Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS memakzulkan Presiden Donald Trump karena menganggapnya menghasut massa dan memantik kerusuhan di Gedung Kongres, Capitol Hill, pekan lalu. Dengan demikian, Trump menjadi presiden pertama yang dimakzulkan dua kali.
Pada akhir 2019, Trump dimakzulkan dengan tuduhan memaksa Ukraina dan sejumlah negara lain untuk menciptakan narasi menyesatkan tentang pesaingnya dalam pemilu, Joe Biden. Senat kemudian membebaskannya dari tuduhan ini pada Februari 2020 setelah sidang pemakzulan di Senat yang berlangsung selama 20 hari.
Rabu (13/1), atau tepat sepekan setelah massa pendukung Trump menyerbu Gedung Kongres, 232 anggota DPR AS menyetujui pemakzulannya. Di antara 232 orang tersebut, terdapat 10 politikus Partai Republik–partai yang mengusung Trump. Dengan kata lain, pemakzulan ini memperoleh dukungan bipartisan.
Bisakah Trump Dimakzulkan?
Trump akan melepaskan jabatannya pada 20 Januari mendatang, menyusul kekalahannya dalam Pemilu AS, November 2020, dari Joe Biden.
Namun, para politikus Demokrat, termasuk Ketua DPR AS Nancy Pelosi, ingin Trump tetap bertanggung jawab atas tindakannya memicu kerusuhan di Capitol, 6 Januari lalu. Meski mungkin sudah terlambat untuk memecatnya sebelum masa jabatannya berakhir, setidaknya mereka masih ingin memberikan Trump sanksi.
Dikutip dari Vox, Kamis (14/1), jika Trump terbukti bersalah, Senat juga dapat mengadakan pemungutan suara untuk melarang Trump memegang jabatan publik lagi di masa depan.
Selain itu, Trump juga akan kehilangan tunjangan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Mantan Presiden 1958, yang mencakup tunjangan pensiun, asuransi kesehatan dan jaminan keamanan, yang didanai pajak.
Namun, pemakzulan ini belum direstui oleh Senat. Perlu diketahui, AS menganut sistem dua kamar, sehingga sidang pemakzulan harus mendapatkan persetujuan DPR dan Senat sekaligus.
Jika pemakzulan pertama Trump digagalkan Senat AS yang mayoritas dikuasai Republik, kali ini bisa berbeda sebab di tingkat DPR upaya ini didukung baik oleh politikus Demokrat maupun Republik.
Demokrat ingin Senat secepatnya bisa membuat keputusan pemakzulan tersebut. Namun, para Senator sedang reses dan akan masuk lagi pada 19 Januari, sehari sebelum Presiden AS terpilih Joe Biden dilantik.
Menurut Pemimpin Minoritas Senat (Demokrat) Chuck Schumer, resolusi 2004 memungkinkan Senat melakukan sidang darurat dengan persetujuan dari pemimpin mayoritas dan minoritas.
Sebagai informasi, hanya butuh dukungan dua pertiga dari 100 senator untuk memvonis Trump. Itu berarti, setidaknya ada 17 dukungan. Seorang sumber meyakini, tidak akan ada kesulitan menemukan 17 senator dari Partai republik untuk itu.
Namun, Ketua Senat (Republik) Mitch McConnell mengatakan tidak akan melakukan persidangan terburu-buru. “Tidak ada kemungkinan persidangan yang adil atau serius dapat diselesaikan sebelum Presiden terpilih Biden dilantik pekan depan,” kata McConnell dikutip dari USA Today, Kamis (14/1).
Pertanyaan kembali muncul. Jika Senat tidak dapat mengadakan persidangan sebelum Trump meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari, apakah Trump bisa diadili setelah dia meninggalkan jabatannya? Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya.