Kesehatan

Mengenal Toxic Positivity, Perasaan Harus Bahagia yang Berefek Buruk ke Psikologis

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
ANTARA/Shutterstock/Fauzi Muda

Penelitian terbaru mengungkapkan, tekanan untuk selalu merasa
bahagia memiliki efek yang buruk pada kesejahteraan psikologis seseorang.

Toxic positivity: Istilah toxic positivity atau kondisi yang
memaksa seseorang untuk berusaha dan berpikir positif dalam keadaan apapun,
semakin sering dibicarakan. Khususnya, selama pandemi Covid-19. Para ilmuwan
dari Universitas Tilburg Belanda menyatakan, ironisnya efek buruk tekanan itu
terjadi terutama di negara-negara dengan skor tinggi pada Indeks Kebahagiaan
Dunia (World Happiness Index). Juga terjadi di negara-negara yang memiliki
standar kebahagiaan yang lebih tinggi.

“Ada hubungan yang kuat antara perasaan perlu bahagia
dan sejauh mana orang benar-benar mengalami perasaan seperti kesedihan,
kesuraman, kelelahan atau kecemasan,” demikian keterangan tertulis
penelitian tersebut, dilansir dari Antara.

Penelitian lintas budaya itu dilakukan dengan lebih dari
7.400 peserta di 40 negara. Ini menguraikan hubungan antara tekanan masyarakat
untuk bahagia dan kesejahteraan psikologis.

Studi tersebut mengamati bahwa di Belanda (urutan kelima
dalam WHI 2021), hubungan antara tekanan untuk bahagia dan kesejahteraan
psikologis untuk sebagian besar indikator sekitar dua kali lebih kuat
dibandingkan dengan Uganda atau Ukraina (menempati 119 dan 110 dalam WHI 2021).

Kesusahan hal normal: Kepala Departemen Kesehatan Mental,
Fortis Memorial Research Institute, Gurgaon, India Kamna Chibber mengatakan,
penting untuk memusatkan perhatian pada penerimaan situasi dalam kehidupan.
Sebab, mengalami masalah dan kesusahan dengan kondisi tertentu adalah hal yang
normal.

“Sangat penting untuk menekankan bahwa meskipun
tujuannya adalah untuk mengalami kegembiraan, tetap positif dan optimis, hal
tersebut juga harus termasuk merangkul pengalaman dan emosi yang sulit dan
tidak terus-menerus berusaha untuk menolak atau menyangkal kehadiran
mereka,” ujar Chibber.

Penerimaan membutuhkan seseorang untuk hadir dan tidak
berpaling dari situasi. Menyangkal, menjaga jarak, dan meninggalkan kesedihan
tidak akan membantu dalam menemukan resolusi.

“Sebaliknya, merangkul situasi dan mengakui apa yang
terjadi pada Anda, emosi dan pikiran Anda, dan bagaimana hal itu mempengaruhi
Anda sangat penting untuk bisa bergerak maju,” ucapnya.

Di sisi lain, dapat membantu memelihara keadaan
kebahagiaan/kepuasan tetap perlu mempertahankan sikap positif, mengenali
ketidakkekalan pikiran, perasaan dan situasi, serta menggunakannya sebagai cara
untuk menghargai kebaikan yang ada.

Baca Juga

Share: Mengenal Toxic Positivity, Perasaan Harus Bahagia yang Berefek Buruk ke Psikologis