Isu Terkini

Kuburan Massal Plumbon Jadi Monumen Rekonsiliasi Roh Korban Tragedi G30S

Fariz Fardianto — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Momentum tragedi G30S rutin diperingati oleh segenap masyarakat Indonesia setiap tanggal 30 September. Di tahun ini pula tepat empat tahun ketika sebuah kuburan massal ditemukan oleh para pegiat sejarah Kota Semarang di Kampung Plumbon, Mangkang. Kembali pada 1 Juli 2015, atas inisiatif sejumlah pemerhati sejarah lokal, tokoh-tokoh lintas agama dan mahasiswa setempat mengenang betapa bahagianya ketika sebuah batu prasasti berhasil ditancapkan di atas tanah pekuburan tersebut.

Yunantyo Adi Setyawan sebagai salah satu inisiator peringatan tersebut mengatakan, “Mengapa 1 Juli saya pilih sebagai awal peresmian prasasti di kuburan Plumbon? Tidak lain karena saat itu bersamaan dengan Hari Kelahiran Pancasila. Di mana pemerintahan waktu itu malah belum menetapkan tanggal tersebut sebagai hari libur. Maka tidak ada salahnya ketika prasasti itu diresmikan, tanggal itu sebagai wujud misi kemanusiaan. Karena selama 50 tahun lamanya pemerintah tidak mengakui kuburan itu sebagai kuburannya manusia,” kata pria yang dikenal sebagai pegiat sejarah di Semarang itu, saat berbincang dengan Asumsi.co, Sabtu sore (29/9).

Padahal, ia menganggap ketika seorang manusia sudah meninggal, rohnya yang terlepas dari jasadnya. Akan tetapi sejarah hidup manusia yang terkubur di liang lahat tetap harus dilestarikan dan dihormati. Ia menyebut kuburan Plumbon merupakan wujud nyata rekonsiliasi antara roh korban G30S dengan manusia yang masih hidup hingga hari ini. “Tidak semua orang yang dikubur di situ PKI. Korban malah enggak ada kaitannya sama sekali dengan G30S. Saya setuju ketika yang dihukum yang terlibat kriminalnya saja. Tapi saat orang-orang yang tidak tahu ikut dibunuh, itu sebuah kejahatan kemanusiaan”.

Ia berkisah ketika pertama kali menemukan kuburan Plumbon, petunjuk awalnya berasal dari para keluarga korban tragedi G30S. Setiap keluarga atau kerabat dekat korban rupanya kerap berziarah ke makam itu. “Ada yang untuk mendoakan arwah keluarganya. Biasanya mereka datangnya saat mau bulan puasa dan hari-hari tertentu,” terangnya.

Dari hasil pengakuan warga dan keluarga korban, terdapat 24 tulang belulang manusia yang terpendam di kuburan Plumbon. Ketika G30S meletus, warga setempat mengaku sempat membantu tentara menguburkan mayat-mayat korban tragedi tersebut ke sebuah liang. “Warga Mangkang yang ikut menguburkan mayat di situ mengaku tahu ada korban bernama Bu Mutiah dan lain-lain yang berjumlah 24 orang,”

Kuburan Plumbon kini tetap senantiasa dirawat oleh warga setempat. Pak Sukar, nama seorang warga kerap membersihkan kuburan dari timbunan daun kering. “Pak Sukar masih sering membersihkan kuburan itu. Jadi sampai sekarang kuburan untuk mengenang tragedi G30S masih bisa ditemui di Plumbon. Malahan ada pakar sejarah dalam dan luar negeri yang datang untuk melihat langsung,” bebernya. Kendati demikian, ia mengaku untuk menghindari konflik atau sebaran fitnah, sampai kini tak mau menggelar acara apapun di kuburan Plumbon tiap 30 September.

Seperti di hari ini, Asumsi.co melihat situasi sekitar kuburan itu tampak sepi. Jarang ada warga yang berlalu lalang. Jalan setapak menuju kuburan juga rusak parah lantaran tidak dirawat dengan baik oleh kelurahan setempat.

“Saya biasanya kalau kemari cuma buat nyari rumput buat pakan ternak di rumah, Mas,” aku Sutrisno, salah satu warga Plumbon.

Share: Kuburan Massal Plumbon Jadi Monumen Rekonsiliasi Roh Korban Tragedi G30S