General

Laporan Dana Kampanye, Masih Sekadar Formalitas?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Menyambut Pemilu serentak 2019 yang semakin dekat, masa kampanye para peserta pemilu masih berlangsung. Terkait dana kampanye, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan aturannya dari jauh-jauh hari. Dalam aturannya, KPU membatasi dana kampanye berdasarkan sumber pendonor. Untuk partai politik dan capres-cawapres, maksimal dapat menerima dana dari pendonor perseorangan sebesar Rp2,5 miliar. Sedangkan dari pendonor kelompok dan badan usaha non-pemerintahan, partai politik dan capres-cawapres maksimal dapat menerima uang sejumlah Rp25 miliar.

Aturan ini sedikit berbeda untuk calon legislatif DPD RI. Pendonor dari kelompok perseorangan diizinkan untuk memberikan dana sebesar Rp750 juta. Sedangkan kelompok dan Badan Usaha non-Pemerintah dapat memberikan dana sebesar Rp1,5 miliar untuk caleg DPD RI tersebut.

Selain batas maksimal jumlah dana yang boleh diberikan, para peserta Pemilu 2019 – baik partai politik ataupun pasangan capres-cawapres – juga diwajibkan untuk melaporkan dana kampanye. Laporan ini dibagi menjadi tiga, yaitu laporan awal dana kampanye, laporan sumbangan dana kampanye, dan laporan akhir dana kampanye. Laporan ini dibagi menjadi tiga dengan waktu pengumpulan akhir yang berbeda. Untuk laporan awal, batas akhir pengumpulan laporan sudah jatuh pada tanggal 22 September 2018 yang lalu. Selain itu, laporan sumbangan jatuh pada Rabu, 2 Januari 2019 kemarin, dan laporan akhir dilaporkan setelah berakhirnya masa kampanye, yakni tanggal 14 April 2019. Tujuan dari laporan dana ini dilaporkan secara berkala selama masa kampanye berlangsung adalah agar KPU dapat mengawasi perkembangan dana yang diterima oleh masing-masing pihak.

Masih Belum Transparan dan Sekadar Formalitas

Meskipun laporan dana kampanye ini vital sebagai salah satu proses yang harus dilalui, beberapa pihak dinilai belum melaporkannya secara transparan. Hal ini diungkapkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis di hari Senin, tanggal 24 Juni 2018 yang lalu. “Kami bertindak rasional dan transparan. Banyak yang belum berada dalam spirit itu, hanya laporkan jutaan rupiah saja.”

Apa yang diucapkan oleh Hasto ini memang nampak benar adanya. Hal ini disebabkan dalam laporan awal dana kampanye, Perindo dan Garuda hanya melaporkan dana awal sebesar Rp1 juta. Beberapa partai lain seperti Hanura, PAN, dan Berkarya pun masih berada di kisaran angka puluhan dan ratusan juta. Mengingat Indonesia yang begitu luas dan calon anggota DPR yang banyak, hampir tidak mungkin dana yang mereka laporkan cukup untuk menutupi seluruh logistik kampanye.

Selain belum transparan, laporan dana kampanye ini juga masih dianggap sebatas formalitas. Seperti dilansir dari Tirto.id, Mada Sukmajati, pakar politik Fisipol UGM, meragukan adanya keseriusan dalam laporan dana kampanye. “Akuntabilitas dan transparansi uang Pemilu di Indonesia, masih jauh,” ungkap Mada, tanggal 24 September 2018 yang lalu.

Mekanisme Laporan Dana Kampanye, Masih Harus Dipertahankan?

Meskipun laporan dana kampanye disinyalir masih belum transparan dan sekadar formalitas, mekanisme ini masih menjadi satu-satunya opsi terbaik. Setidaknya ada gambaran yang jelas mengenai aliran dana kampanye yang keluar dan masuk. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi sebuah psy war terhadap para calon-calon yang ingin melakukan kecurangan terkait dana yang diterimanya.

Jelas, harapan ke depannya adalah seluruh peserta pemilu – baik partai politik maupun pasangan capres-cawapres – dapat benar-benar transparan dalam melaporkan dana yang diterima dan dikeluarkannya. Untuk mencapai hal ini, salah satu opsi yang dapat dilakukan KPU adalah dengan memberi sanksi keras terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Jika tidak, nampaknya harapan untuk transparansi dan akuntabilitas tidak akan pernah tewujud.

Share: Laporan Dana Kampanye, Masih Sekadar Formalitas?