Budaya Pop

Mencuplik Kehidupan Zaman Now di Film ‘Ku Lari ke Pantai’

Christoforus Ristianto — Asumsi.co

featured image

Kisah petualangan anak memang selalu menarik. Beragam film bertemakan petualangan menghiasi masa kecil anak-anak Indonesia, mulai dari film Petualangan Sherina hingga Laskar Pelangi. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, film Kulari ke Pantai berhasil menangkap kegelisahan dan gaya hidup anak kecil hingga dewasa yang kini kerap sibuk dengan gawainya masing-masing. Masalah sosial itulah yang disuguhkan dan menjadi pembeda dengan film petualangan di zaman sebelumnya.

Bekerja sama dengan Ideosorce Entertainment, Base & Go-Studio, Miles Films kembali menghadirkan film petualangan dari sudut pandang anak-anak setelah 10 tahun rehat memproduksi film dengan tema tersebut.

Uci, Sam dan Happy di Bromo, jawa Timur Sumber foto: Miles Production
Uci, Sam dan Happy di Bromo, Jawa Timur (Sumber foto: Miles Production)

Film Kulari ke Pantai mengisahkan tentang dua sepupu, Sam (Maisha Kanna) dan Happy (Lil’li Latisha) yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Kala hadir dalam perayaan ulang tahun neneknya di Jakarta, Happy terlihat sedang beradu pendapat dan menyudutkan Sam yang tinggal di Kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur.

Ibu Happy, Kirana (Karina Suwandi) melihat langsung apa yang dilakukan Happy terhadap Sam. Lantas, Kirana meminta Happy untuk ikut dalam perjalanan darat Sam dan Uci (Marsha Timothy) dari Jakarta ke Banyuwangi. Harapannya, Sam dan Happy bisa akur kembali layaknya kala mereka masih kecil.

Tak ayal, Happy tak bisa menampik arahan dari orang tuanya. Ia memutuskan ikut perjalanan yang menempuh 1.000 kilometer lebih tersebut agar diperbolehkan menonton sebuah konser dengan teman sebayanya yang dijanjikan oleh sang ibu.

Selama perjalanan, Happy kerap menyibukan dirinya dengan bermain gawai dan mendengarkan musik. Alhasil, Uci yang menjadi algojo dalam mengakurkan Sam dan Happy mengambil langkah tegas untuk menyita gawai Happy. Ia hanya diperbolehkan menggunakan gawai setiap empat jam sekali dengan durasi dua jam.

Dengan demikian, mau tidak mau, Happy harus berkomunikasi dengan Uci dan Sam dalam satu mobil. Sampai di tempat peristirahatan di Cirebon, keduanya nampak sudah mulai berkomunikasi dengan baik lantaran mereka tidur dalam satu kamar, terpisah dengan Uci.

Mereka pun mulai mengenal kebiasaan masing-masing sebelum tidur, yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui saat kecil. Sam yang lambat laun tertidur tanpa selimut, lantas menarik Happy untuk untuk menutupi badan Sam dengan selimut.

Secara tidak langsung, film ini menyampaikan kepedulian kala Happy yang tidak bisa menggunakan gawainya, terpelatuk untuk bersikap peduli kepada Sam. Selain itu, Sam juga membantu Happy untuk mendapatkan kaca mata hitamnya yang diambil oleh seorang anak dari pemilik motel. Happy pun terdistraksi oleh peristiwa-peristiwa tersebut dan jarang menggunakan gawai.

Usai dari Cirebon, ketiganya melanjutkan perjalanan hingga sampai di penginapan Gunung Bromo, Jawa Timur. Di situlah, Sam dan Happy mengalami perdebatan yang berujung pada kepergian Happy untuk kembali ke Jakarta. Hal itu dilakukan Happy untuk memperbaiki hubungan dengan salah satu teman dekatnya yang diusik oleh Sam melalui video call.

Tak ayal, Uci gelagapan lantaran ia bertanggung jawab atas kepergian Happy. Hingga akhirnya mereka menemukan Happy yang pergi diam-diam bersama teman barunya, Fifi, yang sebelumnya bertemu di Gunung Bromo.

Happy lantas memaknai pelajaran tersebut dan meminta maaf kepada Uci dan Sam. Kala perjalanan pulang menuju tempat penginapan di Bromo, sialnya mobil yang mereka gunakan mengalamai gangguan dan terpaksa menepi di pinggir jalan.

Saat itu, Sam dan Happy bertemu dengan seorang anak yang mengalami sakit usus buntu. Happy yakin benar bahwa anak tersebut harus dioperasi meskipun Uci tidak percaya. Alhasil, mereka membawa anak tersebut ke rumah sakit untuk menjalani operasi dan merelakan impian Sam yang hendak bertemu dengan peselancar favoritnya di Banyuwangi.

Selama perjalanan dan petualangan tersebut, Happy jarang menggunakan gawainya ketika ia sudah menemukan kenikmatan perjalanan darat tersebut. Ia pun menjadi mengenal dunia petualangan tanpa ketergantungan dengan gawai.

Produser Kulari ke Pantai Mira Lesmana mengaku, film tersebut memang hendak memberikan kritik terhadap gaya hidup anak-anak zaman sekarang yang lekat sekali dengan gawai.

“Salah satu caranya yaitu dengan berpetualang. Mau enggak mau ya harus berkomunikasi,” kata Mira saat jumpa pers, Jumat (22/6/2018).

Ia menambahkan, perjalanan semakin menyenangkan jika dilalui tanpa bermain gawai dan menambah wawasan akan keinadahan dan budaya Tanah Air. Jadi, mumpung masih libur sekolah, yuk nonton film Kulari ke Pantai!

Share: Mencuplik Kehidupan Zaman Now di Film ‘Ku Lari ke Pantai’