General

Melihat Lagi Jasa Amien Rais untuk PAN Usai Didesak Mundur dari Partai

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Posisi Amien Rais sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) sedang digoyang di tengah riuhnya situasi politik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Lima pendiri PAN mendesak agar Amien melepas jabatannya di kepengurusan partai dan politik nasional. Hal itu pun membuat banyak perhatian tertuju pada sosok Amien dan kiprah politiknya selama ini.

Permintaan mundur terhadap Amien sendiri disampaikan lewat surat terbuka yang dibuat dan ditandatangani oleh lima pendiri PAN, yakni Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Goenawan Muhammad, Toeti Heraty, serta Zumrotin. Dalam surat terbuka itu, Amien diminta untuk menyerahkan kepengurusan kepada generasi penerus. Ia juga diminta untuk menempatkan diri sebagai penjaga moral, keadaban bangsa, serta memberikan arah jangka panjang bagi kesejahteraan dan kemajuan negeri.

“Sudah saatnya saudara mengundurkan diri dari kiprah politik praktis sehari-hari,” demikian salah satu kutipan dalam Surat Terbuka untuk Amien Rais, Rabu, 26 Desember 2018.

Setidaknya ada lima alasan yang dibeberkan yang meminta Amien mundur dari kepengurusan PAN. Alasan pertama karena Amien dianggap cenderung semakin eksklusif serta tidak menumbuhkan kerukunan bangsa dalam berbagai pernyataan dan sikap politiknya. Lalu kedua, Amien dianggap bersimpati, mendukung, dan bergabung dengan politisi yang beraspirasi mengembalikan kekuatan orde baru ke kancah politik Indonesia. Padahal, jika dilihat lagi, Amien sendiri adalah sosok tokoh reformasi yang ikut berperan dalam menggulingkan pemerintahan Orba.

Ketiga, Amien dinilai sudah menjadikan agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuan meraih kekuasaan. Keempat, Amien sebagai ilmuwan politik dinilai telah gagal mencerdaskan bangsa dengan ikut mengeruhkan suasana dalam negeri dalam menyebarkan berita yang jauh dari kebenaran tentang kebangkitan PKI di Indonesia.

Kemudian yang terakhir, Amien sebagai orang yang berada di luar struktur utama PAN terkesan berat menyerahkan kepemimpinan PAN kepada generasi berikutnya dengan terus menerus melakukan manuver politik yang destruktif bagi masa depan partai.

Baca Juga: Amien Rais, Beda Zaman Beda Kawan

“Atas dasar pertimbangan semua itu, kami sebagai bagian dari pendiri PAN yang bersama saudara saat itu meyakini prinsip-prinsip yang akan kita perjuangkan bersama, menyampaikan surat terbuka ini sebagai pengingat dari sesama kawan,” kata Goenawan Muhammad dan kawan-kawan.

Permintaan mundur dari lima pendiri PAN terhadap Amien Rais, seolah ingin menegaskan bahwa pihak partai sudah sejalan lagi dengan tokoh reformasi itu. Padahal di luar gerak-gerik Amien yang dianggap keluar jalur, mantan Ketua MPR RI itu justru punya jasa besar bagi perjalanan politik PAN di kancah perpolitikan tanah air. Sosok Amien memang melekat bersama partai berlambang matahari terbit itu.

Amien Rais Si Tokoh Reformasi

Bukan Amien Rais namanya jika tak meramaikan jagat perpolitikan nasional. Keaktifan Amien dalam menyampaikan pendapat, kritik, dan bermanuver, membuat sosoknya selalu jadi perhatian luas di dunia politik. Bahkan, tak jarang pula pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah pada 26 April 1944 silam itu menuai kontroversi.

Amien sendiri dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah, di mana orangtuanya terlibat aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Hidup di tengah-tengah keluarga yang aktif berorganisasi membuat jalan Amien di dunia pendidikan pun berlangsung panjang. Ia menghabiskan banyak waktunya di luar negeri.

Amien pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta dan lulus sebagai sarjana pada 1968. Ia juga berhasil lulus sebagai Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969). Setelah itu, Amien melanjutkan pendidikannya di luar negeri.

Lama mengenyam pendidikan jauh dari tanah air, Amien baru kembali tahun 1984 dengan berstatus meraih gelar master (1974) dari Universitas Notre Dame, Indiana, dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Lantas, ia pun mengabdikan diri sebagai dosen di kampus asalnya, UGM.

Selain itu, Amien juga aktif dalam berorganisasi seperti di Muhammadiyah, ICMI, BPPT, dan beberapa organisasi lainnya. Maka tak heran, Amien muncul sebagai cendekiawan yang berdiri paling depan jelang keruntuhan era Orba. Keaktifannya itu lah yang membuat Amien dijuluki Lokomotif Reformasi.

Baca Juga: Kader Partai Oposisi Pindah Haluan Dukung Jokowi, Patutkah Diberi Sanksi?

Amien Rais dan PAN dalam Lingkaran Politik Nasional

Tiga bulan setelah pemerintah Orba dan Soeharto lengser, Amien Rais dan sejumlah tokoh lainnya mendeklarasikan PAN pada 23 Agustus 1998. Lahirnya PAN tentu tak lepas dari keberadaan Majelis Amanat Rakyat (MARA) yang dibentuk tanggal 14 Mei 1998 atau hanya beberapa hari sebelum Soeharto lengser.

Amien bersama 50 tokoh cendekiawan dan budayawan lainnya mendirikan MARA, yang merupakan salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto. Saat itu Amien Rais selaku juru bicara membacakan tuntutan agar Presiden Soeharto mundur.
Saat itu, MARA sendiri diharapkan bisa menjadi motor perjuangan bagi keadilan dan demokrasi di Indonesia. Kemudian, tiga hari setelah Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakilnya BJ Habibie, Amien mendesak presiden baru agar menyatakan diri sebagai pemerintahan transisional dengan keharusan mempercepat pemilu yang bersih, jujur, dan adil.

Barulah akhirnya Amien Rais bersama 50 tokoh lainnya mendirikan PAN dan dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998 di Jakarta berdasarkan pengesahan Depkeh HAM No. M-20.UM.06.08 tgl. 27 Agustus 2003. Kala itu, Amien menjadi ketua umum partai. Sebagai partai politik, PAN sendiri memiliki platform nasionalis terbuka, dengan asas partai yakni akhlak politik berlandaskan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam.

Selain Amien Rais, pembentukan PAN juga melibatkan beberapa tokoh lainnya, seperti Faisal Basri, A.M. Fatwa, Hatta Rajasa, Rizal Ramli, Emil Salim, Zoemrotin, Alvin Lie, hingga Toety Heraty, Albert Hasibuan, Abdillah Toha, serta Goenawan Mohamad.

PAN pun memulai kiprahnya di perpolitikan nasional dengan melakukan debutnya pada Pemilu 1999. Kala itu, PAN meraup 7,1 persen suara dan memperoleh 34 kursi di DPR. Meski hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN, Amien justru berhasil menjadi ketua MPR RI periode 1999-2004.

Baca Juga: Amien Rais Ancam Jewer Ketum Muhammadiyah dan Lakukan Paksaan Senior di Pilpres

Sejatinya, Amien sendiri sempat diumumkan secara resmi oleh PAN sebagai calon presiden. Keputusan itu diambil sesuai hasil rapat kerja nasional pertama di Bandung pada 18 Desember 1998. Namun, pada tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan presiden.

Meski begitu, pada Pemilu 2004, Amien Rais akhirnya maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Siswono Yudohusodo. Pasangan ini kalah dan hanya berada di urutan ke-4 dari 5 pasangan kandidat dengan mengumpulkan 14,66 persen suara nasional. Pada Pemilu 2004 itu, PAN sendiri hanya berhasil mendapatkan total 6,4 persen suara dan 53 kursi di parlemen.

Saat itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) berhasil memenangkan kontestasi Pemilu 2004. Lebih lanjut, SBY terpilih kembali sebagai presiden pada Pemilu 2009, di mana ia berpasangan dengan Boediono selaku wakil presiden. Sementara pada Pemilu 2009, PAN menjadi parpol di peringkat ke-5 dengan meraih 6,0 persen suara dan 43 kursi di DPR.

Di Pemilu 2014, perolehan suara PAN mengalami kenaikan yakni dengan meraup 7,6 persen dan 48 kursi di DPR. Sayangnya, peningkatan perolehan suara PAN tak diikuti dengan langkah Ketua Umum PAN saat itu, Hatta Rajasa yang maju sebagai cawapres berpasangan dengan capres Prabowo Subianto. Meski mendapatkan dukungan dari partai-partai besar, pasangan Prabowo-Hatta tetap kalah dari pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla.

Dalam perjalanan politiknya, Amien sendiri menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005. Berkat perjalanan panjangnya di dunia politik, Amien juga pernah dijuluki sebagai “King Maker“. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001.

Share: Melihat Lagi Jasa Amien Rais untuk PAN Usai Didesak Mundur dari Partai