Isu Terkini

Menemukan Konten Bunuh Diri di Media Sosial? Biarlah Berhenti di Kamu

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Video seorang laki-laki bunuh diri di depan kamera menyebar luas di platform media sosial seperti TikTok, Facebook, dan Twitter. Menyebar sejak Minggu lalu, video tersebut belum terhapus seluruhnya di semua platform. Video ini pertama kali muncul di Facebook pada akhir Agustus, kemudian diunggah ulang ke platform-platform lain dan digabungkan dengan konten yang sekilas tidak berbahaya—seperti video kucing atau orang berjoget.

“Tolong untuk tidak membuka TikTok hari ini atau besok,” kata seorang pengguna TikTok (8/9). “Jika kamu melihat video yang bermula dengan seorang laki-laki berambut panjang dan berjanggut sedang menelepon, keluarlah secepatnya!”

Walaupun Facebook telah berhasil menghapus unggahan aslinya, tetapi banyak pengguna internet telah keburu menyimpannya dan video pun kembali diunggah ulang di mana-mana. Penghapusan konten menjadi semakin kulit ketika video diunggah ulang dengan menggunakan filter, audio yang didistorsi, dan penambahan materi lain yang tidak berbahaya—membuat algoritma platform kesulitan untuk memilah dan mendeteksi. Bahkan, ada pula pertemuan Zoom yang kena bomb oleh sekumpulan orang yang menayangkan video tersebut.

TikTok mengatakan pihaknya telah mencabut akun yang telah berkali-kali mengunggah video tersebut. Sistemnya pun dikatakan dapat secara otomatis menandai konten-konten yang menggambarkan, mengglorifikasi, dan mempromosikan bunuh diri. Namun, TikTok juga mengakui bahwa dibutuhkan kontribusi dari pengguna-penggunanya untuk turut melaporkan dan memperingatkan orang lain untuk tidak menonton dan menyebarkannya.

“Kami menghargai pengguna TikTok yang telah melaporkan konten dan memperingatkan orang lain untuk tidak menonton, berinteraksi, dan membagian video di platform apapun untuk menghargai orang tersebut dan keluarganya,” kata TikTok dalam pernyataan resminya.

Konten Bunuh Diri dan Trauma Berkepanjangan

Selain melanggar privasi subjek dalam konten dan orang-orang terdekatnya, melihat konten bunuh diri di media sosial punya dampak serius terhadap kondisi kesehatan jiwa. Into The Light, komunitas pusat advokasi pencegahan bunuh diri di Indonesia, menyebutkan bahwa orang yang menyaksikan konten semacam itu di media sosial rentan mengalami trauma sekunder karena adegan yang terlalu eksplisit. “Trauma sekunder yang berulang-ulang dapat menyebabkan orang yang semula sehat jiwa mulai mengalami pemikiran untuk bunuh diri, meningkatkan stres dan depresi, atau efek samping lainnya,” katanya dalam artikel.

Apa yang dialami orang yang menyaksikan video orang bunuh diri serupa dengan kondisi ketika seseorang menyaksikan kejadian bunuh diri secara langsung. Ashley Tate Hatton dari California School of Professional Psychology yang melakukan penelitian tentang ini menemukan bahwa hampir semua subjek penelitiannya mengalami trauma setelah menyaksikan kejadian bunuh diri.

Sebanyak 9 dari 10 subjek mengatakan bahwa gambaran kejadian terulang-ulang di kepala mereka, 6 dari 10 mengaku bahwa mereka kerap kembali teringat kejadian itu tanpa disadari, dan tiga di antaranya mengalami reaksi fisik seperti berkeringat, pusing, dan kesulitan bernapas ketika kembali teringat. Ada 8 dari 10 subjek yang mengatakan bahwa kejadian itu berdampak signifikan ke hidup mereka, dan satu di antaranya mengalami kondisi gangguan stres pasca trauma (PTSD) kronis.

Walaupun orang yang menyaksikan kejadian bunuh diri kemungkinan besar tidak akan mengalami PTSD—atau sekitar 5% laki-laki dan 10% perempuan menurut studi pada tahun 1995—tetapi efek traumanya bisa berlangsung selama berminggu hingga berbulan-bulan. “Menyaksikan kematian tragis seseorang—entah itu orang asing atau orang yang kita kenal—tentunya berpotensi untuk menyebabkan tekanan psikologis, dan membuat individu tersebut berisiko untuk mengalami PTSD,” ujar Teresa Lopez-Castro, Psychology Assistant Professor City College of New York, kepada The Atlantic.

Tak hanya berisiko membuat seseorang trauma berkepanjangan, menyebarnya video bunuh di media sosial juga bisa memantik terjadinya bunuh diri tiruan atau yang dikenal dengan istilah efek Werther. Bunuh diri yang dilakukan oleh aktor Korea Selatan, Choi Jin-Sil, misalnya, telah menyebabkan angka bunuh diri naik hingga 162,3% di negara tersebut. Begitu pula kematian Marilyn Monroe yang diikuti dengan kenaikan 200 lebih angka bunuh diri pada bulan yang sama.

Sementara itu, penggambaran adegan bunuh diri di serial TV 13 Reasons Why telah meningkatkan penelusuran “how to commit suicide” di internet hingga 26%, “commit suicide” sebanyak 18%, dan “how to kill yourself” hingga 9%. Penelitian lain pada 2019 ikut menunjukkan bahwa perempuan berusia 20-29 tahun jadi yang paling rentan untuk melakukan bunuh diri tiruan, diikuti dengan laki-laki berusia 50-59 tahun.

Konten bunuh diri di media sosial juga dapat memperburuk stigma bagi orang-orang terdekat yang ditinggalkan—di saat mereka sedang berada di posisi rentan dan membutuhkan dukungan moral. Stigma yang datang dari komentar-komentar negatif di media sosial pun membikin seseorang yang punya tendensi bunuh diri dapat menjadi enggan untuk mencari bantuan. “Orang dengan kecenderungan bunuh diri dan depresi yang butuh pertolongan dapat membaca komentar negatif dari video bunuh diri. Mereka akan menjadi enggan mencari bantuan karena takut terkena stigma dan penghakiman dari orang banyak,” ujar Into The Light.

Untuk itu, disarankan agar seseorang dapat segera melaporkan konten bunuh diri di media sosial untuk dihapus, tidak menyebarkan ataupun berinteraksi dengan pihak yang menyebarkan, dan tidak memberikan komentar-komentar yang semakin melekatkan stigma kepada orang dengan gangguan jiwa ataupun orang yang punya tendensi bunuh diri.

Saat ini, Indonesia belum memiliki hotline yang didekasikan khusus untuk pencegahan bunuh diri. Jika kamu kenal seseorang yang mencoba melakukan bunuh diri atau berada di situasi lain yang mengancam nyawa, hubungi nomor 119 untuk memanggil ambulans atau pertolongan pertama pada kecelakaan.

Jika kamu atau orang terdekatmu merasa depresi, cemas, dan membutuhkan layanan konseling, hubungi nomor-nomor berikut:

RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565

RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025, 8320467

RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841

RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601

RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444

Kamu juga bisa melakukan konseling daring lewat aplikasi-aplikasi yang tertera di sini.

Share: Menemukan Konten Bunuh Diri di Media Sosial? Biarlah Berhenti di Kamu