Himalaya diselimuti asap. Sayangnya, asap yang menyelimuti gunung dengan puncak tertinggi sedunia itu bukanlah kabut, namun kebakaran lahan yang diklaim sebagai yang terburuk dalam satu dekade terakhir.
Kebakaran Himalaya yang kali ini merundung teritorinya di Nepal membuat negeri ini paling terdampak. Mengutip artikel di laman France24 yang mengutip dari AFP, api besar berkobar membuat seluruh hutan di negara dengan bentuk bendera yang unik ini diselubungi oleh asap kecoklatan.
Mengacu pada situs pemantauan udara IQAir, kualitas udara di ibu kota Nepal, Kathmandu pada Selasa (6/4/2020) waktu setempat dinilai sebagai yang terburuk di dunia. Pada Maret 2021, Kathmandu memiliki skor udara “sangat tidak sehat” yakni 225. Beberapa penerbangan internasional juga terpaksa ditunda karena asap tebal yang menyelimuti Kathmandu.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nepal, Uddav Prasad Rijal kepada AFP menyebut kalau jumlah kebakaran hutan yang dilaporkan musim ini tertinggi sejak catatan dimulai pada sembilan tahun lalu.
Kebakaran lahan ini memang tercatat telah berlangsung sejak November 2020 lalu. Lebih dari 2.700 kebakaran hutan dilaporkan dan angka ini diakui 14 kali lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Musim dingin antara November dan Februari lebih kering dari biasanya dan meningkatkan risiko kebakaran lahan. Musim kebakaran ini dimulai pada November dan berlangsung hingga monsun pada Juni,” kata Rijal.
Rijal menyebut kondisi itu diperparah dengan para petani juga membakar sebagian lahan hutan untuk menanam rumput sebagai pakan ternak mereka.
Di distrik Bara, Nepal selatan, seorang penduduk desa mengatakan rumahnya “tersedak asap” selama sepekan saat api berkobar di hutan setempat.
“Itu adalah kebakaran hutan terburuk yang pernah saya lihat dalam hidup saya. Harus ada sistem untuk mengendalikannya dengan lebih baik,” kata Bharat Ghale (60).
Pakar iklim Madhukar Upadhya mengatakan situasi ini sulit terhindarkan karena berbagai faktor. Selain musim dingin Nepal yang membuat lahan jadi lebih kering, perubahan iklim juga ikut mendorong kebakaran ini.
“Saat ini masyarakat harus dilengkapi dengan bekal untuk memitigasi saat kebakaran terjadi,” kata Upadhya.
Pada 30 Maret 2021, CNN telah memberitakan ratusan kebakaran hutan yang terjadi di seluruh Nepal. Musim kemarau Nepal, yang berlangsung dari akhir musim gugur hingga awal musim panas, biasanya mencapai puncaknya dengan kebakaran paling parah pada bulan Maret dan April.
Sejak November 2020, 73 dari 77 distrik Nepal telah melaporkan kebakaran hutan dengan 2.087 kasus kebakaran. Hingga 25 Maret 2021, masih ada setidaknya 524 kebakaran aktif yang terjadi di seluruh negeri, dan menyebarkan kombinasi debu, asap, dan abu ke udara.
Peta kebakaran satelit oleh NASA menunjukkan titik api yang tersebar di dasar pegunungan Himalaya, dengan beberapa di antaranya menjalar ke pegunungan.
Sementara kualitas udara yang sangat buruk setelah kebakaran diklaim berbahaya karena dapat masuk jauh ke dalam paru-paru dan masuk ke organ lain dan aliran darah. Kementerian Pendidikan, Sains dan Teknologi Nepal telah mengadakan pertemuan dan memutuskan untuk menutup semua sekolah karena polusi dan risiko kesehatan.
Polusi dari asap dan abu telah diperburuk oleh kekeringan berkepanjangan dan atmosfer yang stagnan, yang membuat polusi ini tidak segera hilang. Ini juga memperburuk penanganan Nepal pada pandemi covid-19. Departemen Hidrologi dan Meteorologi Nepal juga menyarankan penduduk untuk tinggal di dalam rumah dan memakai masker wajah.
Sering Terjadi
Kebakaran hutan adalah salah satu pendorong utama degradasi hutan di Nepal. Sebagian besar kebakaran hutan disebabkan oleh manusia dan terjadi selama musim kemarau, dengan ∼89% terjadi di bulan Maret, April dan Mei.
Mengutip “Understanding forest fire patterns and risk in Nepal using remote sensing, geographic information system and historical fire data” yang diakses di International Journal of Wildland Fire, Januari 2017, dari tahun 2003 hingga 2013, total 12.269 kebakaran hutan dicatat oleh sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) di Nepal.
Ini terpantau terjadi di hutan, rumput, dan lahan semak yang tidak terlindungi dengan tingkat kepercayaan 50 persen atau lebih. Frekuensi kebakaran disebut lebih tinggi selama beberapa tahun terakhir sejak tahun 2009.
Kebakaran mulai terjadi pada musim dingin (Desember-Februari) dengan sebagian besar kebakaran (89%) terjadi selama pra-musim (Maret-Mei) saat cuaca lebih panas dan lebih cerah. April adalah bulan puncak kebakaran di sebagian besar wilayah Nepal, dengan pengecualian di beberapa wilayah di wilayah pengembangan timur dan di dataran tinggi.
Jurnal ini juga menemukan jumlah insiden kebakaran hutan tertinggi tercatat di zona Siwalik (37%) diikuti oleh perbukitan rendah (26%), Terai (20%) dan middlemountain (13%). Sangat sedikit kejadian kebakaran yang tercatat di zona pegunungan tinggi. Sekitar 80% kebakaran hutan terjadi di hutan berdaun lebar. Hutan tertutup berdaun lebar menyumbang, 60% dari total kebakaran hutan.
Jumlah kebakaran hutan yang lebih tinggi juga ditemukan terjadi di daerah-daerah dengan elevasi lebih rendah. Sekitar 65% kebakaran tercatat di daerah di bawah ketinggian 1000 m, sedangkan 85% kejadian terjadi di daerah di bawah 2000 m. Hampir tidak ada kebakaran yang tercatat di atas 4000 m.
Insiden kebakaran juga bervariasi di berbagai lereng. Lebih dari 30% kebakaran terjadi di lahan dataran (yaitu kemiringan kurang dari 5%). Di wilayah perbukitan, jumlah insiden yang sedikit lebih banyak tercatat di wilayah dengan kemiringan sedang (yaitu kemiringan 15-35%), sementara sangat sedikit insiden yang tercatat di wilayah dengan kemiringan lebih dari 50%.
Pengaruh manusia terhadap kebakaran hutan ditunjukkan dengan kejadian kebakaran di kedekatan dengan pemukiman dan jalan raya. Terlihat dari catatan kebakaran bahwa lebih dari 41% kebakaran di Nepal tercatat dalam jarak 1 km dari pemukiman.
Pola serupa juga diamati ketika lokasi kebakaran dianalisis dalam kaitannya dengan kedekatan jalan. Sekitar 40% insiden kebakaran dicatat dalam jarak 1 km dari jalan raya. Analisis dari dua faktor kedekatan ini menunjukkan tingkat pengaruh yang tinggi oleh aktivitas manusia terhadap kejadian kebakaran.