Budaya Pop

Para Pahlawan Perempuan yang Perjuangkan Hak-Hak Perempuan

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Hari ini, Jumat 8, Maret 2019, diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Selama ini, kita lebih sering dipaparkan dengan gambaran bahwa pahlawan adalah seorang laki-laki. Padahal, banyak sekali perempuan di luar sana yang juga berjuang dan patut diakui sebagai pahlawan. Terdapat setidaknya enam nama yang telah membuktikan bahwa perempuan juga memiliki andil dalam perkembangan sejarah dunia.

Bukan cuma perempuan Indonesia, para perempuan dari berbagai negara pun berhasil menunjukkan taring mereka. Mereka ikut berpartisipasi dalam memajukan berbagai hal, sesuai bidang mereka masing-masing. Siapa saja mereka?

Elizabeth Cady Stanton, Susan B. Anthony, dan Lucy Stone

Apakah kalian familiar dengan ketiga nama di atas? Nama-nama ini mungkin masih asing di Indonesia. Padahal, mereka amat berjasa memperjuangkan hak-hak perempuan untuk bisa memilih dalam pemilihan umum di Amerika Serikat. Sekarang, sudah menjadi hal yang normal untuk perempuan berpartisipasi dalam Pemilu. Namun, di masa lalu, kondisinya jauh berbeda.

Dikenal dengan istilah Suffragettes, kelompok ini adalah sekelompok perempuan yang memperjuangkan hak perempuan untuk memilih dalam Pemilu. Amandemen ke-15 tahun 1870 milik Amerika Serikat mengungkapkan “hak warga untuk memilih tidak boleh terhalang ras, warna, atau pun kondisi perbudakan sebelumnya.” Hal ini membuat Lucy Stone, salah satu anggota suffragettes, yakin bahwa perempuan juga harus memiliki hak untuk memilih. Suffragettes harus menunggu hingga 50 tahun sampai benar-benar mendapatkan hak yang mereka perjuangkan.

Dalam prosesnya, gelombang protes ini menggunakan aksi turun ke lapangan. Mereka melakukan gerakan berjalan kaki di kota-kota besar seperti Washington D.C. dan New York. Dalam Amandemen ke-19 tahun 1920, barulah perempuan memiliki hak untuk memilih. Perjuangan yang telah berjalan lebih dari 50 tahun berujung manis.

Benazir Bhutto

Benazir Bhutto adalah seorang mantan perdana menteri Pakistan. Ia memimpin Pakistan 3 tahun, dari tahun 1993 hingga 1996. Pada tahun 1990-an, negara-negara Barat sudah terbiasa dengan kepemimpinan seorang pemimpin perempuan. Salah satu yang paling populer adalah Margaret Thatcher dari Inggris Raya. Namun, untuk negara Islam, Bhutto adalah pemimpin perempuan pertama yang terpilih secara demokratis. Bhutto otomatis menjadi salah satu ikon perempuan global.

Tidak hanya menjadi pemimpin, Bhutto juga menggunakan kapasitasnya untuk mengkampanyekan pemberdayaan perempuan. Di United Nations Fourth World Conference on Women tahun 1999, Bhutto mengadvokasikan pentingnya pemberdayaaan perempuan melalui pendidikan dan pekerjaan. Dalam konferensi tersebut, Bhutto juga mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang menentang ketidakadilan akan segala hal, termasuk pada perempuan. “Kita semua harus ingat bahwa Islam melarang ketidakadilan – ketidakadilan pada masyarakat, pada suatu bangsa, pada perempuan.”

Malala Yousafzai

Malala adalah tokoh perempuan lain dari Pakistan yang juga aktif menyuarakan pentingnya kesetaraan perempuan. Lahir di Pakistan dan baru berumur 21 tahun, Malala sadar bahwa ada yang salah dalam lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang. Ia pun mengkampanyekan pentingnya pemberdayaan perempuan melalui berbagai medium yang tersedia. Di umur yang masih belia, Malala sudah diakui sebagai seorang tokoh internasional oleh Perdana Menteri Pakistan, Shahid Khaqan Abbasi. Saat ini, Malala sedang berkuliah di Oxford University, Inggris Raya, mengambil jurusan Filosofi, Politik, dan Ekonomi.

Dalam perjuangannya menyuarakan hak-hak perempuan di Pakistan, Malala menghadapi banyak hadangan. Yang paling besar datang dari kelompok ekstremis Islam di Pakistan. Di bulan Oktober 2012, percobaan pembunuhan dilakukan terhadap Malala. Ia ditembak di kepala. Malala berhasil diselamatkan di rumah sakit Pakistan dan dibawa ke salah satu rumah sakit terbaik di Inggris, yakni Queen Elizabeth Hospital. Di sana, Malala melalui proses pemulihan. Seiring proses pemulihan berlangsung, ia mendapat dukungan dari masyarakat internasional. Kini, Malala menjadi ikon global untuk pemberdayaan perempuan dan mendirikan sebuah yayasan bernama Malala Fund. Yayasan ini didirikan untuk memperjuangkan hak pendidikan untuk anak-anak perempuan.

Share: Para Pahlawan Perempuan yang Perjuangkan Hak-Hak Perempuan