Isu Terkini

Nadiem Ngotot Sekolah Tatap Muka Dimulai, Kasus Covid-19 Anak Berpotensi Naik

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi: Mufid Majnun/ Unsplash

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim meminta kegiatan belajar dan mengajar di sekolah secara tatap muka mulai digelar, khususnya di daerah yang diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3,2, dan 1.

Keinginan itu disampaikan Nadiem saat rapat kerja bersama Komisi X DPRI RI, Senin (23/8/2021). Menurutnya, sekolah tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan harus segera terbuka agar tidak terjadi penurunan kompetisi belajar peserta didik.

Kekhawatiran learning loss

Nadiem Makarim mengaku pihaknya sudah sejak awal menegaskan pentingnya untuk segera kembali dibuka pembelajaran tatap muka di sekolah.  Mantan bos Gojek ini mengkhawatirkan jika sekolah tatap muka tak kunjung dilakukan maka bisa memicu terjadinya kehilangan kompentensi dan semangat belajar peserta didik alias learning loss.

“Kita harus lihat sisi psikologis dan kognitif learning loss anak kita yang sudah terlalu kritis dan harus secepat mungkin dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat. Saya tidak harus menjelaskan lagi apa risikonya. Ini kita sudah ada penurunan capaian belajar, banyak anak putus sekolah, apalagi perempuan,” ujar Nadiem seperti ditayangkan siaran ulang rapat kerja di kanal YouTube DPR RI.

Nadiem menceritakan bagaimana pihaknya telah berusaha agar kegiatan sekolah tatap muka kembali berlangsung beberapa waktu lalu.  Namun baru sebentar terlaksana, sekolah tatap muka kembali dihentikan karena masuknya varian Delta di Indonesia. 

“Posisinya sudah jelas, secepat dan seaman mungkin semua anak balik ke sekolah.  Namun yang terjadi pada saat sudah 30 persen anak-anak mulai tatap muka tiba-tiba Delta Varian memukul Indonesia. Itu minggu-minggu tersedih kita lah,” kata

Dia juga bercerita soal kesedihan pihaknya mengetahui sekolah kembali melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Padahal, usaha untuk menggelar sekolah tatap muka sudah diupayakan dengan maksimal.

“Sekarang perjuangan kita terus dan posisi kita jelas setiap kali diskusi dengan Kementerian lain, posisi kami selalu sama.  Secepat dan seaman mungkin dibuka karena ini sudah terlalu lama,” ujarnya.

Vaksin bukan syarat PTM

Mendikbud Ristek mengungkapkan berbagai daerah banyak terjadi learning loss yang dampaknya permanen, bahkan semakin banyak kekerasan terjadi dalam rumah tangga karena pemberlakuan PJJ selama ini.

“Kita semua sudah tahu dan kita semua adalah orang tua dan mungkin kita punya anak atau punya teman yang merasakan ketegangan mengikuti PJJ. Jadi ini harus diakselerasi,” tegasnya.

Nadiem pun meminta penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM), tak perlu menunggu seluruh anak divaksinasi Covid-19, terutama mereka yang berusia usia 12 hingga 17 tahun. Pasalnya, hal ini bakal memakan waktu yang lama.

Ia menyebut sejauh ini jumlah remaja dengan rentang usia 12 hingga 17 tahun yang sudah menerima satu dosis vaksin Covid-19 sebanyak 2,6 juta orang. Sedangkan, 1,16 juta remaja di usia yang sama sudah menerima dua dosis vaksin.

“Hal yang mungkin mispersepsi bahwa vaksinasi itu bukan pra kondisi atau kriteria untuk pembukaan sekolah. Kondisi yang boleh harus berada di level 1 sampai 3. Semua sekolah di Level 1 sampai 3 semua boleh melaksanakan tatap muka tapi vaksinasi guru menjadi kewajiban membuka tatap muka,” urainya.

Orang tua, kata dia juga tak perlu mengkhawatirkan anak-anaknya saat kembali melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Ia memastikan sebanyak 35 persen guru dan kalangan tenaga pendidik lainnya sudah divaksin dua kali.

“Alhamdullilah. Dukungan dari Kemenkes, satgas, pada saat ini jumlah guru dan tenaga pendidik yang sudah menerima satu kali vaksinasi itu sudah lebih dari 50 persen, sudah 54 persen menerima satu vaksinasi, dan 35 persen sudah dua kali vaksinasi, artinya sudah lengkap,” terangnya.

Dengan kondisi ini, menurutnya para siswa yang belum divaksinasi tetap bisa mengikuti pembelajaran tatap muka dengan adanya persetujuan dari orang tua murid yang saat pelaksanaannya menerapkan protokol kesehatan secara ketat. 

“Saya ulangi sekali lagi, vaksinasi bukan keperluan atau kondisi pemerintah untuk membuka sekolah. Jadi bukan vaksinasi dulu baru tatap muka, tapi kalau gurunya sudah di vaksin wajib memberikan opsi tatap muka. Ini poin yang sudah saya ulang berkali-kali,” jelasnya.

Dampak sekolah tatap muka

Pada kesempatan ini, Nadiem juga meminta bantuan dari DPR untuk membujuk sejumlah daerah yang sampai saat ini melarang sekolah-sekolah di sana memulai PTM di sekolah.

“Ada beberapa daerah, Bapak Ibu anggota Komisi X, tolong bantuannya. Ada beberapa yang masih melarang PTM terbatas, dilarang oleh pemdanya, padahal sudah jelas mereka harus mulai melakukannya, tolong,” katanya.

Daerah-daerah tersebut antara lain Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Kabupaten Serang, Gorontalo, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Waykanan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Mesuji.

Kondisi memaksakan sekolah tatap muka di tengah situasi Covid-19 yang belum mereda, bahkan varian Delta yang masih ada di Indonesia memang berisiko meningkatkan angka kasusnya pada usia anak.

Saat sekolah tatap muka terbatas dibuka pada Juli lalu di sejumlah daerah, kasus kumulatif Covid-19 anak di Indonesia tercatat tinggi. Saat itu, vaksinasi Covid-19 untuk masyarakat umum baru gencar dilakukan dan masih jauh dari optimal.

VOA melaporkan data pada 16 Juli, kasus Covid-19 anak pendidikan usia dini (PAUD) 0 sampai 2 tahun tercatat sebanyak 44.083. Sedangkan kelompok anak Taman Kanak-kanak usia 3 sampai 6 tahun jumlahnya 50.449 kasus.

Anak sekolah usia 7 sampai 12 tahun mencatatkan kasus Covid-19 terbanyak, yakni sebesar 101.049 kasus. Sedangkan, remaja usia 16 sampai 18 tahun sebanyak 87.385 kasus, dan usia 13 sampai 15 tahun mencatatkan 68.370 kasus.

“Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Riau, Sulawesi Selatan, Banten dan Kalimantan Timur menempati peringkat 10 besar provinsi dengan kasus konfirmasi Covid-19 pada usia anak sekolah,” demikian disampaikan VOA.  

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyayangkan pernyataan Nadiem yang membolehkan PTM Terbatas di sekolah yang berada pada PPKM Level 1 sampai 3, meskipun para siswa belum divaksinasi. 

Ia mengkhawatirkan tindakan gegabah tersebut bisa meningkatkan kasus Covid-19 di kelompok pelajar. Menurutnya, vaksinasi anak dan guru harus dituntaskan di sekolah tersebut sebelum dilaksanakannya PTM Terbatas. 

“Mempelajari data Kemenkes dan Kemdikbudristek, progres vaksinasi anak usia 12 sampai 17 secara nasional masih lambat, baru mencapai 9,6 persen untuk dosis pertama. Sasaran vaksinasi anak usia 12-17 tahun sebanyak 26.705.490 orang,” ujar Satriwan saat dihubungi Asumsi.co, Rabu (25/8/21).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diterima pihaknya per 19 Agustus 2021 menunjukkan baru 2,55 juta anak yang disuntik tahap pertama dan 1,16 juta anak mendapatkan dosis kedua. 

Positivity rate masih tinggi

Data Satgas Penanganan Covid-19, seperti dilaporkan sumber yang sama mengungkapkan secara kumulatif hingga Juli 2021 ada 777 anak di Indonesia meninggal dunia akibat Covid-19. 

Persentase Angka Kematian Tertinggi (CFR) Covid-19 berada pada kelompok anak usia 0 sampai 2 tahun, kemudian kelompok usia 16-18 tahun dan usia 3 sampai 6 tahun.

“Dari seluruh kasus di Indonesia yang 2,4 juta kalau kita lihat usia di bawah 18 tahun ini ada 351.336 atau sekitar 12,83 persen. Seperdelapan kasus Covid-19 yang ada di Indonesia berasal dari usia anak-anak dan remaja yaitu di bawah 18 tahun,” kata Ketua Bidang Data dan IT Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah.

Satriwan pun meminta sekolah jujur dan terbuka mengenai kesanggupan mereka untuk melaksanakan PTM Terbatas sesuai protokol kesehatan. Sekolah, kata dia juga jangan sekedar mengirimkan surat persetujuan PTM bagi orang tua siswa untuk ditandatangani, tanpa menyertakan kondisi ril dan data-data pendukung di atas. 

“Orang tua dan anak berhak mendapatkan informasi yang memadai dan komprehensif sebelum memutuskan anaknya ikut PTM,” ucapnya.

Kemudian terakhir, menurutnya yang tak kalah penting diperhatikan adalah angka positivity rate di wilayah tempat sekolah berada. WHO, kata dia menyebutkan aktivitas termasuk sekolah dapat berlangsung apabila positivity rate daerah di bawah 5 persen.

“Per Sabtu, 21 Agustus 2021 positivity rate di Indonesia masih tinggi, sebesar 14,4 persen. Di provinsi Sumatera Barat positivity rate 12,88 persen, tapi sudah mulai PTM terbatas. Sedangkan DKI Jakarta terjadi penurunan,” ungkapnya.

Meskipun di wilayah level 4, per 21 Agustus positivity rate-nya sebesar 6,1 persen namun sistem pembelajaran masih PJJ tentu hal yang baik karena ini menunjukkan prinsip kehati-hatian yang diutamakan di daerah.

“Terkait kebijakan pendidikan selama CIVID-19 ini, P2G berharap kebijakan pendidikan tetap berpijak pada hak hidup, kesehatan, dan keselamatan anak, guru, serta tenaga kependidikan yang utama. Data menunjukkan 1 dari 8 pasien Covid-19 adalah usia anak. Kemudian terdapat 1.244 guru meninggal akibat Covid-19,” pungkasnya.

Share: Nadiem Ngotot Sekolah Tatap Muka Dimulai, Kasus Covid-19 Anak Berpotensi Naik