Isu Terkini

Lapangan Bola Kelas Dunia Tasikmalaya dan Merawatnya yang Tak Mudah

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Sebuah lapangan sepakbola berstandar internasional FIFA berhasil menghebohkan publik dalam beberapa waktu terakhir. Lapangan itu berada di sebuah desa, yang biasanya sebuah desa hanya identik dengan lapangan berpasir atau tanah merah saja. Namun, Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tampil beda dengan membangun lapangan sepakbola kelas dunia.

Lapangan sepakbola di Desa Cisayong memang diklaim sebagai lapangan berstandar internasional, baik dari sisi ukuran, kualitas rumput setara yang dipakai oleh stadion-stadion besar di Indonesia, dan sistem drainase. Makin menarik lagi, lapangan itu berada di tengah-tengah desa yang berlokasi di kaki Gunung Galunggung dan berjarak sekitar 15 km dari pusat kota. Bisa dijamin, pemandangan indah akan menemani para pengguna lapanagan ini.

Ke depannya, lapangan ini tentu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pembibitan atau pembinaan para pemain muda. Dengan keberadaan lapangan berkualitas dunia, dipastikan bisa membangkitkan semangat. Namun, sebelum jauh berbicara soal pembinaan pemain, tentu lapangan ini harus dijaga dan dirawat secara konsisten agar tak terbengkalai seperti yang sudah-sudah dan bisa terus digunakan.

Bagaimana sebenarnya Desa Cisayong bisa membangun sebuah lapangan sepakbola berstandar internasional? Lalu, seperti apa cara merawat yang seharusnya dilakukan agar lapangan tersebut tetap bisa digunakan dalam jangka waktu yang panjang?

Lapangan di Desa Cisayong Dibangun dari Dana Desa

Keberadaan lapangan sepakbola berstandar internasional di Desa Cisayong sendiri tentu jadi sebuah modal yang sangat penting untuk pembinaan sepakbola. Lapangan ini ternyata dibangun menggunakan sumber dana yang berasal dari dana desa dan bantuan provinsi. Jadi, dana desa yang biasanya ‘tak jelas’ digunakan untuk apa, kini ada manfaatnya.

Ide membangun lapangan sepakbola berstandar dunia itu ternyata muncul dari warga Kampung Babakan Sukarame, Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong pada 2007 lalu. Awalnya, warga menginginkan Lapangan Sakti Lodaya yang berada di kampung itu direnovasi. Bukan tanpa alasan warga meminta untuk direnovasi, lantaran lapangan itu hanya berupa tanah saja serta lumpur liar.

Seperti dilansir dari Pikiran Rakyat, Kamis, 15 November 2018, ide untuk merenovasi dan membangun lapangan sepakbola tersebut akhirnya berubah menjadi usulan yang masuk dalam musyawarah dusun. Menariknya, proses untuk mempelajari gagasan itu pun tak butuh lama, sampai akhirnya usulan itu kembali masuk dalam agenda musyawarah desa.

Tampak atas lapangan sepakbola di Desa Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Foto: Istimewa

Lantaran sudah masuk dalam musyawarah desa, warga pun lantas tak hanya mengusulkan untuk melakukan renovasi lapangan saja. Selain itu, ada juga usulan yang muncul dari warga lain agar dilakukan berbagai perbaikan seperti jalan, irigasi, dan pemberdayaan ekonomi.

“Kami bahas saja dan rekapitulasi (aspirasi) yang sudah didapatkan dari masyarakat. Setelah itu, muncul lah salah satu prioritas pembangunan renovasi Lapangan Sakti Lodaya,” kata Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cisayong Reno Sundara, Kamis 1 November 2018.

Dengan proses yang tak berbelit-belit, keputusan pun akhirnya disepakati dan renovasi dilakukan dengan menggunakan bantuan Dana Desa dari pemerintah dan juga bantuan dari provinsi. Proses renovasi dimulai pada Maret 2017 dengan menelan total biaya keseluruhan mencapai sekitar Rp 1,2 miliar. Rincian jumlah itu adalah Dana Desa Rp 900 juta dan bantuan Provinsi Jawa Barat Rp 100 juta.

Lantaran renovasi tersebut sangat serius dilakukan, pemerintah Desa Cisayong juga tak ingin setengah-setengah dalam proses pengerjaannya. Maka dari itu, mereka pun menggandeng konsultan spesialis pembuatan lapangan sepakbola dari Jakarta yakni Harapan Jaya Lestarindo. Konsultan yang memiliki motto “Make your Dreams Come True with Us” ini pun melakukan pekerjaannya dengan baik

Tentu, keputusan pemerintah Desa Cisayong membangun lapangan sepakbola berstandar internasional FIFA, dengan memanfaatkan Dana Desa ini, patut diapresiasi. Apalagi, tujuannya pun jelas untuk memembangun fasilitas olahraga bagi masyarakat desa agar mendekatkan masyarakat dengan kegiatan positif. Lebih dari itu, tujuan jangka panjangnya tentu untuk mencari bibit-bibit unggul sepakbola dari Desa Cisayong.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya diharapkan ikut membantu dalam penyelesaian akhir fasilitas olahraga itu. Terkait penggunaan Dana Desa sebagai sumber pembiayaan renovasi lapangan, hal tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal No 19/2017. Aturan itu menyebutkan, pembangunan sarana olahraga jadi salah satu prioritas penggunaan Dana Desa.

Sekadar informasi, Dana Desa sendiri mulai dialokasikan pada 2015 lalu. Hal itu adalah salah satu usaha Presiden Joko Widodo dalam melakukan pemerataan di seluruh wilayah Indonesia. Dana Desa yang dialokasikan khusus dalam APBN ini pertama kali digulirkan dengan jumlah anggaran Rp 20,76 triliun.

Meski angka serapan masih rendah, namun alokasi Dana Desa terus meningkat. Di tahun 2016 menjadi Rp 46,9 triliun, kemudian Rp 60 triliun pada tahun 2017, Rp 60 triliun pada tahun 2018, dan direncanakan naik menjadi Rp 73 triliun di tahun 2019 mendatang.

Dalam pemanfaatannya, realisasi anggaran Dana Desa dalam periode 2015-2017 adalah sebesar Rp 127,2 triliun. Pemanfaatan itu antara lain untuk pembangunan sekitar 124 ribu kilometer jalan desa, 791 kilometer jembatan, akses air bersih 38,3 ribu unit, dan sekitar 3 ribu unit tambatan perahu.

Selain itu juga pembangunan 18,2 ribu unit PAUD, 5,4 ribu unit Polindes, 6,6 ribu unit pasar desa, 28,8 ribu unit irigasi, 11,6 ribu unit Posyandu, dan sekitar 2 ribu unit embung. Lalu, hingga Semester I Tahun Anggaran 2018, realisasi Dana Desa telah mencapai Rp 35,9 triliun atau 59,8 persen dari pagunya. Realisasi dana itu digunakan untuk membangun 5,3 ribu kilometer jalan desa, 24,1 kilometer jembatan, 6 ribu unit akses air bersih, 508 unit tambatan perahu, 1,6 ribu unit PAUD, 910 unit Polindes, 845 unit pasar desa, 10,8 ribu unit irigasi, 677 unit posyandu, dan 664 unit embung.

Tak Mudahnya Merawat Lapangan Standar Internasional

Indonesia memang punya banyak fasilitas lapangan dan stadion sepakbola berstandar internasional, salah satunya ya lapangan kelas dunia di Desa Cisayong. Sayangnya, seperti yang sudah pernah terjadi, lapangan dan stadion keren di tanah air sendiri kerap menghadapi masalah klasik, yakni tak terurus dan terbengkalai. Hal itu tentu tak diharapkan terjadi pada lapangan di Desa Cisayong.

Coba saja kita mundur sedikit ke belakang melihat lapangan dan stadion yang tak terawat yakni Stadion Palaran (Kalimantan Timur) dan Stadion Utama Riau (Pekanbaru). Seperti diketahui, Stadion Palaran merupakan venue untuk menggelar upcara pembukaan dan penutupan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2008. Sementara, Stadion Utama Riau menjadi venue utama bagi PON 2012.

Sebagai venue PON, kedua stadion tentu memiliki fasilitas keren dari dari mulai lapangan berstandar FIFA, sampai tribun tertutup dengan single seat. Sayangnya, setelah hajatan PON selesai digelar, kondisi dua stadion itu pun tak terawat, bahkan banyak bagian yang sudah rusak. Situasi itu terjadi bertahun-tahun.

Sejumlah foto buruknya kondisi kedua stadion itu pun sudah beredar luas di media sosial. Stadion yang dulunya megah dan keren, seketika jadi mengerikan. Bayangkan saja, stadion dan lapangannya terlihat kusam dan tak lagi hijau, kursi-kursi stadion rusak dan berlumut, termasuk kondisi sekitar stadion dan lapangan yang sudah banyak ditumbuhi rumput ilalang.

Sebenarnya seperti apa proses perawatan yang bisa dilakukan agar lapangan kelas dunia seperti di Desa Cisayong bisa terawat dengan baik dan bisa terus dipakai dalam jangka waktu yang lama?

Untuk lapangan di Desa Cisayong sendiri, tak hanya rumput saja yang dirawat dengan baik, pengelolaan dan perawatan lapangan juga menggunakan teknologi yang canggih. Pengelola menggunakan water sprinkle atau penyiram air otomatis yang tertanam di 32 titik lapangan.

Proses penyiraman air dari water sprinkle di lapangan Desa Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Foto: Google Maps

Selain itu, jika hujan lebat melanda pun tak perlu khawatir lapangan akan tergenang air dan banjir. Pengelola lapangan juga melengkapi lapangan dengan sekitar 15 drainase dengan panjang masing-masing 53 meter di dasar lapangan. Keberadaan drainase itu tentu bisa mengatasi masalah aliran air di kala hujan.

Keberadaan drainase di bawah lapangan itu juga bisa menunjang kualitas lapangan yang bebas banjir. Tak tanggung-tanggung, bahkan jika diguyur hujan lebat selama waktu tiga jam sekalipun, lapangan dipastikan tetap tak akan tergenang air.

Sistem drainase lapangan membuat air masuk ke dalam saluran air dan mengalirkannya ke parit-parit di tepi. Dengan ukuran 90 x 53 meter, lapangan tersebut telah masuk standar FIFA untuk mempertandingkan sepakbola kategori usia 16 tahun ke bawah.

Pihak konsultan lapangan di Desa Cisayong juga mengarahkan pemilihan jenis rumput hingga mekanisme perawatannya. Lapangan di sana menggunakan jenis rumput joysia matrella atau dikenal sebagai rumput manila. Rumput lokal itu adalah jenis terbaik di Indonesia, karena lapangan di Stadion Gelora Bung Karno juga sempat menggunakan rumput jenis itu, bahkan lapangan di Stadion Jakabaring (Palembang) dan Patriot Bekasi juga masih menggunakan rumput manila.

Selain itu, permukaan lapangan juga dilapisi pasir agar rumput yang tertanam lebih kuat dan awet saat digunakan. Agar rumput terawat, penyiraman secara rutin pun dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari. Namun, penyiraman otomatis itu juga tergantung turun atau tidaknya hujan karena jika hujan, pengelola tak perlu melakukan penyiraman.

Demi menjaga kualitas rumput agar tetap bagus, pemupukan rutin juga dilakukan. Intensitas pemupukan, bergantung kepada banyak atau tidaknya penggunaan lapangan. Jika penggunaan sering, maka proses pemupukan pun juga akan mengikuti intensitas penggunaan lapangan itu.

Keberadaan lapangan di Desa Cisayong tersebut tentu bisa menambah pemasukan pendapatan asli desa dengan pengelolaan oleh badan usaha milik desa. Nantinya, aktivitas ekonomi warga desa pun akan ikut hidup. Misalnya saja warga bisa ikut berdagang di area lapangan atau menjadi juru parkir.

Lebih dari itu, nantinya jika telah berfungsi sepenuhnya, lapangan tersebut akan dikenakan tarif sewa sekitar Rp 500.000 untuk warga Cisayong dan Rp 750.000 bagi warga luar Cisayong. Durasi waktu dengan biaya sewa tersebut yakni selama 90 menit permainan. Meski begitu, harga sewa itu tentu masih bisa lebih murah karena pengelola tetap akan memberikan harga sewa lebih rendah atau korting lagi kepada warga Cisayong yang hanya sekadar ingin menyalurkan hobi bermain sepakbola.

Pada akhirnya, uang sewa lapangan tersebut juga nantinya bisa digunakan untuk perbaikan jalan dan pemberdayaan ekonomi warga setempat. Selain itu juga bisa dimanfaatkan untuk biaya perawatan lapangan, seperti rumput dan fasilitas lainnya.

Share: Lapangan Bola Kelas Dunia Tasikmalaya dan Merawatnya yang Tak Mudah