General

KPU Larang Penggunaan Foto Presiden Saat Kampanye, Bagaimana dengan Megawati dan SBY?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Tahu enggak sih, guys, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira menilai aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berlebihan. Aturan yang dimaksud adalah tentang larangan pemasangan foto Presiden dan Wakil Presiden Indonesia baik yang sekarang atau yang terdahulu sebagai alat peraga kampanye.

“Tentu tidak akan sembarang orang yang tidak punya hubungan dengan partai atau kandidat akan dipasang di alat-alat peraga. Tetapi figur atau tokoh yang mempunyai hubungan kesejarahan, mempunyai relasi identifikasi yang kuat dengan parpol atau kandidat. Sehingga hal-hal seperti itu seharusnya tidak perlu diatur karena menjadi berlebihan KPU mengatur,” kata Andreas seperti dikutip dari Merdeka.com pada Selasa, 27 Februari.

Larangan KPU tersebut, menurut Andreas, juga enggak masuk akal. Apalagi jika Presiden saat ini yang nyatanya memang kader PDIP.

“Kebetulan Jokowi saat ini bukan pengurus partai, tetapi semua orang juga tahu dia adalah anggota atau kader PDI Perjuangan. Sebagai kader tentu beliau menjadi ikon. Aneh, kalau itu pun diatur dan dilarang,” ujarnya.

Enggak cuma Ketua DPP PDIP aja yang menyuarakan protesnya. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf pun minta KPU untuk berikan penjelasan termasuk kajian terkait larangan tersebut.

“Ini juga KPU harus memberikan penjelasan dan KPU sudah menjadi lembaga yang cukup lama. Kajiannya apa? Saya belum tahu kajiannya KPU. KPU harus terbuka karena ini sudah lama bagi masyarakat,” kata Nurhayati.

Tapi sebenarnya, KPU enggak cuma melarang foto Presiden dan Wakil Presiden aja, tapi juga semua tokoh-tokoh masyarakat yang bukan termasuk pengurus partai seperti Jenderal Sudirman, KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, dan semacamnya. Tokoh-tokoh yang disebut tadi adalah tokoh bersejarah dan dianggap menjadi milik masyarakat bersama, jadi tidak bisa diklaim oleh parpol atau kandidat tertentu.

“Dalam alat peraga dan bahan kampanye dilarang mencantumkan nama dan gambar Presiden dan Wakil Presiden dan atau pihak lain yang bukan pengurus parpol,” kata Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dalam acara Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019 Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat pada Senin, 26 Februari.

Larangan KPU itu, kata Wahyu, alasanya karena Presiden dan Wakil Presiden merupakan simbol negara dan enggak boleh dijadikan alat kampanye. Memang, Jokowi merupakan kader dari PDIP, tapi saat ini dirinya merupakan presiden yang merupakan milik masyarakat Indonesia dan bukan hanya milik perseorangan maupun partai.

Tapi, beda permasalahannya dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena keduanya adalah pengurus dan pimpinan partai masing-masing. Megawati sebagai Ketua Umum PDIP dan SBY adalah Ketua Umum Partai Demokrat.

“[Megawati dan SBY] boleh, karena pengurus parpol. BJ Habibie tidak boleh, karena bukan pengurus parpol. Pak Soeharto tidak boleh, beliau bukan pengurus parpol,” kata Wahyu.

Perlu diketahui, aturan mengenai pelarangan pemasangan gambar presiden saat kampanye Pilkada diatur dalam Peraturan KPU No. 4 tahun 2017 tentang kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan atau wali kota dan wakil wali kota.

Seperti halnya pada Pasal 29 yang berbunyi:

(1) Desain dan materi alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) dibuat dan dibiayai oleh partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan atau tim kampanye sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan oleh KPU Provinsi/KIP Aceh ayah KPU/KIP kabupaten/kota.

(2) Desain dan materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat nama, nomor, visi, misi, program, foto pasangan calon, tanda gambar partai politik atau gabungan partai politik.

Share: KPU Larang Penggunaan Foto Presiden Saat Kampanye, Bagaimana dengan Megawati dan SBY?