua Umum
Golkar Airlangga Hartarto sebagai Capres pada Pilpres 2024. Senafas dengan
Gerindra, pilihan ini diambil berdasarkan aspirasi dari seluruh DPD serta ormas-ormas
di bawah Partai Golkar yang berharap Pilpres nanti Golkar punya calon presiden
sendiri.

Namun, bagaimana sebetulnya kans para Ketua Umum Partai ini jika hendak
bersaing di Pilpres 2024?




Kalau menilik survei Lingkaran Survei Indonesia dan Parameter Politik Indonesia
pada Februari 2021 lalu, Prabowo Subianto mungkin masih punya celah untuk
tandang kembali. Dalam dua survei ini justru Prabowo punya elektabilitas tinggi,
mengungguli nama-nama lainnya.




Pada survei PPI misalnya, Prabowo Subianto meraih angka 19,9 persen, diikuti
Anies Baswedan 11,9 persen dan Ganjar Pranowo 11,3 persen. Di bawah tiga nama
ini, mengekor Ridwan Kamil 4,1 persen dan, secara berurutan, Tri Rismaharini
(4,0 persen), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (1,8 persen), serta Puan
Maharani (0,7 persen).




Sementara hasil survei Lingkaran Survei Indonesia menyatakan, elektabilitas
Prabowo 22,5 persen, unggul dari Ganjar Pranowo 10,6 persen, dan Anies Baswedan
10,2 persen.




Sementara untuk Airlangga, sampai saat ini memang belum nampang di deretan
survei-survei. Meski demikian, garis partai Golkar masih menganggap bahwa ada
peluang Airlangga untuk menjadi pengganti Jokowi di periode mendatang.

Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi, Arlan
Siddha menilai, kalau mengacu pada survey terkini, hasil yang memperlihatkan
kecenderungan anak muda memilih Capres muda adalah karena beberapa kandidat,
seperti seperti Anies, Ganjar, atau Ridwan Kamil, pandai memanfaatkan media
sosial. Seperti diketahui bersama, anak muda rata-rata aktif di ragam media sosial.

“Mereka cenderung melihat capres muda yang aktif memberikan pemikiran
kreatifnya di media sosial. Tentu calon pemilih akan mudah menilai, contoh
Ganjar atau Ridwan Kamil, hampir semua gagasannya tertuang di media sosial,”
kata Arlan.

Capres muda juga dianggap banyak memberi harapan dan bisa menjawab
tantangan kedepan, terutama untuk hal-hal yang bersifat terobosan baru. Capres
muda dianggap lebih fleksibel dan memiliki pemikiran modern.

Sementara untuk Parpol yang cenderung memilih ketua umumnya untuk maju Capres,
peluang tentu akan tetap sangat terbuka. Namun, perlu ada penguatan untuk
memahami tantangan dunia ke depan, terutama ketika berbicara tentang era
digital.

“Saya melihat kans untuk berbicara di Capres memang besar. Artinya, ketum-ketum
Parpol ini pasti memiliki kekuatan untuk maju jadi capres dengan didorong
parpol. Hanya saja, peluang untuk dipilih oleh anak muda sangat kecil jika kita
mengacu pada hasil survey,” ucap Arlan.

Jika ingin tampil dan menggaet pemilih muda yang potensial itu, maka
para senior hendaknya memperhatikan kebutuhan, terutama menjawab tantangan
negara ke depan. Ini mencakup pada penguasaan isu pada saat ini, terutama isu
digitalisasi 5.0. Selain itu, para senior itu harus bisa menciptakan terobosan
baru, terutama dalam konteks ekonomi kreatif.

“Pendekatan kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan kreatif,
terutama dalam menjawab kehidupan sosial,” ucap Arlan.

Arlan memandang kans para ketum untuk maju jadi capres akan terus
berlanjut meskipun tidak sepenuhnya salah. Tapi, itu juga berarti partai politik diuji untuk betul-betul bisa melihat peluang kadernya dalam memenangkan
konstelasi politik 2024, walaupun dia bukan ketum.

“Meskipun saya melihat agak sulit dengan kultur parpol di Indonesia, di
mana ketum seperti memiliki keistimewaan melangkah jadi capres. Parpol harus
berani keluar dari budaya itu jika ingin disebut partai modern,” ucap Arlan.

Share: Parpol Calonkan Ketum Untuk Pilpres 2024, Memang Masih Punya Peluang?