Internasional

Pangeran Yordania Jadi Tahanan, Seaman Apa Negara Timur Tengah?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: AFP

Mantan
putra mahkota Yordania, Hamzah bin Hussein, belakangan menjadi sorotan usai menyatakan
janji setianya kepada Raja Abdullah II. Janji setia itu ia nyatakan setelah menjadi
tahanan rumah. Sang putra mahkota menjadi tahanan rumah karena dituduh
menggerakkan para kepala suku untuk melawan pemerintah.

Dikutip dari BBC, pengakuan dirinya menjadi tahanan
rumah disampaikan lewat video kepada kantor berita tersebut. Dalam videonya,
sang pangeran, yang juga saudara tiri raja
 Yordania ini, mengatakan telah dilarang keluar rumah atau
berkomunikasi dengan orang lain, selama menjadi tahanan.
 

Dituduh Melawan Pemerintah

Pangeran Hamzah dituduh oleh pihak kerajaan
berusaha menggerakkan “para pemimpin klan” untuk melawan pemerintah.
PM Yordania Ayman Safadi mengatakan, ancaman tersebut telah berhasil dicegah.
 

Enam belas orang, termasuk mantan penasihat
Raja Abdullah dan anggota keluarga kerajaan lainnya, ditangkap pada akhir pekan
lalu, atas tuduhan mengancam keamanan.

Langkah ini diambil pemerintah menyusul
kunjungan sang pangeran ke sejumlah pemimpin suku, yang dikatakan telah
memberikan dukungan.

Melansir laporan BBC, Safadi mengklaim
bahwa seorang pria yang punya koneksi dengan dinas keamanan asing menawari
istri Pangeran Hamzah, yakni Putri Basmah, untuk melakukan perjalanan lewat
jalur penerbangan, keluar dari Yordania. Namun, ia tak merinci dinas keamanan
luar negeri mana yang terlibat.

“Pangeran Hamzah bin Hussein bekerja
dengan “entitas asing” untuk mengacaukan negara,” kata Wakil
Perdana Menteri Yordania Ayman Safadi.

Hamzah kehilangan gelar putra mahkota yang
disandangnya sejak tahun 1999. Hilangnya gelar itu karena dicabut oleh Raja
Abdullah II pada tahun 2004. Dikutip dari CNN, pencabutan gelar dilakukan
usai Hamzah menuduh para pemimpin Yordania korupsi dan tidak mampu menjalankan
pemerintahan sehingga menyebabkan kehancuran.

Kini, Hamzah membantah tuduhan yang dialamatkan
kepadanya. Ia menepis tudingan telah melakukan konspirasi untuk mengacaukan
pemerintahan.
 

Dimediasi Kerajaan

Ibunda Pangeran Hamzah, Ratu Nur, ikut
membela puteranya. Ia mendoakan agar anaknya mendapatkan keadilan karena menjadi
korban dari fitnah jahat.

Sementara, PM Safadi bereaksi atas ramainya
sorotan publik terhadap video pengakuan Hamzah yang mengklaim dirinya menjadi
tahanan rumah. “Pangeran Hamzah telah memutarbalikkan fakta dan berusaha
menarik empati,” lansir kantor berita negara, Petra.

Sumber berita yang sama menuliskan, Safadi
menyebut Pangeran Hamzah telah berbicara dengan pihak di luar negeri tentang
mengacaukan stabilitas negara dan pemerintah sudah lama mengawasinya.

“Para pejabat telah berusaha membujuk
sang pangeran, alih-alih mengambil tindakan hukum terhadapnya. Namun, Pangeran
Hamzah “menanggapi permintaan ini secara negatif”,” jelas
Safadi.

Kekuatan-kekuatan di wilayah Mesir, Turki,
dan Arab Saudi kini menyuarakan dukungan untuk Raja Abdullah setelah operasi
tersebut. Amerika Serikat, yang bersekutu dengan Yordania dalam peperangan
melawan ISIS, menyebut sang raja sebagai mitra kunci yang mendapatkan dukungan
penuh dari mereka.

Inggris juga mendukung sang raja.
“Kerajaan Hasyimiyah Yordania adalah mitra yang sangat berharga bagi
Inggris,” kata James Cleverly, menteri untuk urusan Timur Tengah dan
Afrika Utara, dikutip dari BBC.

Kini, pihak kerajaan telah melakukan mediasi
terhadap Pangeran Hamzah, usai pangeran berusia 41 tahun ini menyatakan janji
setia. Pamannya, Pangeran Hassan, bertindak sebagai mediator.

“Saya akan tetap setia pada warisan
leluhur saya, berjalan di jalan mereka, setia pada mereka, pesan mereka dan
kepada Yang Mulia,” kata Hamzah dalam surat yang ditandatangani, Senin
(5/4/21), seperti dilansir dari AFP yang dikutip oleh 
CNN.

Ia juga menyatakan selalu siap membantu dan
mendukung raja dan putera mahkota. Pernyataan damai Hamzah datang tak lama
setelah Raja Yordania setuju melakukan mediasi “untuk menangani pertanyaan
Pangeran Hamzah dalam kerangka keluarga (penguasa) Hashemite”.
 

Seaman Apa Negara Timur Tengah?

Pengamat Hukum dan Hubungan Internasional
dari Universitas Pasundan, Wim Tohari Daniealdi menilai, kekhawatiran
pemerintah Yordania atas ancaman keamanan negara yang dilakukan Pangeran
Hamzah, tak terlepas dari sistem politik yang berlaku di negara kawasan Timur
Tengah.

Ia mengatakan, ada dua sistem politik yang
berlaku di kawasan Timur Tengah. Sistem itu dilihat dari sumber legitimasinya,
yakni yang berasal dari rakyat atau sistem pemerintahan demokrasi, serta
kerajaan yang melihat raja di atas segalanya.

“Sehingga, memengaruhi keberpihakan
politik negara-negara lain di luar sana. Hampir karakteristik pendapat, sifat,
tabiat mereka, terkait keamanan mereka, adalah bagaimana sumber legitimasi
ini,” jelasnya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Rabu
(7/4/21).

Menurutnya, secara global, negara-negara luar
cenderung kurang menyukai negara Timur Tengah yang sistem pemerintahannya
kerajaan. Kekhawatiran inilah yang dicemaskan oleh pemerintah Yordania, dimana
mereka beranggapan Pangeran Hamzah mencoba mengganggu keamanan negeri dengan
meminta bantuan negara lain yang bisa dijadikan sekutu.

“Kompas politik akan mengikuti sumber
legitimasinya. Bicara keamanan Timur Tengah kita akan bicara arah politik
global. Banyak yang sumber legitimasinya dari luar negeri. Inilah, dari
framenya bisa dikenali, negara yang sistem pemerintahannya dipilih rakyat atau
demokratis, banyak negara lain bakal memihak. Sebaliknya, negara yang dari atas
(bercorak kerajaan – Ed.), justru rakyat mengikuti tuannya. Namun, secara
politik, banyak negara yang kurang suka,” ujar dia.

Share: Pangeran Yordania Jadi Tahanan, Seaman Apa Negara Timur Tengah?