Isu Terkini

Menguak Jejak Johar Lin Eng, dari Exco PSSI Berujung Bui

Fariz Fardianto — Asumsi.co

featured image

“Hah, Johar Lin Eng ketangkep polisi?,” kata seorang rekan wartawan saat pertama kali tahu peristiwa penangkapan terhadap Johar Lin Eng di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 27 Desember 2018.

Johar yang akrab disapa JLE itu memang cukup tersohor di kalangan awak media di Jawa Tengah, khususnya Kota Semarang. Pasalnya, sebelum menjadi Ketua Asprov PSSI Jateng, JLE lebih dulu dikenal publik sebagai General Manager Tim ‘Mahesa Jenar’ PSIS Semarang.

Sebagai pucuk pimpinan PSIS, JLE kala itu bisa dikatakan berhasil membawa Mahesa Jenar berjaya di papan atas kompetisi Liga 1 Indonesia. Banyak pemain berkualitas yang dibeli saat JLE menukangi PSIS sekitar lima tahun lalu.

Kemudian, nama JLE semakin menggaung setelah memimpin KONI Kota Semarang. Tak cuma dunia sepak bola. JLE rupanya merambah ke cabor olahraga lainnya di Kota Lumpia.

Dikenal Dekat dengan Pengurus Cabor

Saking tenarnya, banyak ketua cabang olahraga lokal yang mendekat kepada JLE. Tercatat ada cabor karate yang sempat merapat kepada JLE.

“Pak Johar yang Chinese itu kan? Masak dia terlibat pengaturan skor?,” kata Saiful. Saiful mengaku kenal JLE karena beberapa kali terlibat kerjasama dengan JLE saat menyelenggarakan kompetisi di kampusnya, Universitas Semarang (USM).

“Pak Johar kan kayaknya khusyuk,” sambungnya seakan tak percaya JLE jadi tersangka pengaturan skor Persibara Banjarnegara.

“Ya kalau di dalam khusyuk. Kalau diluar kan beda lagi. Johar Lin Eng itu memang benar-benar dikenal di Jateng. Minimal semua ketua cabor pasti hafal sama namanya,” sergah rekan wartawan online lainnya.

Kedekatan JLE dengan ketua cabor diluar sepak bola bukanlah isapan jempol. Beberapa atlet karate bahkan mengiyakan ihwal kedekatan JLE dengan pimpinan cabornya.

Jarang Ngantor

Terpisah, M Sutrisno, seorang pengurus Asprov PSSI Jateng bahkan dibuat kaget mendengar kabar penangkapan JLE. Kendati demikian, ia berdalih sudah lama tidak ketemu JLE baik di kantornya maupun saat acara-acara sereminoal keolahragaan lainnya.

“Saya juga sudah lama enggak ketemu Pak Johar maupun ke kantor Asprov. Saya lebih banyak pergi ke daerah-daerah untuk pembinaan pemain muda,” katanya.

Putut Adi Wibowo, Komisi Kompetisi Asprov PSSI Jateng pun setali tiga uang. Ia lama tak mendengar kabar JLE. Ia sudah jarang ngantor. Sedangkan JLE pun sangat jarang menyambangi Markas Asprov PSSI Jateng.

Tolak Berikan Bantuan Hukum

Sementara Assosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jateng menolak memberikan bantuan hukum bagi JLE. Sekretaris Asprov PSSI Jateng, Purwidyastanto beralasan apa yang menjerat JLE merupakan masalah pribadi dan bukan urusan organisasinya.

“Bapak ketua kan juga exco PSSI, nanti pasti akan di urus PSSI pusat. Untuk bantuan hukum, ini adalah masalah personal, yang mendampingi tentu terpisah dari organisasi,” paparnya.

“Dalam hal ini menyangkut pejabat asosiasi, ini bukan sangkut pautnya dengan sepak bola yang ada di Jawa Tengah, ini kasus pribadi, bukan asprov Jateng,” ujarnya.

Ia kini lebih memilih konsentrasi menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan di PSSI Jawa Tengah.

“Kami konsen memajukan sepak bola Jawa Tengah. Produk produk kompitisi harus kita jaga. Secara organisasi tidak berpengaruh, program-program terintegrasi dengan PSSI pusat,” bebernya.

Keluarga JLE Syok

Dilain pihak, penelusuran Asumsi.co berlanjut ke rumah JLE di Jalan Gajah Raya, Kecamatan Gayamsari, Semarang. Suasana rumah tampak sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Rumah yang bertengger dua lantai itu terlihat kosong pasca JLE ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor.

Khairul Anwar, kuasa hukum JLE menyebut bahwa keluarga kliennya kini sedang syok. Musababnya, keluarga JLE merasa dipojokan dengan ragam tuduhan yang disebarkan secara sepihak oleh aparat kepolisian.

“Fakta baru akan kami munculkan karena selama ini baru pernyataan sepihak dari pelapor,” urainya. Ia pun berharap semua oknum yang terlibat bisa ditangkap oleh polisi.

“Keluarganya pak Johar jelas syok berat. Kita berusaha meredam saja. Kita sampaikan resikonya begini, begini dan begini. Dan keluarganya minta kepada kita untuk dimaksimalkan (penanganan hukumnya),” cetusnya.

Khairul memastikan awal tahun ini pihak keluarga akan menjenguk JLE ke Jakarta. “Beberapa saudaranya saja yang ke sana,”.

Lebih jauh, Khairul menjelaskan kliennya saat ditangkap langsung dicecar berbagai pertanyaan seputar keterlibatannya dalam pengaturan skor. JLE diperiksa tak kurang tiga jam. Kemudian pukul 16:00 WIB melakukan pemeriksaan fisik. Tanpa diduga kemudian dilakukan penahanan di Polda Metro.

“Materi yang terungkap tidak seperti yang ditayangkan Mata Najwa. Ada 38 pertanyaan dan 10 halaman materi pemeriksaan. Lidiknya tetap terkait peran pak Johar dalam kompetisi yang diikuti Persibara. Benang merahnya ke pak Johar dan sisanya seperti diungkap di Mata Najwa,” tuturnya.

Ia membeberkan Laksmi sebagai manajer Persibara sebenarnya mengajukan tagihan kepada PSSI. Ia merasa kecolongan dengan penahanan JLE di Polda Metro Jaya. Sebab awalnya kliennya hanya sebatas mengklarifikasi atas kasus itu pada 27 Desember. Karena kita dapat undangan klarifikasi pada 24 Desember kemarin. Tanggal 27 pak Johar mau hadir di sana untuk klarifikasi. Tapi jadinya diborgol,” bebernya.

Terancam Penjara 5 Tahun

Ia mengaku kliennya terancam hukuman penjara lima tahun dan dikenakan pasal berlapis. Kliennya dapat dikenai tiga pasal. Mulai Pasal 378 KUHP mengenai tindak pidana penipuan, Pasal 372 KUHP terkait tindak pidana penggelapan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.

“Kalau ada minimal lima tahun, pasal mana itu yang itu yang diterapkan. Karena di ketentuan Pasal 372, 378, dan di Pasal UU nomor 11 tahun 1980 adanya ancaman hukuman maksimal, tidak ada minimal,” imbuhnya.

Dirinya berujar saat ini pihaknya masih mencari predicate crime yang bisa dibuktikan. Membuktikan tindakan yang terangkum sebagai unsur Pasal 372 atau 378.

“Bagaimana konstruksi penipuan, itu harus unsurnya terpenuhi. Saya belum sampai detik hari ini, dari keterangan versi klien kami, kita nggak menemukan di situ. Tapi kalau keterangan dari Miss T dan Mr. P, kita nggak tahu. Kemudian kalau penggelapan, bagaimana konstruksinya,” katanya.

Sementara pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980, isinya menurut Khairul adalah hukuman maksimal lima tahun bagi penyuap. Sementara pihak penerima selama-lamanya tiga tahun. Seperti yang tercantum masing-masing pada Pasal 2 dan 3 di UU tersebut.

Ia berharap melalui kinerja Satgas Anti Mafia Bola, semua hal yang masih belum terungkap, bisa seluruhnya tersingkap ke publik. “Bahwa inilah yang sebenarnya terjadi,” tegasnya.

Share: Menguak Jejak Johar Lin Eng, dari Exco PSSI Berujung Bui