Isu Terkini

Kuasa Hukum: “Kasus Ravio Patra Direkayasa”

Raka Ibrahim — Asumsi.co

featured image

Kuasa hukum aktivis dan peneliti kebijakan publik Ravio Patra menyatakan bahwa peretasan dan penangkapannya oleh Polda Metro Jaya pada Rabu (22/4) adalah wujud “rekayasa kasus.” Hal ini disampaikan oleh Alghiffari Aqsa, pengacara publik AMAR Law Firm, perwakilan kuasa hukum Ravio.

Setelah sempat mendekam selama 33 jam di Polda Metro Jaya, Ravio akhirnya menghirup udara segar pada Jum’at (24/4) sekitar pukul 08.30 WIB dengan status sebagai saksi.

Sebelumnya, ia ditahan atas tuduhan “menyiarkan berita onar atau menghasut membuat kekerasan dan/atau menyebar kebencian.” Pada 22 April, ia dituding menyebarluaskan pesan broadcast berisi menjarah pada 30 April 2020 melalui WhatsApp.

Sangkaan ini menyulut kontroversi, sebab pihak Ravio bersikeras WhatsApp di ponselnya diretas oleh pihak ketiga dan pesan tersebut tak dikirimkan olehnya.

Melalui rilisan pers, Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus, koalisi yang menaungi 13 organisasi pendamping hukum Ravio, menyampaikan bahwa terdapat banyak kecacatan prosedural dalam kasus ini.

Pertama, proses penangkapan dan penggeledahan dinilai tak sesuai prosedur. Saat ditanyai tim penasihat hukum, pihak penyidik di Subdit Kamneg menyatakan bahwa yang mereka lakukan pada Ravio bukan penangkapan tetapi pengamanan.

“Padahal pengamanan tidak dikenal di dalam hukum acara pidana dan Ravio sudah ditangkap lebih dari 1×24 jam saat itu;” tutur tim penasihat hukum dalam rilisan persnya.

Selain itu, menurut Alghif, Ravio mengaku sudah merasa “diintai” seharian jelang penangkapan tersebut. “Sejak siang sudah ada yang nongkrong di depan kosannya,” tuturnya.

Ravio membenarkan hal ini saat diwawancarai oleh redaksi Asumsi.co. “Polisi sudah berkoordinasi dengan pihak RW dan warga sekitar sejak setidaknya sore hari,” kata Ravio. “Entah mengapa, meskipun tahu saya hanya duduk diam di rumah, penangkapan dilakukan persis ketika saya menginjakkan kaki di jalan utama yang ramai di malam hari.”

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono menyampaikan bahwa setelah mengecek, polisi tahu Ravio sedang menunggu jemputan di Jalan Blora, Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat.

Ravio ditangkap saat hendak memasuki mobil putih berplat diplomatik milik kedutaan Belanda. Seorang warga negara Belanda berinisial RS juga ditangkap. RS dibebaskan pada Jum’at bersamaan dengan Ravio.

“Untuk menghindari yang bersangkutan melarikan diri dengan cara masuk ke dalam mobil temannya, tim langsung memberhentikan dan berusaha mengamankan yang bersangkutan,” ujar Argo, seperti dilansir Tempo.co.

Menurut Argo, Ravio membangkang saat hendak ditangkap. Ia meloncat masuk ke mobil putih berplat diplomatik tersebut. “Kalian tidak bisa menangkap saya di mobil diplomasi,” kata Argo menirukan ucapan Ravio Patra.

Menurut kuasa hukum Ravio, saat itu polisi tidak mampu menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan, padahal Ravio sudah meminta salinannya. “Baik Ravio maupun kuasa hukum tidak melihat itu (surat tugas tersebut),” tutur Alghif. “Ravio bilang ketika penangkapan ada map yang ditunjukkan dan berisi nama-nama penyidik, tetapi hanya dilihatkan sekilas.”

Pihak Ravio mengaku ragu map tersebut berisi surat penangkapan, sebab tak pernah ditunjukkan secara jelas. Hingga berita ini turun, baik Ravio Patra maupun tim kuasa hukumnya belum menerima surat penangkapan tersebut.

Saat kediaman Ravio digeledah, barang bawaan yang tidak terkait dengan tindak pidana yang dituduhkan juga ikut dibawa oleh Polda Metro Jaya. Salah satunya adalah sebagian dari koleksi buku Ravio. Menurut informasi tim kuasa hukum, buku-buku Ravio yang dibawa Polda Metro Jaya di antaranya novel John Grisham dan Thomas Harris serta buku karya Kevin Kwan, Crazy Rich Asians.

Saat penangkapan, tim penasihat hukum mendapati terjadinya intimidasi berbentuk kekerasan secara verbal dan fisik. “(Saya) diteriaki, leher dipegang, dipaksa jongkok, dan didorong,” ucap Ravio. Kekerasan juga dilakukan di kantor Polda Metro Jaya, khususnya sebelum diperiksa oleh Sub Direktorat Keamanan Negara (Subdit Kamneg).

Informasi perihal siapa yang melaporkan Ravio pun simpang siur. Kamis lalu (23/4), Brigjen (Pol) Argo Yuwono menyatakan bahwa Ravio ditangkap karena laporan masyarakat. Berkas laporan tersebut bernomor LP/473/IV/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, bertanggal 22 April 2020.

“Benar bahwa Polda Metro Jaya (PMJ) telah menerima laporan, ada saksi inisial DR, dia menyampaikan laporan ke PMJ bahwa dia menerima WA dari seseorang,” katanya.

Hal ini dibantah oleh kuasa hukum Ravio. “Saat pendampingan, ketika kami lihat berkasnya di berita acara pemeriksaan (BAP) ini laporan tipe A,” jelas Alghif. “Artinya ada anggota kepolisian sendiri yang melaporkan.”

Penelusuran Majalah Tempo mengonfirmasi hal ini. Saat diperiksa polisi, Ravio melihat bahwa berkas yang jadi dasar penangkapannya berkode A. Anehnya, laporan tersebut dibuat pukul 12.30 WIB pada hari ia ditangkap. Padahal, pesan autentikasi dari WhatsApp saat akunnya dibajak terkirim pada pukul 12.11 WIB. Artinya, laporan polisi dibuat hanya dalam rentang 19 menit.

Tim penasihat hukum pun mengaku “dipersulit memberikan bantuan hukum.” Pagi hari setelah penangkapan Ravio, tim penasihat hukum sukar mengetahui keberadaannya. Saat mendatangi Polda Metro Jaya, pihak kepolisian dari berbagai unit menyangkal Ravio berada di tempat mereka.

Keberadaan Ravio baru diketahui selepas konferensi pers polisi Kamis (23/4) pukul 14.00 WIB. Tim penasihat hukum menemukan Ravio di Subdit Kamneg Polda Metro Jaya.

Status hukum Ravio pun berubah-ubah. Saat ingin dilakukan pendampingan, diketahui bahwa Ravio sudah menjalani pemeriksaan sekitar pukul 03.00 WIB – 06.00 WIB pada tanggal 23 April 2020 dini hari dengan status sebagai Tersangka. Kemudian pukul 10.00 WIB – 17.00 WIB, ia kembali diperiksa, kali ini sebagai Saksi.

Dalam konferensi pers kemarin (24/4), Brigjen (Pol) Argo Yuwono menyatakan bahwa Ravio memang hanya menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

Bagi Alghif, hal ini menjadi kejanggalan tersendiri. “Kalau dia sebagai saksi, ngapain ditangkap? Tinggal dipanggil saja dengan patut. Dan menetapkan status tersangka juga harusnya ada pemeriksaan dulu, ada pemanggilan dulu, baru yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka. Nggak bisa langsung tersangka gitu,” katanya.

Tim penasihat hukum Ravio pun menyatakan bahwa pihak kepolisian ragu ponsel Ravio diretas. “Polisi pada awalnya menyatakan bahwa nggak mungkin HP atau WhatsApp bisa disadap tanpa ada orang yang mengambil HP-nya.” Ungkap Alghif. “Polisi terlihat awam dalam isu keamanan digital. Dalam pikiran polisi, menguasai HP itu ya manual. Padahal seharusnya bisa jarak jauh (remote).”

Penyidik kepolisian pun membebankan Ravio untuk menyodorkan bukti bahwa WhatsApp-nya betul diretas. Padahal, semestinya polisi memiliki sumber daya sendiri yang dapat digunakan untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.

Saat Asumsi.co bertanya mengenai indikasi peretasan itu dalam konferensi pers Kamis lalu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus enggan menjelaskan lebih lanjut. Sebab, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan informasi penuh.

“Kita tunggu saja dulu ya, masih nunggu hasil penyelidikan dari tim penyidik,” kata Yusri.

Adapun Argo Yuwono menyatakan bahwa penyidik “masih mendalami” klaim peretasan tersebut. “Ada beberapa keterangan yang perlu waktu seperti keterangan dari server WhatsApp, saksi ahli, analisis dan lain-lain,” kata Argo kepada Tempo, Sabtu (25/4) lalu.

Terakhir, pasal yang dituduhkan kepada Ravio berubah-ubah. Pada mulanya, Ravio dikenakan Pasal 28 Ayat 1 UU ITE tentang “berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”.

Kemudian, pasal yang dikenakan berubah jadi Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang “ujaran kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA.” Hal ini diketahui ketika Ravio menantandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Tim penasihat hukum merasa kasus Ravio Patra penuh dengan kejanggalan. “Ini kriminalisasi dan rekayasa kasus,” kata Alghif. “Kita menganggap Ravio di-setting untuk dijadikan pelaku tindak pidana tanpa dia mengetahui dengan cara meretas akun WhatsAppnya.”

Menurut Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus, hal ini tak lepas dari sikap kritis Ravio, terutama kritiknya dalam 1-2 minggu belakangan terhadap konflik kepentingan di balik perusahaan milik Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar.

“Dia terakhir berkontak dan cukup kencang berdebat melalui jaringan pribadi dengan Billy Mambrasar,” ucap Alghif.

Saat dihubungi redaksi Asumsi.co, Yusri Yunus menyampaikan bahwa posisi Polda Metro Jaya selaras dengan pernyataan Brigjen (Pol) Argo Yuwono. Hingga berita ini turun, Brigjen (Pol) Argo Yuwono belum menanggapi permintaan wawancara dari kami.

Share: Kuasa Hukum: “Kasus Ravio Patra Direkayasa”