Olimpiade Tokyo yang digelar di tengah pandemi Covid-19 tahun ini disebut sebagai Olimpiade paling ramah gender. Bagi perempuan, Olimpiade yang mestinya digelar tahun lalu itu punya alokasi atlet perempuan yang banyak hingga dukungan kebijakan untuk atlet yang sedang menyusui.
Mengutip laporan CNA, upaya ke arah sana memang telah direncanakan cukup rapi. Maret 2021 lalu, Komite Olimpiade Internasional (IOC) bahkan sudah mengumumkan bahwa Olimpiade Tokyo akan menjadi Olimpiade pertama yang seimbang gender dalam sejarah.
“Olimpiade Tokyo akan lebih muda, lebih urban dan akan mencakup lebih banyak perempuan,” kata presiden IOC Thomas Bach.
Omongan Bach nampaknya tak sekadar sesumbar. Ini beragam perubahan yang ramah gender dalam Olimpiade Tokyo:
1. Penambahan kuota atlet perempuan
Menurut IOC, alokasi kuota untuk atlet putri yang berlaga tahun ini hampir 49 persen. Ini termasuk sembilan nomor campuran yang lebih banyak daripada Olimpiade Rio, Brasil 2016, termasuk estafet triathlon beregu campuran dan nomor ganda campuran tenis meja.
Lain dari itu, untuk pertama kalinya, IOC mewajibkan 206 Komite Olimpiade Nasional, yang mewakili 80 negara, untuk memiliki setidaknya satu perempuan dan satu laki-laki dalam komite.
IOC juga telah meminta setiap negara untuk mengirimkan dua atlet yang bersaing sebagai pembawa bendera ganda serta satu perempuan dan satu laki-laki untuk Upacara Pembukaan.
2. Presiden olimpiade perempuan
Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo juga dipimpin oleh seorang perempuan. Ia adalah Seiko Hashimoto, yang dikenal sebelumnya sebagai pesepeda dan skater.
Hashimoto unya langkah progresif sesaat setelah menjabat, menggantikan presiden sebelumnya Yoshiro Mori. Mori mundur setelah ucapan seksisnya dirundung.
Langkah progresif Hashimoto adalah menyerukan agar perempuan menjadi 40 persen dari anggota dewan penyelenggara. Sebuah keputusan yang didukung oleh Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo.
3. Dukungan untuk atlet yang menyusui
Karena protokol COVID-19 yang ketat, penyelenggara awalnya melarang anggota keluarga atlet menghadiri Olimpiade. Namun kebijakan ini dikritik, salah satunya oleh pemain bola basket Kanada Kim Gaucher dan pelari jarak jauh AS Aliphine Tuliamuk.
Tuliamuk menyampaikan keinginannya yang dekat dengan keluarga selama Olimpiade berlangsung. “Kadang-kadang saya berpikir, bagaimana jika sesuatu yang mengerikan terjadi dan saya tidak pernah kembali ke rumah, seperti bagaimana jika saya tidak pernah kembali dari Tokyo?”
Gaucher juga mengatakan dia “dipaksa untuk memutuskan antara menjadi ibu menyusui atau atlet Olimpiade”.
Kritikan ini nyatanya didengar oleh penyelenggara Olimpiade. Pihak penyelenggara mengumumkan bahwa atlet menyusui akan diizinkan membawa anak-anak mereka ke Olimpiade Tokyo bila perlu.
4. Lebih banyak pemikiran untuk perangkat olahraga yang ramah perempuan
Di Inggris, dalam upaya membantu mengurangi ketidaknyamanan payudara pada atlet perempuan, sekelompok ilmuwan di Institut Olahraga Inggris dan Universitas Portsmouth mulai mengerjakan bra olahraga khusus untuk Tim Inggris Raya yang akan tampil di Olimpiade Tokyo.
Menggunakan teknologi seperti sistem sensor gerak yang ditempatkan di bawah bra, Brogan Horler, Kepala Pengujian Produk di Kelompok Penelitian Kesehatan Payudara Universitas Portsmouth, mengatakan dalam sebuah wawancara video oleh universitas bahwa bra olahraga mengurangi gerakan payudara dan memberikan pantulan yang lebih baik.
Pengerjaan sport bra yang lebih nyaman ini berdasarkan survei yang dilakukan lembaga tersebut terhadap 70 atlet perempuan. Dalam hasil survei yang dirilis, 17 di antaranya mengatakan bahwa mereka minum obat untuk mengurangi nyeri payudara, sementara 17 lainnya mengatakan bahwa ketidaknyamanan payudara telah menghambat kemampuan mereka untuk tampil.
Di AS, label Skims bersama pesohor Kim Kardashian menjadi desainer resmi yang memasok pakaian dalam dan piyama untuk atlet perempuan di tim AS.
5. Cabang olahraga baru yang dapat diikuti perempuan
Skateboard, selancar dan panjat tebing tidak hanya membuat debut Olimpiade mereka yang sangat dinanti. Olahraga ini juga menarik para perempuan muda dari negara-negara peserta seperti Korea Selatan, Brasil dan Jepang untuk tampil.
Di antara mereka adalah atlet skateboard Inggris Sky Brown yang berusia 13 tahun dan Bombette Martin yang berusia 14 tahun. Ada juga Bryce Wettstein (17) yang memperkuat tim papan luncur AS.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Inggris The Guardian, Brown, yang saat ini berada di peringkat ketiga dunia mengatakan tampilnya ia di Olimpiade semoga bisa menjadi inspirasi bagi perempuan lain.
“Saya berharap bisa menunjukkan kepada gadis-gadis lain bahwa mereka tidak punya alasan untuk takut,” ucap dia.
Dalam dunia panjat tebing dalam ruangan, 40 pemanjat yang terdiri dari 20 pria dan 20 perempuan akan melakukan debut olahraga mereka di Olimpiade Tokyo. Termasuk Seo Chae-hyun dari Korea Selatan yang berusia 17 tahun.
Dalam selancar, perhatikan Shino Matsuda yang berusia 18 tahun dari Jepang, dan Caroline Marks yang berusia 19 tahun, yang menjadi peselancar wanita kedua dari tim AS yang lolos ke Olimpiade.