General

Menunggu Aksi Partai Rakyat Demokratik di Era Reformasi

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Pada Senin, 22 Juli 2019, Partai Rakyat Demokratik (PRD) genap berumur 23 tahun. Di era Orde Baru, tuduhan neo-komunis atau neo-PKI mengalir deras ke partai ini. Sebenarnya, partai ini sudah didirikan beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada bulan April 1996. Namun, deklarasinya baru sempat dilakukan pada bulan Juli.

Budiman Sudjatmiko, yang kini merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), merupakan ketua pertama PRD. Kendati tak mendapat restu pemerintah Orde Baru, partai ini tak mengurungkan niatnya untuk terus maju mewadahi siapapun yang ingin berjuang bersama. Dengan semangat juang yang tinggi, tak ayal banyak anggota PRD yang merupakan intelektual, aktivis, dan mahasiswa.

Ketika berdiri, PRD langsung mengeluarkan “Manifesto 22 Juli 1996”. Isinya, kritik tajam terhadap kondisi politik dan sosial-ekonomi di bawah kekuasaan Presiden Soeharto. Mereka mengatakan bahwa rezim Orde Baru bukanlah sistem yang demokratis. Selain itu, mereka juga mengkritik kesenjangan sosial yang terjadi selama Orde Baru.

Kencangnya kritik yang dilayangkan kepada pemerintahan Orde Baru membuat Budiman Sudjatmiko dipenjara. Selain itu, banyak dari aktivis dan kader PRD yang juga dikejar oleh negara dan disiksa. Bahkan, beberapa dari mereka masuk ke daftar orang hilang. Dukungan PRD terhadap self-determination Timor Leste membuat partai ini semakin dibatasi ruang geraknya oleh Orde Baru.

PRD di Era Reformasi

Demi melengserkan Soeharto, PRD ikut menggerakkan massa. Mereka berjuang di bawah tanah dan aktif menggalang aksi protes terhadap kepemimpinan Soeharto. Reformasi 1998 yang sukses menggulingkan Soeharto membuat PRD diizinkan untuk ikut serta dalam Pemilu 1999. Namun, kala itu, PRD gagal hadir di DPR karena hanya mendapatkan suara sebesar 0,07%.

Pada pemilu-pemilu selanjutnya, PRD tidak ikut lagi. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat PRD untuk tetap memperjuangkan nilai-nilai yang dibawanya sejak didirikan pada tahun 1996. Ketua Umum PRD Agus Jabo Priyono mengungkapkan bahwa gerakan PRD saat ini cenderung dimotori oleh organisasi ad hoc yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

“Kami jarang menggunakan PRD secara langsung,” ujar Jabo, dalam wawancara bersama CNN Indonesia, Senin (227).

Meski PRD cenderung membantu organisasi ad hoc dan tidak berjuang di ranah legislatif praktis, jumlah anggota kader PRD masih cukup banyak dan tersebar di berbagai wilayah seluruh Indonesia.

“Hanya di Sumatera Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah yang tidak ada kepengurusan PRD,” ungkap Jabo. “Kalau kader, PRD punya sekitar 10 ribu orang. Itu hanya kader, belum simpatisan.”

Dalam menjalankan kegiatan politiknya di era Reformasi, PRD memiliki tiga nilai pokok perjuangan. Pertama, Machtsvorming, yang artinya adalah penggalangan kekuatan dan kekuasaan rakyat. Kedua, volunterisme, yakni perjuangan atas dasar kesukarelaan dengan menempatkan tujuan di atas kepentingan pribadi. Ketiga, pendidikan, yaitu menyelenggarakan diskusi dan kursus-kursus politik bagi massa, simpatisan, dan kader.

Saat ini, Jabo sedang mengurus kembali berkas-berkas partainya untuk ikut Pemilu 2024. Partainya akan segera kembali mengurus surat yang dibutuhkan untuk membuat PRD kembali resmi menjadi badan hukum. Ia juga menampik tudingan bahwa partainya ilegal hanya karena belum memiliki badan resmi.

Tudingan Neo-Komunisme Terus Berembus

Meski Orde Baru sudah gulung tikar, PRD masih kerap dituduh sebagai bagian dari neo-komunisme. Hal ini tampak dari salah satu video yang diunggah oleh warganet di Twitter.

Innalillahi wainnalillahi rojiun…
Duka cita buat rakyat indonesia punya pemimpin yg ogah TES DNA ..
Bendera PRD ( Partai rakyat demokrat).NEO PKI Mulai menunjukan diri..ini ada di jl HR Rasuna said kuningan jakarta pusat pic.twitter.com/bx8gUMAHes— Adira azzahara (@AzzaharaAdira) July 21, 2019

Apa yang disebutkan dalam video tersebut jelas tidak benar. Jabo menuturkan bahwa pada Kongres VII PRD, partai ini mengubah asas dari yang awalnya berhaluan Sosial Demokrasi Kerakyatan (Sosdemkra) menjadi Pancasila. Status partai terlarang juga sudah dihapuskan dari PRD semenjak partai ini ikut serta dalam Pemilu 1999.

Share: Menunggu Aksi Partai Rakyat Demokratik di Era Reformasi